Sekapur Sirih dari kesainta.blogspot.com

Selamat Datang di kesainta.blogspot.com, wahana kerinduan berziarah kedalam relung hati untuk merajut kata demi kata dari keheningan.

Sabtu, 30 Juni 2012

Indonesia Mau Pinjami IMF 1 Miliar Dolar AS, Comot Dana Dari Cadangan Devisa

Pemerintah biasanya rajin berutang demi menutup kekurangan belanja negara kepada International Monetary Fund alias IMF. Tapi saat ini ada rencana pemerintah memberi utangan 1 miliar dolar AS ke lembaga donor dunia itu.
Saat krisis moneter di akhir ta­hun 1990-an, IMF memberikan utang sangat besar kepada In­donesia. Sampai-sampai negeri ini menjadi pelanggan terbesar. Di akhir periode pertama kepe­mimpinan Presiden Susilo Bam­bang Yudhoyono, utang kepada IMF dilunasi.
Kini giliran Indonesia yang be­rencana meminjamkan utang ke IMF. Utang itu direncanakan akan disalurkan ke negara-negara yang tengah dilanda krisis. Tu­juannya, supaya negara tidak be­runtung se­cara ekonomi itu tidak mem­per­buruk perekonomian dunia.
“Indonesia juga pernah pinjam IMF di 2006 dan kita sudah kem­balikan. Kalau sekarang bisa beri­kan pinjaman ke IMF, berarti se­dang di posisi yang lebih baik. Ki­ta juga harus memperhatikan ne­gara-negara dunia yang tidak beruntung yang perlu disiapkan,” ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardojo di DPR, Jakarta, Kamis lalu.
Agus mengatakan, saat ini pe­merintah masih melakukan kajian berapa besar dana iuran yang akan diberikan ke IMF terkait peningkatan modal yang akan di­gunakan terutama untuk meng­hadapi krisis.
Peningkatan modal tersebut nantinya bukan hanya digunakan untuk menyehatkan negara-ne­gara ­Eropa yang tengah dilanda kri­sis, melainkan juga bisa untuk ne­gara-negara berkembang.
“Kita selesaikan proses pinja­man intern ke IMF sebagai ke­kua­tan ekonomi dunia, supaya ja­ngan memburuk dan malah mem­bahayakan semua,” tegasnya.
Dikatakan, pemerintah Indo­nesia memberi sinyal akan mem­berikan pinjaman maksimal sebe­sar 1 miliar dolar AS kepada IMF. Belum bisa disebutkan tetapi saya rasa maksimal 1 miliar dolar AS,” ucapnya.
Menurutnya, pinjaman yang diberikan  pemerintah Indonesia tidak akan diambil dari APBN melainkan dari cadangan devisa yang saat ini berjumlah 111,52 miliar dolar AS.
“Itu nanti bukan dalam bentuk APBN, tetapi semacam satu penge­lolaan dana yang meru­pa­kan bagian dari cadangan devisa. Jadi cadangan devisa tidak di­pin­dahkan, karena akan tetap ter­catat sebagai cadangan devisa Indo­nesia,” jelasnya.
Sebagai informasi, dalam per­te­muan Kelompok Ekonomi G20 di Los Cabos, Mexico, beberapa ne­gara telah memberikan sum­bang­sih pada IMF dalam bentuk pinjaman dana. Seperti halnya China, dilaporkan meminjamkan dana sebesar 43 miliar dolar AS, berikut juga negara-negara de­ngan tingkat pendapatan yang bah­kan lebih rendah dari Indo­nesia, dengan tujuan agar dapat memulihkan perekonomian nega­ra-negara yang dilanda krisis.
Presiden Yudhoyono mengata­kan, pemerintah akan membica­rakan terlebih dulu rencana itu di Ta­nah Air dengan pihak-pihak ter­kait, agar tidak terjadi kesala­han persepsi. “IMF memerlukan tambahan dana 430 miliar dolar AS-nggak kebayang besarnya, untuk membantu negara-negara yang repot, bukan hanya eropa tapi negara lain, kemudian minta anggotanya menambah lagi. Indonesia punya kemampuan untuk berkontribusi, jelas tinggal ka­mi tata dulu sekarang ini su­paya tidak menjadikan salah pengertian saudara-saudara kita,” kata Yudhoyono .
Presiden mengatakan, terdapat sisi politis dalam hal keputusan memberikan pinjaman pada IMF. Khawatir akan mejadi salah pengertian bagi rakyat Indonesia, persoalan ini akan dibahas secara se­rius di Tanah Air dengan meli­batkan pihak-pihak terkait.
“Ini ada unsur politiknya. Saya tidak ingin saudara-saudara kita salah terima, tetapi betul negara dengan pendapatannya lebih ren­dah dari Indonesia saja ikut me­minjamkan, mengapa Indone­sia tidak mau ada pesoalan ini? Nanti kita olah-olah dengan baik di Ta­nah Air, dengan dengan demikian le­bih bagus,” imbuhnya.
Di sisi lain, Yudhoyono meng­ung­kapkan, terdapat persoalan psi­kologi bagi Indonesia dalam hal hubungan dengan IMF. Mes­kipun IMF telah melaksanakan re­formasi, namun di mata Indo­nesia masih sensitif.
“Pada saat setahun menjabat, Presiden mengambil keputusan yang beresiko tinggi karena hi­tung-hitungan ekonominya bisa tidak pas. Tetapi saya harus ambil keputusan melunasi utang kepada IMF dan membubarkan Consul­tative Group on Indonesia (CGI). Ma­kanya begitu keputusan diam­bil, SMS mengalir mengucapkan terimakasih. Mereka itu rakyat je­lata, nggak ngerti betul IMF itu apa, kebijakannya apa. Tapi be­gitu kita mengatakan selesai de­ngan IMF, kita lunasi utangnya, kita bubarkan grup yang men­dik­te kita, itu mereka senang. Jadi, persoalan ini lebih pada psiko­lo­gis,” tuntas SBY.
Indonesia Bukan Negara Kebanyakan Duit
Achsanul Qosasih,Wakil Ketua Komisi XI DPR
Pemerintah sebaiknya mem­pertimbangkan lagi rencana ter­kait pemberian bantuan pinjaman likuiditas kepada Dana Moneter Internasional (IMF) yang kini se­dang berada diambang krisis. Se­bab, Indonesia bukan negara yang kebanyakan duit.
Sampai saat ini DPR  belum menyetujui rencana tersebut. Men­keu tidak memiliki alasan yang jelas dan masuk akal men­dukung ketersediaan sumber keu­angan yang cukup bagi IMF. DPR secara keras akan menolak bila aksi tersebut hanya mengandung un­sur politik, misalnya sekadar pencitraan semata.
Kami mempertanyakan apa keuntungan yang diperoleh bagi Indonesia bila memberi pinjaman pa­da lembaga yang sedang meng­alami krisis keuangan tersebut.
Perlakuan IMF di masa lalu, masih meninggalkan luka men­dalam bagi bangsa Indonesia. Saat krisis beberapa tahun silam, IMF mengajukan segudang sya­rat yang mencekik leher.
Salah satu contohnya seperti penghapusan bulog.
Pemerintah seharusnya jangan ter­lalu naif menganggap tindakan memberi bantuan pinjaman ter­sebut dapat memperkuat kedu­du­kan Indonesia di mata dunia. Se­bab, tindakan tersebut tidak akan memberikan dampak yang sig­nifikan dalam menye­hatkan eko­nomi negeri.
Sebaiknya Menkeu jangan mempolitisasi bantuan yang digunakan untuk menyokong ekonomi dunia, apalagi berharap ne­­gara maju dan negara ber­kem­bang akan menggunakan pro­duk buatan anak bangsa di masa men­datang.
Ikut Menggencet Rakyat Eropa
Dani Setiawan, Koalisi Anti Utang
Sesungguhnya IMF tidak menge­nal istilah negara-negara kre­ditur, tapi negara penanam mo­dal. Jadi, harus dijelaskan du­lu, bahwa pemerintah tidak se­dang meminjamkan uang, tapi me­nambah modalnya di IMF.
Kemudian, pasca pertemuan G20 lalu disepakati salah satu ca­ra memulihkan krisis adalah dengan memperkuat peran IMF. Dan IMF membutuhkan modal tambahan untuk mem­berikan pinjaman ke negara-negara yang didera krisis untuk memulihan sektor keuangan­nya.
Nah, Indonesia menyepakati itu. Jadi saat ini IMF sedang me­­nagih dari perjanjian yang te­­lah disepakati Indonesia. China dan sejumlah negara ber­kembang lainnya telah menam­bah modal­nya terlebih dulu. Tinggal giliran Indonesia yang di­tunggu.
Cara memulihkan krisis de­ngan IMF adalah salah. Lemba­ga ini berdasarkan track record-nya sangat buruk. Indonesia per­nah mengalaminya. Mesti­nya lem­baga ini dibubarkan saja, karena, IMF tidak meno­long ne­ga­ra, melainkan  menja­lankan misi kekuatan modal interna­sional untuk menguasai negara-negara yang jadi pa­siennya.
Sikap Indonesia yang ikut-ikutan menambah modal adalah tindakan keliru. Itu sa­ma saja ikut menggencet rak­yat Eropa. IMF dalam mem­be­ri­kan pinja­man, selalu di­iringi dengan sya­rat-syarat se­perti mencabut sub­­sidi dan mengurangi ang­ga­ran so­sial. Itu semua men­dapat per­la­wa­nan keras dari rakyat Eropa.
Apakah Indonesia akan dapat untung dari penambahan modal itu? IMF itu kan institusi yang mendapatkan untungnya dari bunga pinjaman. Dulu saat se­jumlah negara memutuskan me­nutup pinjaman, IMF ham­pir bangkrut sampai-sampai harus menjual cadangan emas­nya untuk biaya operasional.
Namun, kebijakan pembe­rian deviden itu ditentukan pe­milik modal terbesar yakni, AS, Je­pang, dan beberapa negara Ero­pa. Lihat saja nanti apakah Indo­nesia akan ikut kebagian untung.
Di sisi lain, IMF adalah alat ne­gara maju dan korporasi un­tuk menguasai negara pasien. Seperti mempengaruhi peme­rin­tah agar melakukan libera­lisasi ekonomi, membuka pasar bebas sehingga kekayaan nega­ra bisa dikeruk  perusahaan mul­­tinasional.
Inilah Fakta Utang-utang RI
Pemerintah berencana memberi pinjaman kepada IMF sebesar 1 miliar dolar AS untuk membantu negara-negara Ero­pa dan berkembang keluar dari krisis. Layakkah, Indonesia mem­beri pinjaman ditengah me­­numpuknya utang negara. Berikut gambaran kondisi keua­ngan pemerintah
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu per Mei 2012, total utang peme­rintah Indonesia mencapai Rp 1.944,14 triliun, naik Rp 140,65 tri­liun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya Rp 1.803,49 triliun.
Jika dihitung dengan deno­mi­nasi dolar AS, jumlah utang peme­rintah pada Mei 2012 men­capai 203,26 miliar dolar AS. Jumlah ini naik dari posisi pada akhir 2011 yang mencapai 198,89 miliar dolar AS. Utang pe­merintah tersebut terdiri dari pinjaman Rp 639,88 triliun dan su­rat berharga Rp 1.304,26 triliun.
Sementara rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pu­sat hingga akhir Mei 2012 ada­lah bilateral Rp 392,37 triliun, mul­tilateral Rp 24,55 triliun, komer­sial Rp221,33 triliun, dan sup­plier Rp 480 miliar, dan pinjaman dalam negeri Rp 1,15 triliun.
Sedangkan total surat utang yang telah diterbitkan oleh pemerintah sampai Mei 2012 men­capai Rp 1.304,26 triliun, atau naik dibandingkan posisi pada akhir 2011 yang sebesar Rp 1.859,43 triliun.
Direktur Strategi dan Porto­folio Utang Kementerian Keua­ngan Scenaider CH Siahaan, mengatakan rasio utang terha­dap PDB Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju. Contohnya, Je­pang yang mencapai 200 per­sen terhadap PDB. Indonesia sendiri kurang dari 25 persen PDB, sekarang 24 persen.

