Minggu, 07 September 2014

Mafia MIGAS ?



Mafia migas konon merupakan mafia tertua di
dunia. Mafia migas dalam cerita ini adalah
perantara (trader) antara pemasok-pemasok
minyak mentah untuk Pertamina melalui anak
perusahaannya, Pertamina Energy Trading
Limited (PETRAL). Bos dari perantara itu oleh
kalangan bisnis Singapura disebut Gasoline
Father, yaitu Mr. Mohammad Reza Chalid dari
Global Energy Resources (GER).

Banyak kalangan menuding tendernya kurang
transparan. Ada permainan fee sampai milyaran.
”Permainan tetap ada selagi Indonesia masih
membeli dengan harga spot, yg bisa dibeli
sewaktu-waktu dalam jumlah besar” kata pakar
manajemen Rhenald Kasali (Tabloid PRIORITAS
Edisi 8 / 5 – 11 Maret 2012).

Sebenarnya DR. Rizal Ramli (RR) sudah lama
mensinyalir adanya mafia tersebut. Dalam
bukunya yang berjudul “Menentukan Jalan Baru
Indoensia” (April 2009) menyebut MR. Teo
Dollars yang pendapatan perharinya mencapai
USD 600 ribu (Rp. 6 miliar) dan menyetor ke
oknum-oknum tertentu di Pemerintahan RI.
George Aditjondro lebih gamblang menulis
beberapa anggota keluarga besar SBY yang
dibantu oleh kroni-kroni mereka memiliki bisnis
impor ekspor minyak mentah. Jika dulu Riza
(Global Energy Resources) membayar premi
kepada keluarga Cendana, maka sekarang ia
membayar komisi ke kelompok Cikeas sebesar 50
sen dollar per barrel.

Jadi kalau ekspor kita 900 ribu barrel perhari,
maka yang masuk ke keluarga SBY diperkirakan
mencapai USD 450.000 perhari ditambah bonus
boleh mengekspor minyak mentah sebesar 150
barrel setiap hari. Keberadaan sindikat Cikeas ini
mendorong Karen Setiawan (Dirut Pertamina)
mengancam untuk meletakkan jabatan karena
tidak tahan menghadapi tekanan Cikeas. ( George
Junus Aditjondro dalam buku ‘Cikeas Makin
Menggurita’ hal 67-68).

DR. Rizal Ramli dalam sebuah pidato tgl 24 April
2008 menolak kenaikan harga BBM kecuali
pemerintah berani membabat Mafia Migas
tersebut.

Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengaku risih
dengan sorotan publik atas PETRAL. ”Perlu ada
perbaikan di tubuh anak perusahaan PERTAMINA
itu supaya tak lagi dijadikan tempat korupsi dan
sarang permainan para mafia minyak,” kata
Dahlan Iskan. (Tabloid PRIORITAS, Edisi 8/05-11
Maret 2012 i).

Hubungan Mafia Minyak dengan Pertamina.
Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan
pemberitaan tentang PETRAL yang hendak
dibubarkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan,
tapi ternyata batal dan bahkan sekarang semakin
eksis. Dari dulu PETRAL disebut-sebut sebagai
‘sarang’ korupsi puluhan triliun mulai dari jaman
Orba/Suharto sampai sekarang. Anehnya tidak
pernah bisa disentuh.

PETRAL atau Pertamina Trading Energy Ltd
merupakan Perseroan Terbatas anak perusahan
Pertamina yang bergerak di bidang perdagangan
minyak. Saham PETRAL 99.83% dimiliki oleh PT.
Pertamina dan 0.17% dimiliki oleh Direktur
Utama PETRAL, Nawazir sesuai UU / CO
Hongkong
Tugas utama PETRAL adalah menjamin supply
kebutuhan minyak yang dibutuhkan Pertamina /
Indonesia dengan cara membeli minyak dari luar
negeri. Saat ini PETRAL memiliki 55 perusahaan
yang terdaftar sebagai mitra usaha terseleksi.
Pengadaan minyak untuk PETRAL dilakukan
secara tender terbuka. Namun PETRAL juga
melakukan pengadaan minyak dengan pembelian
langsung. Alasannya, ada jenis minyak tertentu
yang tidak dijual bebas atau pembelian minyak
secara langsung dapat lebih murah dibandingkan
dengan mekanisme tender terbuka.
Tahun 2011 PETRAL membeli 266,42 juta barrel
minyak. Terdiri dari 65,74 juta barrel minyak
mentah dan 200,68 juta barrel berupa produk.
Harga rata-rata pembelian minyak oleh PETRAL
adalah USD 113,95 per barel untuk minyak
mentah, USD 118,50 untuk premium, USD
123,70 untuk solar. Total pembelian minyak
PETRAL adalah USD 7.4 milyar untuk minyak
mentah dan USD 23.2 milyar untuk bensin/solar.
Total US$ 30.6 milyar atau setara dengan Rp.
275.5 triliun per tahun. Itulah jumlah uang yg
dikeluarkan Pertamina/negara untuk impor
minyak. Sekali lagi, uang Pertamina/negara yang
dikeluarkan untuk membeli minyak impor
melalui PETRAL pada tahun 2011 adalah sebesar
Rp. 275.5 triliun. Jumlah uang yang luar biasa
besar dikeluarkan negara untuk membeli minyak
impor melalui PETRAL. Hal ini tentu saja ‘tidak
pernah luput dari mafia’.

