Sekapur Sirih dari kesainta.blogspot.com

Selamat Datang di kesainta.blogspot.com, wahana kerinduan berziarah kedalam relung hati untuk merajut kata demi kata dari keheningan.

Sabtu, 22 Desember 2012

IBU TELAH MENYIAPKAN MAKAN MALAM.


Pada Malam Itu, Ana Bertengkar Dengan Ibunya.Karena Sangat Marah, Ana Segera Meninggalkan Rumah Tanpa Membawa Apapun. Saat Berjalan Di Suatu Jalan, Ia Baru Menyadari Bahwa Ia Sama Sekali Tidak Membawa Uang.
Saat Menyusuri Sebuah Jalan, Ia Melewati Sebuah Kedai Bakmi Dan Ia Mencium Harumnya Aroma Masakan. Ia Ingin Sekali Memesan Semangkuk Bakmi, Tetapi Ia Tidak Mempunyai Uang.

Pemilik Kedai Melihat Ana Berdiri Cukup Lama Di Depan Kedainya, Lalu Berkata: “Nona, Apakah Engkau Ingin Memesan Semangkuk Bakmi?”
“Ya, Tetapi, Aku Tidak Membawa Uang” Jawab Ana Dengan Malu-Malu.
“Tidak Apa-Apa, Aku Akan Mentraktirmu” Jawab Si Pemilik Kedai. “Silakan Duduk, Aku Akan Memasakkan Bakmi Untukmu”.
Tidak Lama Kemudian, Pemilik Kedai Itu Mengantarkan Semangkuk Bakmi. Ana Segera Makan Beberapa Suap, Kemudian Air Matanya Mulai Berlinang.
“Ada Apa Nona?” Tanya Si Pemilik Kedai.
“Tidak Apa-Apa” Aku Hanya Terharu Jawab Ana Sambil Mengeringkan Air Matanya.
“Bahkan, Seorang Yang Baru Kukenal Pun Memberi Aku Semangkuk Bakmi ! Tetapi… Ibuku Sendiri, Setelah Bertengkar Denganku, Mengusirku Dari Rumah Dan Mengatakan Kepadaku Agar Jangan Kembali Lagi. Kau, Seorang Yang Baru Kukenal, Tetapi Begitu Peduli Denganku Dibandingkan Dengan Ibu Kandungku Sendiri” Katanya Kepada Pemilik Kedai.
Pemilik Kedai Itu Setelah Mendengar Perkataan Ana, Menarik Nafas Panjang Lalu Berkata:
“Nona, Mengapa Kau Berpikir Seperti Itu? Renungkanlah Hal Ini, Aku Hanya Memberimu Semangkuk Bakmi Dan Kau Begitu Terharu. Ibumu Telah Memasak Bakmi Dan Nasi Untukmu Saat Kau Kecil Sampai Saat Ini, Mengapa Kau Tidak Berterima Kasih Kepadanya? Dan Kau Malah Bertengkar Dengannya.”
Ana Terhenyak Mendengar Hal Tsb.
“Mengapa Aku Tidak Berpikir Tentang Hal Itu? Untuk Semangkuk Bakmi Dari Orang Yang Baru Kukenal , Aku Begitu Berterima Kasih. Tetapi Kepada Ibuku Yg Memasak Untukku Selama Bertahun-Tahun, Aku Bahkan Tidak Memperlihatkan Kepedulianku Kepadanya. Dan Hanya Karena Persoalan Sepele, Aku Bertengkar Dengannya.
Ana Segera Menghabiskan Bakminya, Lalu Ia Menguatkan Dirinya Untuk Segera Pulang Ke Rumahnya. Saat Berjalan Ke Rumah, Ia Memikirkan Kata-Kata Yg Harus Diucapkan Kepada Ibunya.
Begitu Sampai Di Ambang Pintu Rumah, Ia Melihat Ibunya Berwajah Letih Dan Cemas. Ketika Bertemu Dengan Ana, Kalimat Pertama Yang Keluar Dari Mulutnya Adalah
“Ana, Kau Sudah Pulang. Cepat Masuklah, Ibu Telah Menyiapkan Makan Malam. Makanlah Dahulu Sebelum Kau Tidur. Makanan Akan Dingin Jika Kau Tidak Memakannya Sekarang”
Pada Saat Itu Ana Tidak Dapat Menahan Tangisnya. Ia Pun Menangis Di Pelukan Ibunya.

Rabu, 19 Desember 2012

TAPLAK MEJA KENANGAN



Pada tahun 1960-an ada seorang pendeta muda yang setia melayani walaupun kondisi jemaatnya sangat sederhana dengan bangunan gereja yang sudah sangat buruk dan salah satu sisi dindingnya berlubang cukup besar akibat badai. Ia hanya berdoa untuk perbaikan dinding gereja tersebut.

Suatu siang ia pergi ke tempat pelelangan dan membeli sehelai taplak meja berenda yang berwarna keemasan. Tidak ada orang yang tertarik dengan taplak tersebut karena ukurannya sangat besar. Namun pendeta ini berpikir bahwa taplak itu akan berguna untuk menutup lubang di dinding gerejanya. Ia berhasil membelinya dengan harga 6 dolar dan pulang dengan hati gembira.


Ketika tiba di halte bus dekat gereja, ia berhenti karena melihat seorang wanita tua yang menggigil kedinginan. Ia menghampiri wanita itu, memperkenalkan diri dan menawarkan tempat istirahat di gereja untuk menghangatkan badannya. Wanita itu menerima ajakan sang pendeta dengan senang hati.


Setelah mempersilakan wanita itu duduk, ia langsung menutup lubang di dinding gerejanya dengan taplak meja tersebut. Karena sudah merasa cukup hangat, wanita itu menghampiri sang pendeta dan ia terpaku ketika melihat taplak tersebut.


“Kain itu mengingatkanku akan taplak meja milikku yang diberikan oleh suamiku,” katanya dengan suara lirih. Sambil menangis ia mengamati taplak meja itu dan melihat apa yang tersulam di bagian sudutnya. “Ini inisialku,” katanya dengan yakin.


Kemudian ia menceritakan bahwa sebelum Perang Dunia II, ia adalah seorang wanita kaya di Wina, Austria. Perang menyebabkan ia harus kehilangan keluarga dan hartanya. Ia baru saja melamar pekerjaan sebagai pengasuh anak, tetapi gagal. “Mungkin aku terlalu tua,” katanya putus asa.


Ketika usai kebaktian sore, banyak jemaat yang mengomentari taplak meja tersebut. Seorang pria seakan terhipnotis oleh taplak meja itu, lalu menghampiri sang pendeta dan menceritakan bahwa dulu ia pernah memberikan taplak serupa kepada istrinya.


“Aku dulu tinggal di Wina sebelum Hitler menyatakan perang. Dalam suasana kacau seluruh keluargaku menghilang. Aku mencari mereka, namun mereka dinyatakan meninggal. Aku tidak sanggup tinggal di Wina sehingga memutuskan untuk menetap di Amerika.”


Singkat cerita, akhirnya pria itu bersatu kembali dengan istrinya. Setelah bertahun-tahun berpisah, mereka dipersatukan oleh taplak meja yang pernah menghiasi hidup mereka.


Apa pun dapat membuat kita lupa atau terpisah dengan orang yang kita kasihi. Perang, kesalahpahaman, uang, harta, warisan, keegoisan, cemburu, sifat yang tidak mau mengalah, kekerasan hati, kekecewaan, penganiayaan, kelaparan, dan sebagainya. Namun hanya satu yang dapat mempersatukan kita kembali,
yaitu kasih!