[Harian Rakyat Merdeka. Sabtu, 30 Juni 2012]

Rabu, 20 Juni 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA



Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin premium, minyak tanah, dan minyak solar). Dari 13 kali perubahan tersebut, terjadi 9 (sembilan) kali berupa penaikan harga dan 4 (empat) kali penurunan harga. Tabel berikut ini menyajikan perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak sejak tahun 1993 sampai tahun 2011.

TABEL 1. PERUBAHAN HARGA BERSUBSIDI BBM SEJAK TAHUN 1993-2011

Tinjauan kebijakan harga bersubsidi BBM ini difokuskan terhadap faktor penyebab utama dari penyesuaian (penaikan atau penurunan) harga bersubsidi BBM, yaitu faktor harga minyak mentah dan faktor perubahan nilai tukar Rupiah. Di dalam analisis ini harga minyak mentah yang digunakan adalah harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) yang dipublikasikan oleh Kementerian ESDM dan perkembangan nilai tukar Rupiah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.  


Grafik berikut ini menyajikan perkembangan harga minyak mentah Indonesia atau ICP periode 1993 sampai tahun 2011, serta perkembangan nilai tukar Rupiah untuk periode yang sama. Data pada tabel ini digunakan untuk menganalisis apakah kebijakan kenaikan harga bersubsidi BBM sejak tahun 1993 sampai tahun 2011 sepenuhnya ditentukan oleh kedua faktor tersebut diatas atau oleh faktor lain yang menjadi pertimbangan didalam mengambil keputusan kebijakan harga BBM.  
 

GRAFIK 1. PERKEMBANGAN HARGA MINYAK MENTAH INDONESIA 1993-2011 (USD/BARREL)
033012grafik1.jpg

GRAFIK 2. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH 1993-2011 (Rp/USD)

033012grafik2.jpg

Selain faktor perubahan harga minyak mentah dan perubahan nilai tukar Rupiah, tinjauan ini juga menggunakan neraca antara realisasi penerimaan minyak bumi dan realisasi subsidi BBM sebagai alat analisis. Grafik berikut ini menyajikan neraca tersebut untuk periode tahun anggaran 1989/1990 sampai tahun anggaran 1999/2000 dan untuk periode tahun anggaran 2000 sampai tahun anggaran 2011.

GRAFIK 3. REALISASI PENERIMAAN MINYAK BUMI DAN SUBSIDI BBM 1989/1990-1999/2000


033012grafik3.jpg


GRAFIK 4. REALISASI PENERIMAAN MINYAK BUMI DAN SUBSIDI BBM 2000-2011


033012grafik4.jpg


Catatan:  Realisasi subsidi BBM 2011 merupakan angka sementara.

Masa Pemerintahan Presiden Soeharto (27 Maret 1968 – 21 Mei 1998)
Pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto tercatat kenaikan harga BBM dilakukan sebanyak 19 (sembilan belas) kali, yaitu pada tahun 1968, 1970, 1972, 1973, 1974, 1975, 1976, 1979 ( 2 kali kenaikan harga), 1980, 1982, 1983, 1984, 1985, 1986, 1990, 1991, 1993 dan 5 Mei 1998 serta 1 (satu) kali penurunan harga BBM yaitu pada tanggal 15 Mei 1998. Periode 1993-1997 merupakan periode terpanjang yang tercatat dimana harga bersubsidi BBM tidak dinaikkan. Hal ini terjadi karena harga minyak mentah dan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil pada periode tersebut. Pada periode 1993-1997 harga minyak mentah Indonesia berkisar antara USD 16/barrel sampai USD 20/barrel dan kurs Rupiah berada pada kisaran Rp 2.096/USD sampai Rp 2.342/USD.

Kebijakan harga bersubsidi BBM pada masa ini pada dasarnya memberikan subsidi harga yang relatif lebih besar terhadap minyak tanah, mengingat minyak tanah adalah bahan bakar rumah tangga sehingga subsidi harga diharapkan dapat meringankan beban pengeluaran keluarga berpendapatan rendah. Selanjutnya minyak solar juga mendapatkan subsidi harga yang cukup besar karena minyak solar digunakan untuk transportasi umum dan angkutan barang, sehingga dampak kenaikan harga minyak solar terhadap kenaikan harga barang atau inflasi selalu menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan harga bersubsidi minyak solar. Subsidi harga untuk bensin premium pada periode tersebut relatif lebih kecil dibandingkan subsidi harga minyak tanah dan minyak solar, karena bensin premium lebih banyak digunakan oleh kendaraan pribadi yang pemiliknya relatif memiliki kondisi perekonomian yang lebih baik.

Kebijakan harga bersubsidi BBM pada periode 1993/1994 sampai tahun 1997/1998 menetapkan harga bensin premium Rp 700/liter, harga minyak tanah Rp 280/liter dan harga minyak solar Rp 380/liter. Dengan harga BBM ini realisasi subsidi pada tahun anggaran 1993/1994 dan 1995/1996 nihil, artinya untuk kedua tahun anggaran tersebut harga BBM ini bukanlah harga bersubsidi.

Akibat krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan memuncak pada tahun 1998, Pemerintah pada tanggal 5 Mei 1998 memutuskan untuk menaikkan harga BBM sehingga harga bensin premium menjadi Rp 1.200/liter, harga minyak tanah Rp 350/liter dan harga minyak solar Rp 600/liter. Pada tanggal 15 Mei 1998 harga BBM tersebut diturunkan sehingga harga bensin premium ditetapkan menjadi Rp 1.000/liter (142,8% dibanding harga 1993), harga minyak tanah kembali ke harga tahun 1993 yaitu Rp 280/liter dan harga minyak solar menjadi Rp 550/liter (144,7% dibanding harga tahun 1993).

Analisis:
Harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau ICP pada tahun 1997 sebesar USD 19,10/barrel atau 110,7% dibanding harga minyak mentah tahun 1993 sebesar USD 17,25/barrel. Nilai tukar Rupiah rata-rata tahun 1997 Rp 2.955/USD atau terdepresiasi sebesar 140,9% dibanding nilai tukar Rupiah tahun 1993 sebesar Rp 2.096/USD. Berdasarkan tingkat kenaikan harga minyak mentah dan tingkat depresiasi nilai tukar rupiah pada tahun 1997 maka harga BBM  seharusnya menjadi (110,7% x 140,9%)= 155,9% dibanding harga tahun 1993 dengan rincian harga bensin premium menjadi Rp 1.090/liter, harga minyak tanah menjadi Rp 435/liter dan harga minyak solar menjadi Rp 590/liter. Namun pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga bersubsidi BBM sehingga pada tahun anggaran 1997/1998 realisasi subsidi BBM mencapai Rp 9,8 triliun atau 593% dibanding realisasi subsidi BBM tahun anggaran 1996/1997 sebesar Rp 1,4 triliun.

Kenaikan harga bersubsidi BBM pada tahun anggaran 1998/1999 yang diputuskan pada tanggal 5 Mei 1998 dengan harga bensin premium ditetapkan menjadi Rp 1.200/liter, harga minyak tanah Rp 350/liter dan harga minyak solar menjadi Rp 600/liter pada dasarnya sudah mendekati faktor tingkat kenaikan harga minyak mentah dan faktor depresiasi nilai tukar Rupiah yang terjadi selama tahun 1997 seperti terlihat pada Tabel 2. Namun atas situasi politik yang terjadi pasca kerusuhan tanggal 12 Mei 1998 harga bersubsidi BBM ini diturunkan untuk bensin premium Rp 1.000/liter, minyak tanah tidak dinaikkan atau tetap Rp 280/liter dan minyak solar Rp 550/liter.

TABEL 2. PERBANDINGAN HARGA BBM TANGGAL 5 MEI 1998 DENGAN HARGA BBM 1993 SETELAH FAKTOR KOREKSI HARGA MINYAK DAN DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TAHUN 1998
 
Jenis BBM
Harga Bersubsidi BBM
Taanggal 5 Mei 1998 (Rp/liter)
Harga Bersubsidi BBM Tahun 1993 Setelah Faktor Koreksi Kenaikan Harga Minyak dan Depresiasi Nilai Tukar Rupiah (Rp/liter) Pada Tahun 1998
Bensin Premium
1.200
1.090
Minyak Tanah
    350
435
Minyak Solar
    600
590
 

Masa Pemerintahan Presiden B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)


Presiden B.J Habibie dilantik sebagai Presiden R.I pada tanggal 21 Mei 1998 atau beberapa hari setelah kerusuhan tanggal 12 Mei 1998 dan setelah Pemerintah memutuskan menurunkan harga BBM pada tanggal 15 Mei 1998. Pada masa pemerintahanan Presiden B.J Habibie pemerintah tidak menaikkan harga bersubsidi BBM.

Analisis:
Harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau ICP pada tahun 1998 sebesar USD 12,48/barrel atau 72,35% dibanding harga minyak mentah tahun 1993 sebesar USD 17,25/barrel. Sementara nilai tukar Rupiah rata-rata tahun 1998 sebesar Rp 10.464/USD atau terdepresiasi menjadi 499,2% dibanding nilai tukar rupiah tahun 1993 sebesar Rp 2.096/USD.

Jika hanya mempertimbangkan faktor harga minyak mentah dan faktor nilai tukar Rupiah dan menggunakan harga bersubsidi BBM tahun 1993 sebagai acuan, maka pada tahun 1998 harga bersubsidi BBM seharusnya menjadi (499,2% x 72,35%) atau 361,17% dibanding harga bersubsidi BBM tahun 1993 sehingga harga BBM seharusnya untuk bensin premium menjadi Rp 2.530/liter, harga minyak tanah seharusnya menjadi Rp 1.010/liter dan harga minyak solar seharusnya menjadi Rp 1.375/liter. Namun dalam kenyataannya kenaikan harga bersubsidi BBM pada tahun 1998 beberapa hari sebelum pelantikan Presiden B.J Habibie jauh dibawah tingkat perubahan harga minyak dan perubahan nilai tukar Rupiah sebesar 361,17%. Akibatnya subsidi BBM pada tahun anggaran 1998/1999 melonjak sangat tinggi  mencapai Rp 28,6 triliun atau 292% dari subsidi BBM tahun anggaran 1997/1998 sebesar Rp 9,8 triliun. Pada tahun anggaran 1998/1999 realisasi penerimaan minyak bumi mencapai Rp 25,9 triliun sedangkan realisasi subsidi sebesar Rp 28,6 triliun sehingga terjadi defisit terhadap penerimaan minyak bumi sebesar Rp 2,7 triliun.

Memasuki tahun anggaran 1999 tepatnya periode April sampai 20 Oktober 1999, pemerintah tidak menaikkan harga bersubsidi BBM. Kondisi ini memberikan kelanjutan tekanan fiskal pada pemerintahan berikutnya yaitu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. 
 
Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)

Pada masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tercatat 2 (dua) kali kenaikan harga BBM yaitu pada tanggal 1 Oktober 2000 dan tanggal 16 Juni 2001.

Analisis:
Dalam melanjutkan sisa tahun anggaran 1999/2000, pemerintah tidak menaikkan harga BBM. Realisasi subsidi BBM pada tahun anggaran 1999/2000 mencapai Rp 40,9 triliun atau 143% dibanding realisasi defisit tahun anggaran 1998/1999. Realisasi penerimaan minyak bumi pada tahun anggaran 1999/2000 mencapai Rp 33,1 triliun setelah dikurangi realisasi subsidi BBM sebesar Rp 40,9 triliun maka terjadi defisit sebesar Rp 7,8 triliun.