Mafia minyak yang disebut-sebut menguasai dan
mengendalikan PETRAL adalah Muhammad Riza
Chalid. Riza diduga menguasai PETRAL selama
puluhan tahun. Di samping Riza, dulu Tommy
Suharto juga disebut-sebut sebagai salah satu
mafia minyak. Perusahaan Tommy diduga
melakukan mark up atau titip US$ 1-3/barel.
Kita sudah tahu siapa Tomy Suharto, tetapi
siapakah Muhammad Riza Chalid ? Dia adalah
WNI keturunan Arab yang dulu dikenal dekat
dengan Cendana (rumah keluarga Suharto). Riza,
pria berusia 53 tahun ini disebut-sebut ssebagai
‘penguasa abadi’ dalam bisnis impor minyak RI.
Dulu dia akrab dengan Suharto. Sekarang
merapat dengan SBY.

Riza disebut-sebut sebagai sosok yang rendah
hati, tapi siapapun pejabat Pertamina termasuk
Dirut Pertamina akan gemetar dan tunduk jika
ketemu dengan dia. Siapapun pejabat Pertamina
yang melawan kehendak Riza akan lenyap alias
terpental. Termasuk Ari Soemarno, Dirut
Pertamina yang dicopot jabatannya. Ari
Soemarno dulu terpental dari jabatan Dirut
Pertamina gara-gara hendak memindahkan
PETRAL dari Singapura ke Batam. Riza tidak
setuju. Ari selanjutnya dipecat. Jika PETRAL
berkedudukan di Batam / Indonesia tentu
pemerintah dan masyarakat luas lebih mudah
mengawasi operasional PETRAL yang terkenal
korup. Rencana Ari Soemarno ini tentu dianggap
berbahaya. Bisa menganggu kenyamanan ‘Mafia
Minyak’ yang sudah puluhan tahun menikmati
legitnya bisnis minyak.

Para perusahaan minyak dan broker minyak
internasional mengakui kehebatan Riza sebagai
‘God Father’ bisnis impor minyak Indonesia. Di
Singapura, Muh Riza Chalid dijuluki sebagai
‘Gasoline God Father’. Lebih separuh impor
minyak RI dikuasai oleh Riza. Tidak ada yang
berani melawannya. Beberapa waktu lalu Global
Energy Resources, perusahaan milik Riza pernah
diusut karena temuan penyimpangan laporan
penawaran minyak impor ke Pertamina. Tapi
kasus tersebut hilang tak berbekas dan para
penyidiknya diam tak bersuara. Kasus ditutup.
Padahal itu diduga hanya sebagian kecil saja.
Global Energy Resources milik Riza itu adalah
induk dari 5 perusahan, yakni Supreme Energy,
Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan
Cosmic Petrolium yang berbasis di Spore &
terdaftar di Virgin Island yang bebas pajak.
Kelima perusahaan itu merupakan mitra utama
Pertamina. Kelompok Riza cs ini juga yang
diduga selalu menghalangi pembangunan kilang
pengolahan BBM dan perbaikan kilang minyak di
Indonesia. Bahkan penyelesaian PT. TPPI yang
menghebohkan karena telah merugikan negara,
juga diduga tidak terlepas dari intervensi
kelompok Riza cs. Riza cs mengatur sedemikian
rupa agar negara RI tergantung oleh impor
bensin dan solar. INGAT…! Impor bensin & solar
kita 200 juta barel per tahun. Riza cs ini
sekarang berhasil mengalahkan Dahlan Iskan.
Skor 3 : 0 untuk Mafia Minyak. Dahlan Iskan
keok. Pertama Dahlan gagal bubarkan PETRAL.
Kedua gagal memindahkan PETRAL ke Indonesia
dan ketiga gagal mencegah orang-orang yang
menjadi boneka Riza cs menjadi direksi di
Pertamina. Dahlan Iskan mengalah. Janji Dahlan
Iskan untuk mengalahkan BUMN Malaysia,
apalagi PETRONAS dalam 2 tahun itu menjadi
hanya mimpi. Di Pertamina saja Dahlan sudah
takluk dengan Cikeas.
Siapa Riza cs itu ? Orang yang disebut-sebut
berada di belakang Riza adalah Bambang
Trihatmodjo, Rosano Barrack dst. Mereka adalah
keluarga dan Genk Cendana. Sekarang Genk
Cendana berhasil menundukkan Cikeas dan
Dahlan Iskan. Semua Direksi Pertamina sekarang
adalah Pro Mafia Minyak PETRAL. Bukan hanya
PETRAL yang menjadi ‘boneka’ Riza cs, tetapi juga
Pertamina. Kenapa bisa terjadi seperti itu ? Ada
informasi lebih yang ‘menyeramkan’. ‘Aksi jalan
tol’ Dahlan Iskan beberapa hari lalu disebut oleh
teman-teman saya sebagai kompensasi frustasi
Dahlan menghadapi hegemoni Mafia Minyak.
Sejak Dahlan Iskan meneriakkkan ‘Bubarkan
PETRAL ‘, mafia minyak ini bergerak cepat. Lalu
melakukan konsolidasi. Masuk ke Cikeas, Istana
& Lap Banteng (Depkeu).