Pada tahun anggaran 2000 (April-Desember 2000) harga minyak mentah Indonesia mengalami kenaikan mencapai USD 28,39/barrel atau 227,5% dibanding harga minyak tahun 1998 sebesar USD 12,48/barrel. Sementara itu nilai tukar Rupiah tahun 2000 mencapai Rp 8.402/USD atau mengalami penguatan menjadi 80,3% dibanding nilai tukar Rupiah tahun 1998 sebesar Rp 10.464/USD, sehingga harga bersubsidi BBM tahun 2000 seharusnya naik menjadi (227,5% x 80,3%) atau 182,7% dari harga bersubsi BBM di tahun 1998. Pemerintah memutuskan kenaikan harga bersubsidi BBM pada tahun 2000 jauh dibawah tingkat kenaikan harga minyak mentah dan faktor pelemahan nilai tukar rupiah tersebut, dimana harga bensin premium hanya dinaikkan menjadi Rp 1.150/liter (115% dari harga 15 Mei 1998), harga minyak tanah menjadi Rp 350/liter (125% dari harga 15 Mei 1998) dan harga minyak solar menjadi Rp 600/liter (109,10% dari harga 15 Mei 1998).

Dengan kenaikan harga bersubsidi BBM tersebut yang jauh dibawah faktor kenaikan harga minyak mentah dan perubahan nilai tukar Rupiah tersebut, maka subsidi BBM pada tahun anggaran 2000 (April-Desember) meningkat menjadi Rp 53,8 triliun atau 131,8% dari subsidi BBM tahun 1999/2000 sebesar Rp 40,9 triliun. Pada tahun 2000 realisasi penerimaan minyak bumi sebesar Rp 50,9 triliun sehingga terjadi defisit penerimaan minyak bumi sebesar Rp 2,9 triliun setelah dikurangi realisasi subsidi BBM.

Pada tahun 2001 harga minyak mentah Indonesia turun menjadi USD 23,89/barrel atau  84,15% dibanding harga minyak mentah tahun 2000 sebesar USD 28,39/barrel. Sementara itu nilai tukar Rupiah tahun 2001 mencapai Rp 10.244/USD atau terdepresiasi menjadi 121,92% dibanding nilai tukar tahun 2000 sebesar Rp 8.402/USD, sehingga faktor kenaikan harga BBM pada tahun 2001 sebesar (84,15% x 121,92%) atau 102,6% dibanding harga BBM tahun 2000. Kali ini pemerintah menaikkan harga bensin premium menjadi Rp 1.450/liter (126,09% dari harga tahun 2000), harga minyak tanah menjadi Rp 400/liter (114,28% dari harga tahun 2000) dan harga minyak solar menjadi Rp 900/liter (150% dari harga tahun 2000). Kenaikan harga BBM tahun 2001 lebih tinggi dibandingkan faktor perubahan harga minyak dan nilai tukar Rupiah karena kenaikan harga tahun 2000 masih jauh dibawah kenaikan harga yang seharusnya jika mengacu pada harga BBM tahun 1993.  Meski telah dilakukan kenaikan harga bersubsidi BBM, namun realisasi anggaran subsidi BBM tahun 2001 masih meningkat yaitu mencapai Rp 68,4 triliun atau 127,1% dari subsidi BBM tahun 2000 sebesar Rp 53,8 triliun. Dengan realisasi penerimaan minyak bumi pada tahun 2001 sebesar Rp 58,9 triliun dikurangi realisasi subsidi BBM sebesar Rp 68,4 triliun maka terjadi defisit sebesar Rp 9,5 triliun.

Bersamaan dengan penetapan harga bersusibdi BBM yang berlaku sejak tanggal 16 Juni 2001, Pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 73 Tahun 2001 tanggal 15 Juni 2001 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri telah menetapkan harga MOPS+5% sebagai acuan harga pasar BBM dalam negeri. MOPS adalah singkatan dari Mean of Platt’s Singapore yaitu harga rata-rata FOB produk BBM yang diperdagangkan di pasar spot Singapore sebagaimana dicatat oleh Platt’s Singapore. Dalam perjalanannya besar penetapan harga BBM ditetapkan sebesar MOPS + Alpha. Besaran Alpha ini setiap tahun dinegosiasikan antara Pemerintah dan PT.Pertamina (Persero).

Dapat disimpulkan bahwa pada akhir pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid realisasi subsidi BBM masih lebih tinggi dibandingkan realisasi penerimaan negara yang berasal dari minyak bumi.
 
Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)

Pada masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tercatat 2 (dua) kali kenaikan harga bersubsidi BBM yaitu pada tanggal 17 Januari 2002 dan tanggal 2 Januari 2003.

Analisis:
Pada tahun 2002 harga rata-rata minyak mentah Indonesia mencapai USD 24,53/barrel atau 102,68% dibanding harga minyak mentah tahun 2001 sebesar USD 23,89/barrel. Nilai tukar Rupiah tahun 2002 sebesar Rp 9.318/USD atau menguat 90,96% dibanding nilai tukar tahun 2001 sebesar Rp 10.244/USD. Dengan demikian maka pada tahun 2002 faktor tingkat kenaikan harga bersubsidi BBM sebesar (102,68% x 90,96%) atau 93,4% dari harga tahun 2001 atau tidak perlu dinaikkan. Namun demikian mengingat kenaikan harga BBM pada periode sebelumnya jauh dibawah tingkat kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan nilai tukar Rupiah serta realisasi anggaran subsidi yang melampaui penerimaan minyak bumi, maka Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bersubsidi BBM pada 17 Januari 2002 untuk bensin premium Rp 1.550 (106,9% dari harga tahun 2001), untuk minyak tanah Rp 600 (150% dari harga tahun 2001) untuk minyak solar Rp 1.150 (127,28% dari harga tahun 2001). Kebijakan kenaikan harga bersubsidi ini berhasil menurunkan subsidi BBM menjadi Rp 31,2 triliun, atau 45,6% dibanding realisasi subsidi BBM tahun 2001 sebesar Rp 68,4 triliun. Realisasi penerimaan minyak bumi tahun 2002 mencapai Rp 47,7 triliun sehingga setelah dikurangi realisasi subsidi BBM terdapat surplus sebesar Rp 16,5 triliun.

Pada tahun 2003 harga rata-rata minyak mentah Indonesia mencapai USD 28,65/barrel atau 116,8% dibanding harga tahun 2002 sebesar USD 24,53/barrel. Sedangkan nilai tukar Rupiah tahun 2003 mencapai Rp 8.577/USD atau 92,05% dibanding nilai tukar tahun 2002, sehingga faktor tingkat kenaikan harga bersubsidi BBM dibanding tahun sebelumnya sebesar (116,8% x 92,05%) atau 107,5%. Pemerintah memutuskan kenaikan harga BBM pada tanggal 2 Januari 2003 untuk bensin premium Rp 1.810/liter (naik 116,67% dari harga tahun 2002), untuk minyak tanah Rp 700/liter (116,67% dari harga tahun 2002) dan untuk minyak solar Rp 1.890 ( 164,35% dari harga tahun 2002). Realisasi subsidi BBM pada tahun 2003 mencapai Rp 30,04 triliun atau sedikit lebih rendah dari realisasi subsidi BBM tahun 2002 sebesar Rp 31,2 triliun. Realisasi penerimaan minyak bumi tahun 2003 mencapai Rp 42,9 triliun sehingga setelah dikurangi realisasi subsidi BBM terdapat surplus sebesar 12,9 triliun.

Pada tahun 2004 harga minyak mentah Indonesia naik mencapai USD 37,18/barrel atau 129,78% dibanding harga minyak mentah tahun 2003 dan nilai tukar rupiah sebesar Rp 8.289/USD atau 96,64% dibanding nilai tukar tahun 2003 sebesar Rp 8.577, sehingga faktor tingkat kenaikan harga bersubsidi BBM tahun 2004 menjadi (129,78% x 96,64%) atau 125,4% dibanding harga bersubsidi BBM tahun 2003. Walaupun demikian pemerintah tidak menaikkan harga bersubsidi BBM pada tahun 2004, sehingga beban subsidi BBM kembali meningkat menjadi Rp 69 triliun atau 229,9% dibanding subsidi BBM tahun 2003 sebesar Rp 30,04 triliun. Realisasi penerimaan minyak bumi tahun 2004 mencapai Rp 63 triliun sehingga setelah dikurangi realisasi subsidi BBM terdapat defisit sebesar Rp 6 triliun.

Dapat disimpulkan bahwa pada akhir pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri realisasi subsidi BBM masih lebih tinggi dibandingkan realisasi penerimaan negara dari minyak bumi.
 
Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009)

Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu I, pemerintah memutuskan 3 (tiga) kali kenaikan harga bersubsidi BBM yaitu pada tanggal 1 Maret 2005 dan tanggal 1 Oktober 2005 serta tanggal 24 Mei 2008 dan 2 (dua) kali penurunan harga bersubsidi BBM yaitu pada tanggal 1 Desember 2008 dan tanggal 15 Desember 2008.

Analisis:
Harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada tahun 2005 mencapai USD 53,44/barrel atau naik 186,5% lebih tinggi dibanding harga minyak tahun 2003 sebesar USD 28,65/barrel. Sementara nilai tukar Rupiah pada tahun 2005 mencapai Rp 9.705 atau terdepresiasi menjadi 113,15% dibanding nilai tukar pada tahun 2003, sehingga faktor tingkat kenaikan harga bersubsidi BBM tahun 2005 menjadi (186,5% x 113,15%) atau 211% dibanding harga BBM tahun 2003. Pada tanggal 1 Maret 2005 Pemerintah memutuskan menaikkan harga bersubsidi BBM dengan rincian harga bensin premium Rp 2.400/liter (132,60% dari harga tahun 2003), harga minyak tanah Rp 2.200/liter (314,3% dari harga tahun 2003), harga minyak solar Rp 2.100/liter (111,11% dari harga tahun 2003).

Pada tanggal 1 Oktober 2005, pemerintah kembali memutuskan kenaikan harga BBM dengan rincian harga bensin premium Rp 4.500/liter (187,5% dari harga 1 Maret 2005), harga minyak tanah Rp 2.000/liter (90,9% dari harga 1 Maret 2005), harga minyak solar Rp 4.300/liter ( 204,8% dari harga 1 Maret 2005).

Kenaikan harga bersubsidi BBM yang cukup tinggi pada bulan Oktober tahun 2005 telah mengakibatkan inflasi pada bulan Oktober mencapai 8,70%. Walaupun sudah menaikkan harga bersubsidi BBM sebanyak 2 (dua) kali dengan tingkat kenaikan tertinggi dalam sejarah kenaikan harga BBM, realisasi subsidi BBM tahun 2005 meningkat menjadi Rp 95,6 triliun atau 138,6% dibanding realisasi subsidi BBM tahun 2004 sebesar Rp 69 triliun. Realisasi penerimaan minyak bumi tahun 2005 mencapai Rp 72,8 triliun sehingga setelah dikurangi realisasi subsidi BBM terdapat defisit sebesar Rp 22,8 triliun.

Harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada tahun 2008 mencapai USD 97,02/barrel atau  181,6% dibanding harga minyak tahun 2005 sebesar USD 53,44/barrel. Sementara nilai tukar Rupiah pada tahun 2008 mencapai Rp 9.706/USD atau relatif sama dengan nilai tukar tahun 2005 sebesar Rp 9.705/USD, sehingga faktor tingkat kenaikan harga bersubsidi tahun 2008 sebesar 181,6% dibanding harga BBM tahun 2005. Pada tanggal 24 Mei 2008 Pemerintah memutuskan menaikkan harga bersubsidi BBM dengan rincian harga bensin premium Rp 6.000/liter (133,33% dibanding harga tahun 2005), harga minyak tanah Rp 2.500/liter (125% dibanding harga tahun 2005), harga minyak solar Rp 5.500/liter (atau 127,9% dibanding harga tahun 2005).

Kemudian pada tanggal 1 Desember 2008 dan dilanjutkan pada tanggal 15 Desember 2008 pemerintah menurunkan harga bersubsidi BBM, sehingga pada akhir 2008 harga bensin premium menjadi Rp 5.000/liter (turun 16,66%), harga minyak tanah tetap Rp 2.500/liter dan harga minyak solar menjadi Rp 4.800/liter (turun 12,73%).

Penurunan harga bersubsidi BBM pada akhir tahun 2008 tersebut diputuskan berdasarkan pada kenyataan bahwa harga minyak mentah Indonesia yang sempat mencapai USD 135/barrel pada bulan Juli 2008 turun menjadi USD 38,45/barrel pada bulan Desember 2008.

Dengan kenaikan harga pada bulan Mei 2008 dan penurunan harga bersubsidi BBM pada bulan Desember 2008, maka realisasi anggaran subsidi BBM tahun 2008 mencapai 139,1 triliun. Realisasi penerimaan minyak bumi pada tahun 2008 mencapai Rp 169,02 triliun sehingga terdapat surplus sebesar Rp 29,92.
 
Untuk mengurangi ketergantungan energi rumah tangga terhadap BBM khususnya minyak tanah maka sejak akhir tahun 2006 pemerintah memutuskan untuk melakukan pengalihan minyak tanah ke LPG. Program ini cukup berhasil menurunkan konsumsi minyak tanah dan menurunkan beban subsidi harga minyak tanah.
 
Ada fakta yang cukup menarik dari program pengalihan minyak tanah ke LPG ini yang ditemukan setelah seluruh wilayah Jabodetabek selesai dilaksanakan program pengalihan diketahui bahwa realisasi pemakaian 1 liter minyak tanah setara dengan 0,25 kg LPG, padahal berdasarkan hasil percobaan dan penelitian menunjukkan 1 liter minyak tanah setara dengan 0,57 kg LPG. Fakta ini setidaknya menunjukkan bahwa lebih dari 50% minyak tanah yang didistribusikan di wilayah Jabodetabek selama ini dinikmati oleh masyarakat yang tidak termasuk kelompok berpenghasilan rendah. Hal ini mengkonfirmasi teori yang menyatakan bahwa suatu komoditi apabila dijual dibawah harga pasar maka akan terjadi misalokasi sumber daya (miss-allocation of resources).
 
Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2009 – 20 Oktober 2014)

Pada tanggal 15 Januari 2009, pemerintah memutuskan penurunan kembali harga bersubsidi BBM setelah sebelumnya secara berturut-turut menurunkan harga bersubsidi BBM pada tanggal 1 dan tanggal 15 Desember 2008, sehingga harga bersubsidi bensin premium menjadi Rp 4.500/liter (turun 10%), harga minyak tanah tetap Rp 2.500/liter dan harga minyak solar menjadi Rp 4.500/liter (turun 6,25%).

Analisis:
Harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada tahun 2009 mencapai USD 61,58/barrel atau turun 36,52% dibanding harga minyak mentah tahun 2008 sebesar USD 97,02/barrel. Sementara nilai tukar Rupiah pada tahun 2009 mencapai Rp 10.400/USD atau terdepresiasi sebesar 7,15% dibanding nilai tukar tahun 2008 sebesar Rp 9.706/USD. Dengan kondisi tersebut pemerintah tidak menaikkan harga BBM pada tahun 2009. Realisasi subsidi BBM tahun 2009 mencapai Rp 45,09 triliun turun 67,62% dibanding realisasi subsidi tahun 2008 sebesar Rp 139,1 triliun.

Jika mengacu pada harga bersubsidi yang diputuskan pada tanggal 1 Oktober 2008, maka harga minyak mentah pada tahun 2011 sebesar 114.97% dibanding harga minyak mentah tahun 2008 dan nilai tukar Rupiah tahun 2011 sebesar 90,42% dibanding nilai tukar tahun 2008, sehingga faktor tingkat kenaikan harga bersubsidi BBM tahun 2011 menjadi (114,97% x 90,42%) atau 103,9%  atau paling tidak sama dengan harga BBM tahun 2008 sehingga harga bensin premium pada tahun 2011 seharusnya naik menjadi Rp 6.000/liter, harga minyak tanah tetap Rp 2.500/liter dan harga minyak solar menjadi Rp 5.500/liter.

Dengan tidak dinaikkannya harga bersubsidi BBM tahun 2011 maka realisasi sementara subsidi BBM tahun 2011 mencapai Rp 165,2 triliun, jauh melampaui anggaran subsidi BBM APBN-P 2011 yaitu Rp 129,7 triliun atau 100% lebih tinggi dibanding subsidi BBM tahun 2010 sebesar Rp 82,3 triliun. 
 
KESIMPULAN:
Dari tinjauan kebijakan harga bersubsidi BBM tersebut diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
 
  1. Harga minyak mentah dan nilai tukar Rupiah merupakan faktor utama yang mendorong pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga bersubsidi BBM. Namun dalam realisasinya keputusan tentang besaran kenaikan harga bersubsidi BBM tidak mengikuti secara linier tingkat kenaikan harga minyak maupun tingkat perubahan nilai tukar Rupiah. Tidak dinaikkannya harga BBM pada tahun 2004 dan tahun 2011 merupakan realitas dalam kebijakan harga bersubsidi BBM walaupun harga minyak pada kedua tahun tersebut meningkat cukup signifikan dan terjadinya defisit yang cukup besar antara penerimaan minyak bumi dengan realisasi anggaran subsidi BBM.
  2. Selain perubahan harga minyak mentah dan perubahan nilai tukar Rupiah, realisasi subsidi BBM yang melampaui realisasi penerimaan minyak bumi merupakan faktor yang dipertimbangkan pemerintah dalam memutuskan kenaikan harga BBM seperti yang terjadi pada tahun 2000 dan tahun 2001 serta tahun 2005.
  3. Penggunaan MOPS (Mean of Platts Singapore) sebagai acuan harga pasar BBM secara formal untuk pertama kali ditetapkan pemerintah pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid melalui Keputusan Presiden No. 73 Tahun 2001 tanggal 15 Juni 2001 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri.
  4. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan Presiden B.J Habibie subsidi harga minyak tanah dan minyak solar relatif lebih tinggi dibandingkan subsidi harga bensin premium. Selanjutnya secara bertahap porsi subsidi harga minyak solar berkurang sampai saat ini, dimana harga bersubsidi minyak solar sama dengan harga bersubsidi bensin premium.
  5. Untuk mengurangi ketergantungan energi rumah tangga terhadap BBM khususnya minyak tanah maka sejak akhir tahun 2006 pemerintah memutuskan untuk melakukan pengalihan minyak tanah ke LPG. Program ini cukup berhasil menurunkan konsumsi minyak tanah dan menurunkan beban subsidi harga minyak tanah. Keberhasilan ini kiranya dapat menjadi pendorong untuk mendiversifikasi BBM ke bahan bakar gas (BBG) maupun LPG (Vigas) sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
Chairil/Dodik/Hamidi, http://www.setneg.go.id

CONFESSIONS OF AN ECONOMICS HIT MAN dan JEJAK KAKINYA DI INDONESIA

John Perkins : CONFESSIONS OF AN ECONOMICS HIT MAN dan JEJAK KAKINYA DI INDONESIA
oleh Daud Ginting pada 20 Juni 2012 pukul 1:02 ·
Buku John Perkins berlabel Confessions of an economic hit man diterbitkan pada tahun 2004 oleh Berrret- Koehler Publisher,Inc, San Francisco,USA. Telah beberapa tahun dipublikasikan tetapi masih menarik untuk dinikmati terutama sebagai bahan permenungan di tengah kehidupan dunia global dewasa ini yang semakin cenderung antipati terhadap Amerika Serikat dan Idiologi kapitalisme yang disanjung-sanjungnya.

Buku ini berisikan cerita pribadi yang memukau tentang peran dan tugas "Economic Hit Man" yang direkrut secara terselubung oleh United States National Security Agency, pekerjaan utama mereka adalah mempromosikan kepentingan "Korporatokrasi", yaitu koalisi pemerintah, bank dan korporasi Amerika Serikat ke berbagai penjuru belahan dunia.
Berdasarkan penuturan John Perkins, dengan mendapatkan gaji yang sangat besar dia berkelana ke Panama, Ekuador, Kolombia, Saudi Arabia, Iran dan Indonesia mengemban misi terselubung korporatokrasi Amerika serikat dengan cara memberi konsultasi program pengentasan kemiskinan (Bantuan Pembangunan).

Dalam kata pengantar buku ini John Perkins menulis, Economics Hit Men (EHM) adalah profesional berpenghasilan tinggi yang menipu negara-negara di seluruh dunia triliunan dolar. Mereka menyalurkan uang dari Bank Dunia, USAID dan organisasi "bantuan" luar negeri lainnya menjadi dana korporasi-korporasi raksasa dan pendapatan beberapa keluarga kaya yang mengendalikan sumber-sumber daya planet bumi ini. Sarana mereka meliputi laporan keuangan yang menyesatkan, pemilihan yang curang, penyuapan, pemerasan, seks, dan pembunuhan. Mereka memainkan permainan yang sama tuanya dengan kekuasaan, sebuah permainan yang telah menentukan dimensi yang baru dan mengerikan selama era globalisasi.

Pekerjaan utama para Economics Hit Man ini adalah menyalurkan pinjaman internasional dan memastikannya bahwa pinjaman itu akan kembali dikemudian hari, kemudian membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman tersebut setelah negara tersebut membayar dana yang dipinjamnya. Melalui metode ini diharapkan negara-negara yang menjadi korban ini selamanya akan memiliki utang kepada kreditor, dan menjadi negara yang akan tetap tunduk terhadap kepentingan Amerika terutama dalam hal mendukung pemberian pangkalan militer, hak suara di PBB, terutama pemberian akses untuk eksploitasi minyak dan sumber daya alam lainnya. Intinya, tugas para economics hit man ini adalah mendorong para pemimpin dunia menjadi bagian dari jaringan luas yang mengutamakan kepentingan komersial Amerika Serikat.

John Perkins di Indonesia

Berdasarkan pengakuan Johns Perkins, dia datang ke Indonesia tahun 1971 dan dalam kunjungan pertamanya di Jakarta dia dapat melihat dengan jelas bagaimana potret kemiskinan Indonesia saat itu. Program pertama yang ingin disosialisaikan dan ditawarkan kepada Indonesia pada saat itu adalah menyelamat Indonesia dari cengkeraman komunis, dan kemudian memberikan bantuan dana serta program pembangunan untuk mendukung Indonesia menjadi sebuah negara modern.

Salah satu program pembangunan yang dirancang dan ditawarkan kepada Indonesia adalah sistem kelistrikan terpadu, dan setelah membantu program tersebut mereka merancang cara mendapatkan minyak dan sumber daya alam lainnya, seiring mengupayakan kapitalisme dan demokrasi semakin jaya. John Hopkins sendiri mengaku bahwa dia sadar bahwa penerapan sistem kapitalisme itu sendiri mengakibatkan suatu negara yang akan dibantu tersebut akan menjadi menyerupai masyarakat feodal zaman pertengahan, yaitu dengan mempergunakan teori ekonomi makro dalam mendesain pertumbuhan ekonomi yang didalamnya akan menjadikan hanya sebagian kecil berada di puncak piramida orang kaya, sedangkan pertumbuhan ekonomi itu sendiri tidak mampu mengentaskan kemiskinan yang sesungguhnya, bahkan mendorong orang miskin yang berada di dasar piramida tersebut semakin miskin.

Inilah sebagian kecil nukilan tentang isi buku John Perkins, Confessions of an economic hit man yang bercerita tentang bagaimana Amerika Serikat memiliki kepentingan terselubung didalam setiap bantuan yang diberikannya kepada negara-negara lain, sehingga akhirnya menjadikan Amerika Serikat yang sebelumnya sebagai sebuah negara yang disegani dan dihormati menjadi sebuah kerajaan yang dibenci dan ditakuti, dan sikap tamak dan ketidakjujuran inilah dianggap sebagai salah satu faktor menyebabkan terjadinya tragedi menara kembar 11 September.
_____________
Daud Ginting
kesainta.blogspot.com

Selasa, 19 Juni 2012

SEKILAS SEJARAH TOR-TOR DAN GONDANG SEMBILAN SERTA ALASAN DIBALIK KLAIM MALAYSIA


Mendengar kantor berita Malaysia, Bernama, mempublikasikan Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Datuk Seri Rais Yatim berencana mendaftarkan dua budaya masyarakat Sumatera Utara Tor-tor dan Gondang sembilan dalam Seksyen  Akta Warisan Kebangsaan  sebagai  salah satu cabang warisan Negara Malaysia menimbulkan reaksi protes keras dari berbagai pihak.
Politikus Partai Demokrat asal Sumatera Utara, Ruhut Sitompul, menilai Indonesia harus bersikap tegas terhadap Malaysia yang selalu mengklaim kebudayaan Indonesia. “Sekali-sekali perlulah kita bom. Biar jadi shock therapy," ujarnya di Jakarta, Minggu, 17 Juni 2012 ketika diwawancari Tempo.
Sebagai pemilik Tor-tor dan Gondang Sembilan, masyarakat Sumatera Utara khususnya dan terutama pemerintah Indonesia wajar memberikan protes terhadap Malaysia jika ingin mengklaim warisan budaya daerah Sumatera Utara ini, namun seperti ungkapan sebuah pepatah yang berbunyi “Tidak ada asap jika tidak ada api”, maka kita juga harus menanggapinya dengan kepala dingin, serta melakukan klarifikasi tentang bagaimana sebenarnya proses yang terjadi sehingga pemerintah Malaysia  berkeinginan mendaftarkan Tor-Tor dan Gondang Sembilan sebagai asset budaya Malaysia.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur telah menghubungi Kementerian Penerangan, Komunikasi, dan Kebudayaan Malaysia terkait isu klaim tari tortor dan alat musik gondang sambilan pada hari senin 18 Juni 2012. Menurut penjelasa koordinator Pemberitaan Kementerian Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Nor Azli, pada hari Kamis 14 Juni 2012 dalam pertemuan antara Menterian Penerangan, Komunikasi, dan Kebudayaan, Rais Yatim, dan Perhimpunan Anak-anak Mandailing, para peserta yang merupakan warga Malaysia keturunan Mandailing meminta pemerintah mengangkat tari tortor dan alat musik gondang sambilan setara dengan budaya lainnya di Malaysia.
Berdasarkan hasil klarifikasi ini, ada sebuah bahan permenungan yang sangat menarik dilakukan, yaitu peranan dan eksistensi warga Malaysia keturunan Mandailing di Malaysia.  Keturunan Mandailing yang telah menjadi warga Malaysia ingin menunjukkan eksistensinya dan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Malaysia, karena dengan diterimanya tor-tor dan gondang sembilan sebagai salah satu warisan budaya Mandailing di Malaysia berarti  warga Malaysia keturunan suku Mandailing yang berasal dari Sumatera Utara mendapat penghargaan karena pemerintah Malaysia akan memberikan perhatian dan bantuan terhadap pelestarian tor-tor dan gondang tersebut.

Warga Malaysia keturunan Mandailing yang berada di negeri jiran ini konon jumlahnya sudah sangat signifikan, mereka sudah berada di Malaysia sejak 100 tahun lalu.  Warga Mandailing sudah turun-temurun berada di Malaysia, mereka  membawa kebudayaan asli Mandailing selama di perantauan dan warga Mandailing di Malaysia meminta kebudayaan-kebudayaan asli itu tetap dilestarikan.
Menurut Abdur-Razzaq Lubis, seorang pakar Mandailing di Malaysia,  orang-orang Mandailing di Semenanjung Melayu datang dari daerah Sumatera Utara yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Mereka eksodus di masa Perang Paderi di abad 19 dulu. Sebagai pengikut Paderi, mereka direpresi kolonial Belanda sehingga terpaksa bermigrasi ke luar dari kampungnya menuju Malaysia.

Dalam makalah berjudul "Mandailing-Batak-Malay: A People Defined and Divided" yang dipresentasikan dalam Konvensi Internasional Cendekiawan Asia di Kuala Lumpur, Agustus 2007, Lubis menyatakan warga keturunan Mandailing ini merantau ke Malaysia dan Singapura.

Istilah Mandailing sendiri ditemukan dalam Nagarakertagama, sebuah epik yang ditulis di zaman Majapahit sekitar tahun 1365. Mandailing disebutkan sebagai salah satu daerah di bawah kekuasaan Majapahit.

Lubis menyebutkan, ada spekulasi Mandailing berasal dari kata Minangkabau "Mande Hiliang" yang berarti "Ibu Hilang". Jadi menarik, karena Minangkabau bersistem matrilineal, sementara Mandailing hari ini bersistem patrilineal.

Di Nagari Pagaruyung, salah satu negeri tertua di Minangkabau, "Mandahiliang" merupakan salah satu dari tujuh jorong. Mandahiliang juga menjadi salah satu suku (semacam marga) di Minangkabau.

Kedekatan Mandailing dengan Minangkabau ini juga tercermin di perantauan Malaysia. Di semenanjung, orang-orang Mandailing ini awalnya hidup di Negeri Sembilan, satu dari sembilan kerajaan di Malaysia. Raja Negeri Sembilan ini merupakan keturunan raja Pagarruyung di Minangkabau. Mereka bekerja sama erat, selain karena berdekatan kampung, juga sama-sama pengikut Islam yang taat.

Di Malaysia, orang-orang Mandailing ini dikenal sebagai pembuat masalah. Perang Pahang yang terjadi pada 1857-1863 pecah karena aksi orang-orang Mandailing ini. Bahkan, setelah Perang Selangor, Sultan Abdul Samad mengeluarkan keputusan menyatakan orang Mandailing sebagai tukang onar yang harus dienyahkan sehingga mereka diusir keluar dari negeri itu.

Awalnya, di bawah administrasi kolonial Inggris, Mandailing dikategorikan sebagai "Melayu Asing" lalu menjadi "Melayu Sumatera" dan kemudian "Melayu Mandeling" dan lama-lama menjadi "Melayu" saja. Tahun 1921, istilah Mandailing benar-benar hilang, dilebur ke "Melayu" namun istilah "Orang Aceh", "Orang Batak" dan "Orang Jawa" tetap ada. Kondisi berbeda terjadi di Indonesia, administrasi kolonial justru memasukkan "Mandailing" sebagai bagian dari Batak.

"Sejarah imperialis dan proses pembangunan bangsa telah berdampak pada orang Mandailing dan penyebaran mereka sehingga terbagi atas dua etnis dan identitas budaya; di Indonesia, Mandailing adalah Batak-Mandailing dan di Malaysia, mereka Melayu," kata Lubis.
Penerimaan Mandailing ke dalam Melayu membuat mereka benar-benar diakui eksistensinya. Dalam artikel Lubis yang lain, "Mandailing-Islam Across Borders" pada tahun 2004, jumlah orang Mandailing di Malaysia lebih dari 30 ribu orang. Mereka tersebar di sejumlah negara bagian seperti Perak, Selangor dan juga Kuala Lumpur, Ibukota Malaysia.

Di perantauan, orang-orang Mandailing membawa kebudayaan mereka. Salah satu yang unik adalah Gordang Sambilan atau Sembilan Gendang.

Di Selangor, orang-orang Mandailing ini berhasil melobi kerajaan untuk menjadikan Gordang Sambilan sebagai alat musik resmi kerajaan. Tahun 2001, Pesta Pulang Pinang di Penang, secara resmi dibuka dengan Gordang Sambilan dan puncaknya, Gordang Sambilan dimainkan di peringatan puncak Hari Kemerdekaan Malaysia pada 31 Agustus 2002.
Komunitas Mandailing di Malaysia meminta saudara mereka di Indonesia memahami usulan soal tari Tor-tor masuk dalam warisan kebudayaan negeri jiran. Salah satu alasannya adalah agar Tari Tor-tor bisa lestari dan mendapat pengakuan negara, tidak hanya dipentaskan di rumah saja.

"Kami sudah 200 tahun di sini, sebelum wujud Malaysia dan Indonesia, kami sudah ada di sini. Kenapa tidak boleh kebudayaan Mandailing ada," ujar tokoh Mandailing di Malaysia, Ramli Abdul Karim Hasibuan, saat berbincang dengan detikcom, Senin (18/6/2012).

Ramli juga mempersoalkan bahasa yang digunakan media di Indonesia soal 'klaim'. Tidak ada yang namanya Malaysia mengklaim tari Tor-tor. Dia bercerita tor-tor merupakan bahasa Mandailing yang artinya tarian-tarian.

Dia bersama 500 ribu warga komunitas warga Mandailing dari berbagai macam marga di Malaysia antara lain Nasution dan Siregar, ingin budaya Mandailing diakui juga oleh pemerintahnya.

"Ini sudah hampir 70 tahun kami perjuangkan. Kemarin 14 Juni ada acara Perhimpunan Anak Mandailing, dan kami meminta kepada yang terhormat Menteri Penerangan supaya kebudayaan Mandailing diangkat sama tingginya dengan budaya China dan India, juga dengan budaya Minang dan Jawa. Saat itu disebutkan akan dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam akta warisan negara, sebagai pelestarian suatu budaya," terang Ramli yang sempat mengajak detikcom berbicara bahasa Mandailing ini.

Ramli menegaskan, tari Tor-tor diusulkan sebagai warisan kebudayaan bangsa bukan berarti diklaim Malaysia, tapi justru agar dilestarikan, dipelihara dan dipertahankan supaya jangan hilang.

"Selepas masuk dalam pelestarian budaya, akan diberi peruntukan budget keuangan bagi kebudayaan ini. Jadi tidak ada niat Malaysia mengklaim milik Malaysia, kalau disebut itu milik Mandailing," jelasnya.

Masyarakat Mandailing sudah selama 200 tahun berkiprah di Malaysia. Mereka tersebar mulai dari wilayah Perak, Selangor, Negeri Sembilan, hingga Kuala Lumpur. Keturunan Mandailing dari marga Nasution dan Siregar bahkan banyak yang menjadi pejabat di pemerintahan Malaysia.

"Kami ingin budaya Mandailing juga diangkat di sini. Kami berpesan kepada saudara kami di Mandailing, kami juga warga Mandailing, kami ingin kebudayaan kami diakui di Malaysia. Tidak ada diklaim, tapi dilestarikan. Bukan hanya sekadar dipentaskan di belakang rumah," tuturnya.

Ramli mengibaratkan dengan kesenian Barongsai yang di era Gus Dur diperbolehkan dipertunjukkan di Indonesia. Tapi kesenian Barongsai itu pun tidak otomatis diklaim menjadi milik Indonesia, sebatas hanya menjadi kebudayaan saja.

"Kami hanya ingin budaya Mandailing di Malaysia dilestarikan," tegas Ramli yang juga editor di harian Utusan Malaysia ini.
SEJARAH  GORDANG SAMBILAN
Alat musik gondang sembilan (sembilan gendang) dan tari tor-tor adalah budaya yang telah lama ada dan dikenal luas di suku Batak dan Mandailing, budaya itu sudah ada sejak 500 tahun lalu di Mandailing.
Alat musik gondang sembilan dan tari tor-tor digelar bersamaan untuk perayaan, hajatan, dan penyambutan tamu yang dihormati.

Pada masa kolonial, kesenian ini menjadi hiburan para raja dan sebagai bentuk perlawanan terhadap serdadu Belanda. Ada bunyi tertentu yang ditabuh, menandakan kedatangan serdadu Belanda. Ketika gondang dibunyikan, masyarakat diminta mengungsi. "Bunyi lainnya meminta masyarakat untuk kembali ke kampung karena serdadu sudah pergi.”

Suku Mandailing pun berbeda-beda dalam menyebut alat musik gondang. Mandailing yang bermukim di wilayah Angkola, Sidimpuan, Tapanuli Selatan, mengenal dengan sebutan gondang 2, sebelumnya disebut gondang 7 di tiga wilayah itu. Hanya di Mandailing Natal yang sebutannya tetap sampai sekarang, gondang 9.

Adanya perubahan sebutan gondang 7 menjadi gondang 2 karena kesenian budaya ini sempat dilarang pada masa penjajahan karena sering digunakan sebagai bentuk perlawanan terhadap kompeni dan  alatnya juga berat untuk dibawa bila mengungsi.
SEJARAH TOR-TOR
Tari tor-tor sawan atau tari cawan diyakini masyarakat batak sebagai salah satu budaya tarian paling tua masyarakat Batak dan merupakan warisan leluhur Bangsa Batak  yang berasal dari Puncak Pusuk Buhit  kawasan Desa Sianjur Mula-mula, Kabupaten Samosir ribuan tahun silam. Orang Batak mempercayai bahwa   keturunan pertama suku Batak yang disebut “Si Raja Batak” berasal dari Pusuk Buhit.
 Tarian ini diyakini memiliki nilai magis dan berawal dari sebuah mimpi seorang Raja Batak keturunan GURU TATEA BULAN, suatu ketika sang raja bermimpi kawasan pegunungan pusuk buhit tempat keturunan pertama si raja batak akan runtuh, akibat mimpi tersebut sang raja  gelisah.
Kemudian sang raja memerintahkan Panglimanya (PANGLIMA ULUBALANG) agar memanggil seorang ahli nujum yang bergelar GURU PANGATIHA untuk menanyakan arti mimpinya. Namun sang Guru Pangatiha mengaku tidak tahu arti mimpi sang raja, akan tetapi Guru Pangatiha meminta supaya raja menggelar sebuah acara ritual yang dinamakan acara membuka debata ni parmanukon atau membuka tabir mimpi.
Oleh Guru Pangatiha, kemudian meminta sang raja agar acara membuka tabir mimpi ini dilaksanakan sebelum bulan purnama tiba atau dalam bahasa batak disebut BULAN SAMISARA. Akan tetapi, untuk membuka tabir mimpi itu jelas-jelas tidak dapat terpenuhi, akan tetapi untuk menangkis hal-hal buruk yang akan terjadi ke daerah kekuasaannya, GURU PANGATIHA menghimbau agar sang raja memanggil seorang sibaso atau dukun perempuan, dimana dukun perempuan yang diyakini masih gadis itu bergelar SIBASO BOLON PANURIRANG PANGARITTARI.
Selanjutnya, oleh dukun perempuan tersebut bersama enam gadis lainnya datang memenuhi panggilan raja untuk membersihkan daerahnya dari mara bahaya, ketujuh gadis tersebut kemudian menari sambil menjingjing sebuah mangkuk atau cawan dikepala masing-masing dengan diiringi alunan musik gondang batak. Dengan tarian barbau mistis, ketujuh gadis itupun menari-nari sambil menyiramkan air dalam sawan/cawan keseluruh arah penjuru desa. Hal ini dimaksudkan untuk mengusir roh-roh jahat yang akan masuk kewilayah kekuasaan raja. Bahwa SIBASO BOLON PANURIRANG PANGARITTARI menari dengan ikat kepala terbuat dari benang tiga warna (merah,hitam dan putih) dan pengikat lain dikitar tubuh.
kesainta.blogspot.com

Sabtu, 16 Juni 2012

Pangkalan Militer Amerika Serikat di ASEAN : Quo Vadis Indonesia?



Facebook 14 Juni 2012 pukul 19:45
               


Asia Tenggara, Wilayah Paling Stabil di Dunia selama 30 tahun (Sumber Photo : Piala Suzuki 2010)

Ya memang Singapura adalah pokok, mile stone di dalam life line of imperialism (Letjen Ahmad Yani, mengenai ancaman Nekolim).

Ada berita yang sayup-sayup terdengar minggu lalu dan kalah gegap gempitanya ketimbang siaran Sepakbola Eropa 2012, kalah mengilapnya dengan pemeriksaan ulang Angelina Sondakh, atau kalah seru daripada ancam-ancaman gebuk Yani-Ruhut. Berita itu adalah ‘Rencana Pembentukan Pangkalan Militer ASEAN’ walaupun agak mendapat sambutan dari para mahasiswa di Makassar yang marah besar mendengar rumor ini dan melakukan demonstrasi penolakan rencana ini, namun dibalik sunyinya berita rencana Pangkalan militer ini terdapat pengaruh besar bagi perkembangan politik Indonesia baik didalam negeri ataupun luar negeri.


 Pasukan Marinir AS ditempatkan di Darwin (Sumber Photo : Okezone.com)
Diterjunkannya ribuan pasukan Marinir AS ke Darwin yang hanya 3.000 km dari Jakarta, datangnya kapal USNS Mercy yang merupakan kapal kesehatan terbesar di Teluk Manado dan rencana latihan gabungan dengan nama sandi CARAT (Cooperation Afloat Readiness and Training) mengundang banyak kernyit orang yang memperhatikan geopolitik Indonesia dewasa ini, ada apa dengan geopolitik Indonesia dan ASEAN?

Beberapa tahun yang lalu tepatnya di tahun 2004, ada isu yang pernah ditanggapi serius Departemen Luar Negeri RI, yaitu : munculnya proposal permintaan pembangunan Pangkalan Militer di Selat Malaka yang kemudian isu itu ditanggapi positif oleh tiga negara ASEAN : Singapura, Thailand dan Filipina kemudian datang penolakan keras dari Indonesia dan Malaysia. Proposal pembangunan Pangkalan Militer ini berkaitan erat dengan alasan terjadinya banyak perompakan di Laut Cina Selatan dan perairan selat Malaka, namun yang menjadi pertanyaan : ancaman perompakan itu bukan merupakan ancaman negara, tapi ancaman kriminalitas yang merupakan tanggungjawab negara yang bersangkutan, pangkalan militer bisa diadakan bila kemudian menjadi persoalan geopolitik serius yang melibatkan banyak negara dan harus memperhatikan kesejarahan dari watak kedaulatan suatu negara. Singapura misalnya yang merasa selalu terancam, Thailand yang sepanjang sejarahnya tidak mengalami perang penjajahan karena memang menjadi ‘buffer state’ atau ‘daerah penyangga jajahan Perancis di Vietnam dan Jajahan Inggris di Malaya sementara Filipina memiliki hubungan dekat dengan Amerika Serikat. – Yang paling getol jelas Singapura, karena selama ini Singapura merupakan wilayah kantong ekonomi paling maju bagi kepentingan Inggris-Amerika Serikat sejak kejatuhan Sukarno 1967.

Penolakan yang keras dari Indonesia membuat Amerika Serikat mengurungkan rencananya, namun tiba-tiba di akhir tahun 2011 datang penempatan pangkalan militer di Australia yang menempatkan ribuan marinir, penempatan pesawat mata-mata dan tentunya jaringan intelijen, sementara Indonesia memiliki kerapuhan rawan konflik separatis di Indonesia Timur. Terlebih permasalahan kepualauan Spratly yang menjadi ajang sengketa banyak negara. Indonesia sendiri masih rawan konflik perbatasan dengan Malaysia, namun yang jelas beberapa kali Presiden SBY secara lihai walaupun agak memalukan, menghindari konflik itu untuk menjauhi jebakan ‘permintaan’ Singapura kepada Amerika Serikat agar negara-nya aman dari konflik Malaysia-Indonesia.

Ada dua negara di ASEAN yang mengalami sejarah kelam akibat konflik geopolitik dan konflik global, Vietnam dan Indonesia. Kedua negara memiliki kesejarahan yang amat mirip : -Merebut Kemerdekaannya sendiri dengan kekerasan senjata-. Vietnam yang awalnya lepas dengan Perancis lewat perang Dien Bien Phu 1954 kemudian diserbu Amerika Serikat yang memancing Sovjet Uni untuk menjadikan ASEAN sebagai Proxy War dalam ‘Perang Dingin 1960-1975’ Pembantaian besar terjadi di Vietnam, Sukarno yang saat itu ingin menjaga wilayahnya juga tak ingin Sarawak, Sabah dan Brunei menjadi mainan politik Inggris, karena rakyat di Kalimantan Utara telah mengirim telegram resmi pada Bung Karno untuk meminta kemerdekaannya sendiri, tapi suara itu kemudian diredam dengan pembentukan Federasi Malaysia, Bung Karno yang awalnya tidak ingin ikut campur malah sengaja dipancing –ujung dari kisah konflik Sukarno dan Federasi Malaysia justru terjadi di Djakarta sendiri saat enam Jenderal berhasil diculik dan dibunuh oleh Perwira Menengah yang kemudian justru menyeret Sukarno dalam pusaran tuduhan terhadap pembunuhan ini, Sukarno jatuh pada tahun 1967. Dalam kejatuhannya itu 3 juta nyawa terbantai pada konflik kelam ditengah masyarakat Oktober-Desember 1965. Juga ratusan ribu orang dipenjara dan dikirim ke kamp-kamp kerja paksa sebagai usaha penggantian total rezim.

Jelas melihat kesejarahan geopolitik ini, kenangan akan sejarah buruk itu amat sensitif bagi Indonesia, lalu bagaimana membaca sejarah wilayah zona aman ASEAN dalam melihat bangunan geopolitik ASEAN dan memeriksa sejauh mana sensitifitas rasa keamanan Indonesia ditilik dari kesejarahan pertahanan keamanan di Asia Tenggara, maka kita bisa memeriksa ini dalam sejarah Indonesia modern 1950-1977.

Doktrin Geopolitik Sukarno

Dalam pembentukan cara pandang politik Indonesia modern ada tiga pemikiran besar yang berebutan tempat dalam mempengaruh fase-fase kemerdekaan, pertama Pemikiran Tan Malaka yang menitikberatkan pada Revolusi Sosial, Kedua Pemikiran Sukarno yang selalu mempersoalkan Geopolitik sebagai landasan modal dalam pembentukan bangsa dan yang ketiga Sjahrir yang menempatkan humanisme universal, politik tanpa batas wilayah dan internasionalisme kemanusiaan sebagai landasan berpikir perjuangan Indonesia.

Dalam perseteruan ini Sukarno merupakan primus inter pares (yang terunggul dari yang unggul). Ia memilih geopolitik sebagai tahapan awal pembentukan sebuah bangsa, geopolitik sebagai alat modal kekayaan wilayah serta menjadikan geopolitik sekaligus sebagai modal sosial dalam membentuk perubahan total terhadap sejarah perkembangan masyarakat.

Sukarno mendasarkan pemahaman geopolitiknya pada pemikir politik Perancis, Ernest Renan (1823-1892) yang selalu disebut-sebut Bung Karno dalam pidato politiknya jika menyinggung sebuah bangsa.

Ce qui constitue une nation, ce n’est pas de parler la même langue, ou d’appartenir à un groupe ethnographique commun, c’est d’avoir fait ensemble de grandes choses dans le passé et de vouloir en faire encore dans l’avenir” (”Apa yang membuat satu bangsa, bukanlah menutur bahasa yang sama, atau menjadi bagian dari kelompok etnografis yang sama, tapi sempat membuat hal-hal besar pada masa lampau dan ingin membuat lagi hal-hal besar pada masa depan”) – inilah kutipan pidato Sukarno yang selalu menyebutkan Renan dalam keabsahan suatu negara, Sukarno juga mampu menjadikan Indonesia sebagai kesatuan imajinasi yang utuh dan seakan-akan menjadi suci, ini juga didasarkan pada pemikiran Ernest Renan : -Man makes holy what he believes. (manusia akan membentuk kesucian terhadap apa yang ia percayai).

 
Bung Karno Dan Mao Tse Tung, 
Peletak Landasan Dasar Garis Jakarta-Peking, 
Geopolitik Dominan di Asia (Sumber Photo : Antara)


Gagasan nasionalisme yang sakral dan penuh dengan gairah sejarah membuat Sukarno perlu melindungi Indonesia dari ancaman potensial, ancaman terbesar Indonesia di awal berdirinya Republik Indonesia memang ancaman ekspansi militer negara asing, kedatangan NICA pada dalam dua kali operasi militer 1947 dan 1948 membuat Sukarno amat sensitif atas geopolitik wilayah, namun Sukarno menyerahkan kebijakan politik yang umumnya bernada diplomasi kepada Sutan Sjahrir, Sukarno mengabaikan gagasan ‘Merdeka 100%’ ala Tan Malaka dengan alasan ‘memperpendek perang’ sekaligus sebagai strategi Sukarno untuk mengeliminir kekuatan kiri yang akan menjegal dia. Sukarno menginginkan kekuatan kiri dikendalikan oleh dia sendiri dalam kerangka yang ia susun kemudian dan tanpa perlu korban dalam menghadapi perang dengan negara asing. Sukarno memerlukan politik diplomasi sebagai tahap awal dalam pembentukan kesatuan wilayah nasional.

 
Bung Karno menerima Peta Asia Centris dari Adinegoro yang diterbitkan 
oleh Djambatan, 1952 (Sumber Photo Djambatan)


Bung Karno sendiri dengan imajinasinya sudah memproyeksikan Indonesia sebagai ‘Kekuatan Asia’ gagasan ini merupakan kelanjutan dari alam bawah pikir Sukarno yang sudah terpola pada masa pendudukan militer Jepang 1942-1945 dimana Sukarno amat terpengaruh dengan doktrin-doktrin geopolitik Jepang dalam penguasaan wilayah. –Pada tahun 1952 Sukarno memberi order kepada wartawan senior, Adinegoro untuk membuat peta dengan ‘Indonesia sebagai pusat Asia’. –Walaupun memang lazim saja sebuah negara menjadikannya sebagai pusat dalam gambar PETA, namun peta yang diinginkan Sukarno adalah Indonesia dan Asia Pasifik diletakkan ditengah, Sukarno sudah menilai kelak dikemudian waktu, Asia Pasifik akan jadi pusat dunia paling maju, paling kaya dan paling fenomenal dalam perjalanan sejarah peradaban modern manusia.

Hasil Konferensi Medja Bundar 1949 yang menyisakan ruang konflik yaitu tidak dilepasnya Irian Barat membuat Sukarno memiliki keuntungan politik menghidupkan kembali kekuatan kiri ekstrim dalam hal ini PKI. Saat itu PKI sudah mengalami kehancuran politiknya sejak ikut-ikutan dalam Front Demokrasi Rakyat 1948 buatan Amir Sjarifuddin dan tokoh tua PKI Muso, lalu PKI juga dihancurkan lewat ‘Operasi 17 Agustus 1951’ dimana Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo yang menyepakati perjanjian rahasia dengan Amerika Serikat dalam pembersihan unsur kiri. –Kehancuran ini menjadikan momentum arah politik Sukarno dalam perebutan Irian Barat menjadi amat penting bagi revitalisasi PKI dan penentuan dalam kongres IV PKI untuk mendekat pada Sukarno yang selama ini dinilai PKI sebagai bagian dari Borjuis Nasional.

 DN Aidit digunakan Sukarno untuk menyuarakan penantangan pada Politik Intervensi AS di Asia Tenggara (Sumber Photo : Harian Rakjat, 1964)

Sukarno sendiri dengan taktis menutupi rencana tujuannya dalam menghidupkan kembali gugatan terhadap Irian Barat dengan memperalat PKI sebagai kekuatan radikal dan omongan-omongan tentang perebutan Irian Barat tidak didengar dari suara langsung Sukarno sendiri untuk menghindari perdebatan dan serangan Belanda serta kelompok pro KMB 1949. Adalah DN Aidit ketua CC PKI pada tahun 1953 sebagai bentuk pemicu awal untuk Indonesia memperhatikan faktor geopolitik, DN Aidit berpidato “Rakyat bersatu membubarkan Uni Indonesia-Belanda dan memasukkan Irian Barat ke wilayah Indonesia”. Ucapan ini seakan-akan jadi mantera pembuka kemauan Sukarno dan politisi lain membubarkan perjanjian KMB serta mempercepat penguasaan Irian Barat, adanya pakta militer di Asia Tenggara juga merupakan bagian dari ancaman perang di Indonesia, Sukarno mendiamkan saja aksi Aidit ini sekaligus menilai keadaan, sementara dari pihak politisi lain kelompok Murba menyerang terus parlemen untuk membatalkan secara sepihak perjanjian KMB. Irian Barat setidak-tidaknya adalah katalisator terpenting dalam pemanasan situasi di wilayah Asia Tenggara.

Konflik geopolitik di Asia Tenggara menjadi rentan ketika Amerika Serikat di tahun 1952 meletakkan landasan doktrin kebijakan luar negeri baru yang anti komunis dan mengoreksi landasan Truman untuk ‘tidak saling mengganggu’ menjadi landasan Eisenhower “Netralitas adalah sebuah kesalahan”. Eisenhower menginginkan bahwa ‘seluruh wilayah di dunia harus masuk ke dalam barisan ‘free world’ (dunia bebas)’, barisan ini juga akan menentukan kemenangan Eisenhower dalam melawan komunisme, taktik pembiaran Truman terhadap Cina dan lebih menginginkan Cina yang satu daripada terpecah-pecah menjadi bumerang sendiri untuk Eisenhower Presiden AS yang menggantikan Truman, karena setelah Cina bersatu dibawah kendali Komunisme Mao, RRC jadi amat sulit dikendalikan dan menjadi wilayah terkuat di Asia, kemenangan RRC atas Nasionalis di tahun 1949 juga menjadikan Asia terancam bukan lagi secara ideologi dengan komunisme tapi juga sudah menjadi realitas militer.

Dibalik aksi Eisenhower yang amat anti komunis dan mendapatkan keuntungan politik atas kesalahan Truman di RRC ada sebuah ‘keinginan terselubung’ untuk menggantikan dominasi Inggris, Perancis dan Belanda di wilayah Asia Tenggara, inilah yang menyebabkan kenapa AS separuh hati membantu Perancis di perang Vietnam-Perancis 1954 tapi mengerahkan ratusan ribu tentaranya secara serius dalam menghadapi Vietnam dengan alasan mencegah Vietnam Utara masuk ke Selatan. –Hasrat keinginan dominasi Amerika Serikat di wilayah Asia Tenggaran inilah yang kemudian dibaca Sukarno pada tahun 1953.

Politik Liberalisme di Indonesia pada era demokrasi parlementer tidak tanggap terhadap perkembangan geopolitik mereka masih ribut soal pembagian kursi kekuasaan di kabinet, soal-soal pembangunan ekonomi dan persoalan yang bagi Sukarno ‘tidak mengundang gairah saya sebagai patriotis’. Perkembangan menjadi semakin menguntungkan bagi Amerika Serikat ketika sejumlah Kolonel membangkang di Sumatera dan meminta Sukarno mengoreksi kebijakannya terhadap Komunis serta memberikan keleluasaan yang besar bagi para perwira di luar Jawa. – CIA menanggapinya ini dengan senang hati dan menjadi alat sekutu bagi mereka, bahkan CIA mengedrop bantuan senjata lewat ‘Operasi Hance’. Bantuan ini tidak begitu digubris oleh PRRI sebagai pemberontak terhadap kekuasaan Sukarno, karena mereka lebih menginginkan bantuan ekonomi, dan lebih mengherankannya lagi ketika agen CIA berhadapan dengan Simbolon, pemimpin pemberontak, foto Sukarno masih tergantung di markas Simbolon, ketika ditanya, Simbolon menjawab “dia masih Presiden kami”.

Sikap mendua ini jelas membingungkan Amerika Serikat, mereka masih belum pasti dalam menguasai wilayah Indonesia lewat intervensi militer dan persekutuan politik, apalagi persoalan Vietnam sudah amat memanas, bila ini dilakukan dua front : Jakarta dan Hanoi maka akan berbiaya tinggi, sementara Eropa belum pulih benar keuangannya. –Amerika Serikat rupanya melakukan politik pembagian wilayah sementara di Asia Tenggara, di Vietnam ia cebur langsung ke dalam pertempuran sementara di wilayah lebih selatan, Amerika Serikat menyerahkan kepada Inggris.

Kegagalannya dalam operasi militer bersama PRRI yang separuh memalukan membuat AS harus mundur teratur sebelum matangnya operasi intelijen, keputusan lebih mementingkan operasi intelijen ketimbang operasi militer menjadi keputusan AS sampai Eisenhower digantikan J.F Kennedy.

Sukarno menanggapi kemunduran aksi militer AS ini dengan menyerang sisa-sisa imperialisme di Belanda, serta memanfaatkan keraguan JF Kennedy terhadap politik intervensi militer di Asia Tenggara, yang juga membuat JFK menekan Belanda. Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah, bahwa apa yang dilakukan JFK merupakan bagian terencana dalam –pengusiran diam-diam Belanda, lalu membiarkan Irian Barat dikuasai Indonesia, sehingga AS tidak akan rikuh lagi menguasai Sumber Daya Alam Irian Barat tanpa harus berhadapan dengan Belanda sebagai ‘sekutu terkuat di Eropa’. –Bila Irian Barat tetapdikuasai Belanda, tentu Belanda tidak akan memberikan konsesi Sumber Daya Alam dengan mudah kepada Amerika Serikat, semudah ketika kelak AS mendapatkan konsesi sumber daya alam pada jaman Orde Baru.

Sukarno bisa dikatakan amat mudah merebut Irian Barat, namun Sukarno mudah terjebak pada konflik dengan Federasi Malaysia yang sebenarnya tidak perlu-perlu amat diperhatikan, apa yang terjadi pada Malaysia merupakan bagian internal negara yang bersangkutan, dan Kalimantan Utara wilayah yang dicaplok Malaysia bukanlah bagian dari negara 17 Agustus 1945, dimana kesepakatan politik bersama saat itu bahwa : “Hanya negara bekas Hindia Belanda yang berubah menjadi Republik Indonesia”. Kesepakatan ini menjadi komitmen kuat untuk Indonesia tidak mengganggu wilayah lain di Asia Tenggara ataupun wilayah Asia Pasifik lainnya. Namun Sukarno masih mengenakan doktrin yang ia ciptakan sendiri yaitu : “Membantu kemerdekaan bagi negara-negara terjajah” sementara bagi Sukarno Sarawak dan Sabah menghendaki Kemerdekaan.

Konflik yang tidak penting ini menjadi amat penting ketika harga diri Sukarno terusik dengan kabar diinjak-injaknya lambang Garuda Indonesia di Istana Perdana Menteri Tun Abdulrachman.

Di titik konflik dengan Malaysia inilah wilayah zona Asia Tenggara memanas, sementara di Vietnam masih dengan pertempuran hebat, di Kamboja terancam pembantaian karena ketidaktegasan kepemimpinan dan di Birma mulai muncul gerakan barisan yang dekat dengan RRC. Inggris dengan cantik memainkan operasi Intelijennya di Indonesia dan dibantu dengan CIA, sepanjang tahun 1964-1965 perang data intelijen meningkat, salah satu akibat perang data intelijen itu adalah timbulnya gerakan aneh Letkol Untung dalam menculik enam Jenderal, bisa dikatakan aneh karena seakan-akan ‘gerakan ini dibuat secara sengaja untuk gagal’. Pasukan penculik yang kemudian setelah membunuhi para Jenderal tidak memiliki alur komando yang jelas, lari ke jalan-jalan ibukota dan tidak mendapatkan makanan, menjadikan pasukan ini seperti tanpa induk semang dan dengan mudah diburu pasukan yang kemudian memihak kepada Mayjen Suharto.

Setelah perburuan dan peringkusan pasukan Untung, di Indonesia terjadi eforia besar yaitu saling bunuhnya antar warga, -banyak kalangan menilai peristiwa saling bunuh Oktober-Desember 1965 ini merupakan tenggang waktu tawar menawar antara Presiden Sukarno dengan Jenderalnya, Mayjen Suharto yang secara de facto sudah mendapatkan realitas kekuaaan ketika menolak perintah pemanggilan Sukarno ke Halim Perdanakusumah 1 Oktober 1965.

Apa yang diinginkan Sukarno dalam geopolitik di Asia Tenggara yaitu menjadikan wilayah Asia Tenggara sebagai ‘pasar tersendiri’ yang bebas dari intervensi pasar asing. Sukarno melihat potensi Asia Tenggara sebagai pemain terkuat sedunia dalam soal ekonomi, dan soal ini bisa terlaksana bila Asia Tenggara memiliki kedaulatannya, sementara itu juga Sukarno percaya Indonesia akan jadi kekuatan terbesar di Asia Tenggara dan menjadi kekuatan nomor dua di Asia setelah RRC. –Sukarno juga menolak pembentukan Pangkalan Militer Asing di Asia Tenggara, ia sendiri mendirikan KIAPMA (Konferensi Anti Pangkalan Militer Asing) tahun 1966 dimana Utami Surjadarma dan Arudji Kartawinata memiliki peran penting dalam menjalin komunikasi antar negara yang menentang penempatan pangkalan militer asing, tapi kemudian sejarah mencatat Sukarno dijatuhkan dengan korban pembantaian yang mengerikan sebanyak 3 juta nyawa.

 Letjen Suharto, Pemain Penting Politik Asia Tenggara Selama 32 Tahun (Sumber Photo : LIFE) ca. 1966, Djakarta, Indonesia --- This is a close up of the fifth Deputy Premiere, Lt. General Soeharto. --- Image by © Bettmann/CORBIS © Corbis. All Rights Reserved.

Setelah kejatuhan Sukarno, muncul kekuatan baru yaitu : -Kekuatan Para Jenderal Angkatan Darat, dibawah pengaruh kuat Letjen Suharto, orang yang ditunjuk Sukarno sebagai penertib keamanan tapi dengan licin mampu mentransformasi surat perintah pengamanan, menjadi surat perintah transfer kekuasaan.

Suharto agak longgar dalam soal politik konsesi sumber daya alam tapi ia memiliki kesamaan persis dengan Sukarno yaitu : -harga mati bahwa tidak boleh ada pangkalan militer asing di wilayah Asia Tenggara apalagi di Indonesia, dalam soal Nasionalisme, Suharto lebih kolot dan konservatif ketimbang Sukarno.

Awalnya ada desakan dari Amerika Serikat dan ditanggapi beberapa perwira intelijen yang senang bahwa Indonesia akan masuk dalam Pakta Militer Asia Tenggara, namun yang terjadi kemudian Suharto mendiamkan pengajuan proposal Pakta Militer itu, Suharto kuatir ikut campurnya pangkalan militer asing akan menjadikan wilayah Asia Tenggara tidak stabil, Suharto yang merasa bisa menghantam Komunis balik menekan pihak Amerika Serikat untuk menjadikan wilayah Asia Tenggara sebagai wilayah zona aman, bebas pangkalan militer asing dan tidak boleh terjadi intervensi antar negara : -Stabilitas adalah ‘kepentingan diatas kepentingan’. Keinginan Suharto yang kuat dan tidak boleh ditawar itu kemudian didukung oleh Malaysia, Suharto saat itu juga masih marah pada Lee Kuan Yew, karena permintaannya lewat utusan Jenderal Soemitro untuk membatalkan penggantungan dua prajurit KKO di Singapura sama sekali tak digubris, bila kemudian Singapura menjadi kuat secara militer dan menjadi basis pangkalan militer maka Singapura adalah ancaman terbesar Indonesia.

 
LB Moerdani, Penebar Jaringan
 Lobi Awal di ASEAN 
(Sumber Photo : Antara)

Pada tahun 1969 lobi-lobi LB Moerdani di Malaysia, perwira intelijen andalan Suharto dan Ali Moertopo melanjutkan jalur lobi yang sudah dibentuk sejak tahun 1967, lobi LB Moerdani ini meluas ke berbagai negara yang menanggapi secara positif permintaan Suharto untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai zona aman.
Hanya saja kemudian Malaysia-lah yang buka suara, Malaysia paling getol mendukung Suharto, karena pengalaman buruknya ketika negara ini terancam diserang Sukarno. Lalu pada tanggal 27 November 1971 terbentuklah apa yang disebut ZOPFAN (Zone of Peace Freedom And Neutrality) Pada tahun 1984 kesepakatan lebih maju yaitu menyatakan wilayah ASEAN harus bebas nuklir.
Konsepsi damai yang ditawarkan Suharto berhasil menciptakan wilayah ASEAN paling stabil di dunia, sepanjang 40 tahun dari kesepakatan itu tidak ada perang sama sekali di wilayah ASEAN kecuali sisa-sisa perang AS dan konflik ideologi di negara Indocina.

Bangkitnya Kekuatan Cina di ASEAN

Kebangkitan ekonomi Cina sudah terjadi lebih dari satu dekade lalu, namun pengakuan secara resmi dari pihak barat nampaknya bermula pada pidato Kevin Rudd di London yang berjudul pada 24 Januari 2012. : Fault Lines in the 21st Century Global Order: Asia Rising, Europe Declining and the Future of ‘The West.’ Ramalan kebangkitan ekonomi Cina dan mundurnya kekuatan ekonomi barat tentunya akan berdampak pada masalah geopolitik.

Pengaruh Cina akan amat terasa di ASEAN apalagi banyak negara ASEAN yang memiliki hubungan historis kuat dengan Cina, dua negara terbesar di ASEAN, Indonesia dan Vietnam memiliki kenangan manis terhadap RRC. Dan kemungkinan besar dari dua negara inilah ditarik garis ASEAN-RRC sebagai garis ekonomi baru yang akan menghancurkan pasar barat di ASEAN.

Penempatan pasukan AS di ASEAN jelas akan mengganggu rencana besar dibentuknya garis ASEAN-RRC serta menghambat stabilitas ASEAN, sementara ada juga yang terancam bila Jakarta dan Ho Chi Minh maju yaitu : Singapura. Selama ini Singapura menikmati kemajuan ekonomi yang pesat ditengah-tengah Asia Tenggara dibawah perlindungan AS dan Inggris.

Munculnya Garis Sukarno dalam Politik Indonesia

Ada yang diperhatikan amat serius dalam konstelasi politik nasional Indonesia oleh CIA dan pihak-pihak yang berkepentingan yaitu : -munculnya kekuatan garis Sukarnois dalam menentukan keputusan konsesi-konsesi atas kontrak pertambangan-. Mereka sudah muncul sebagai gerakan politik, ormas dan masuk ke dalam jaringan kekuatan oposisi, pembicaraan-pembicaraan soal perebutan konsesi yang merugikan Indonesia dalam kontrak-kontrak energi seperti minyak dan gas menjadi permainan politik penting di Indonesia dalam waktu dekat ini, bahkan dua stasiun berita besar di Indonesia : TV One dan Metro TV secara lugas menyampaikan debat-debat soal perebutan konsesi kontrak energi yang dinilai merugikan dan mencaplok kedaulatan bangsa Indonesia. Basis pemikiran mereka adalah keputusan Presiden Sukarno tahun 1960, usulan Chaerul Saleh Juni 1960 dan Keputusan MPRS soal kontrak energi tahun 1960.

 Kurtubi, Analis Perminyakan Nasional Yang Kerap Mengeritik Soal Konsesi dan Pemikirannya Dekat dengan Garis Sukarno (Sumber Photo : Beritabatavia.com)

Bila garis Sukarno memenangkan politik di Indonesia bukan tak mungkin garis Sukarno akan menghidupkan kembali –garis geopolitik : Jakarta-Beijing mengingat bahwa dalam cakupan wilayah garis ini tersimpan kekayaan alam dan kekayaan jumlah manusia yang amat luar biasa, dua kekayaan inilah yang membentuk : Pasar.

Amerika Serikat akan keblingsatan bila garis Sukarno mengajukan usulan penghapusan konsesi padahal sudah berapa trilyun AS, menikmati kekayaan alam Indonesia seperti ucapan Nixon saat menggambarkan kejatuhan Sukarno dan hancurnya komunisme di Indonesia “Indonesia adalah hadiah terbesar (the greatest prize) di wilayah Asia Tenggara.

-Apakah hadiah itu harus lepas? – maka pendirian pangkalan militer Amerika Serikat di ASEAN untuk mengontrol agar jangan sampai terbentuk poros ekonomi ASEAN-RRC adalah perlu agar dominasi AS di ASEAN tidak jatuh ke tangan RRC.

Sampai saat ini persoalan rencana pangkalan militer ASEAN tidak menjadi agenda utama kerja Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, yang merupakan menteri paling buruk kinerjanya sepanjang sejarah Kementerian Luar Negeri Indonesia sejak Indonesia merdeka, tidak seperti Subandrio yang amat lihai memainkan politik diplomasi Internasional sehingga menguntungkan geopolitik Indonesia, atau Mochtar Kusumahatmadja yang mampu mengatur irama perkembangan diplomasi antara Indonesia dengan negara besar secara cerdik dan Alex Alatas yang dengan kemampuan diplomasinya mampu mengulur-ulur waktu soal Timtim agar Suharto tidak kehilangan muka, tampaknya kerja Marty hanya menunggu perkembangan persoalan dan menanggapinya dengan agak malas-malasan, seharusnya Marty mampu menjelaskan kepada masyarakat luas baik pihak DPR atau pers tentang kebijakan luar negeri Amerika Serikat soal rencana pendirian pangkalan militer AS di wilayah ASEAN.

Persoalan pangkalan militer di ASEAN ini juga harus menjadi bahan perhatian serius anggota DPR Komisi I DPR dan jangan hanya memperhatikan soal jual beli senjata saja yang rawan fee makelar, persoalan-persoalan strategis menjadi sangat penting dalam memahami perkembangan geopolitik di Asia Tenggara seiring memanasnya persaingan Amerika Serikat dan RRC dalam lomba kekuatan pengaruh di Asia Tenggara ini.

-Hari Priyantoro-

(*bila ingin mengutip artikel diatas sebagai bahan referensi, sertakan credit title untuk penulis artikel ini).

Bahan Bacaan :

-Tan Malaka : Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia, Harry Poeze

-Catatan-Catatan Arsip Pidato DN Aidit, 1952-1965

-United States in World Affair, Richard F. Stebbins, (New York : Council on Foreign Relations).

-Ernest Renan : Kutipan Pidato Sukarno, 1952

-Intervention : How American became involved in Vietnam (New York, Doubleday, 1986)

-Biografi Sukarno, Cindy Adams, 1966.

-‘Semua bisa diatur, Adam Malik, 1983

- ASEAN and the Problem of Regional Order (Politics in Asia) by Amitav Acharya

-Asian Drama : An Inquiry into the Poverty of Nations., Gunnar Myrdal, Twentieth Century Fund, 1968

-Awakening Giants, Feet of Clay: Assessing the Economic Rise of China and India, Pranab Bardhan