Bagaimana caranya Riza cs menusuk Istana,
Cikeas dan Lapangan Banteng ? Sumber saya
menyebutkan, Riza dekat dengan Purnomo Y dan
Pramono Edhie Wibowo (adik Ny. Ani SBY) sejak
Edhie masih di Kopassus. Purnomo yang Menteri
ESDM & Edhie ssbagai pintu masuk Riza cs ke
Cikeas. Riza cs ini sering berkunjung ke Cikeas
untuk mengamankan praktek mafia di impor
minyak Pertamina. Tentu saja tidak ada makan
siang yang gratis. Selain di jajaran elit politik,
Riza cs juga sangat dekat dengan Wakil Dirut
Perusahaan hulu Migas dan Syamsu Alam yang
General Managernya Purnomo Yusgiantoro
sewaktu masih menjabat sebagai Menteri ESDM
bertugas mengamankan kontrak-kontrak
pembelian minyak impor dari mafia minyak ini.
Dahlan Iskan yang meminta Pertamina membeli
minyak secara langsung, justru ditantang oleh
Direksi Pertamina,bahwa Pertamina harus
membeli via broker. Dahlan Iskan ‘bengong’
tidak bisa berbicara mendengar ucapan Direksi
Pertamina. Dia bertekad membenahi Pertamina
ternyata mentok sampai di situ. Dahlan Iskan
ternyata KO berhadapan dengan Mafia Minyak RI
yang dikomandani Riza. Ini bisnis ratusan triliun
per tahun. Dahlan iskan tidak kuat melawannya.
Kembali ke Riza. Nama Riza tidak tercantum
dalam akte Global Energy Resources..Holding
perusahaan broker minyak milik Riza itu. Dalam
akte Global, yang tercatat adalah Iwan Prakoso
(WNI), Wong Fok Choy dan Fernadez P. Charles.
Tapi sesungguhnya Riza adalah pemiliknya.
Untuk memperkuat posisi Riza cs di Pertamina,
sebagian Direksi Pertamina yang kurang setuju
dengan pembelian minyak via broker diganti
kemarin. Sekarang semua Direksi Pertamina yang
ada merupakan kelompok pendukung Riza (sang
Mafia Minyak dengan dukungan penuh Istana,
Cikeas dan Menko). Bukan hanya impor minyak
saja Riza cs berkuasa. Dalam pembelian atau
penampungan batu bara minyak dari Pertamina
Riza juga berkuasa. Pembelian batu bara minyak
dari Pertamina dilakukan oleh Orion Oil dan
Paramount Petroleum milik Riza Cs. Riza betul-
betul penguasa minyak RI.

Dulu ada broker besar lain ingin mendapatkan
jatah impor minyak dari PETRAL/Pertamina. Dia
bersama kakak tertua Ani SBY datang ke Spore.
Dirut PETRAL menyambut kedatangan pengusaha
itu. Intinya PETRAL siap berikan ‘jatah’ ke
pengusaha itu. Tetapi kemudian Riza mendatangi
Wiwiek. Riza disebut-sebut memberikan US$
400,000 kepada wiwiek agar tidak perlu
membantu pengusaha itu. Dan Wiwiek pun
setuju. Apa yg menjadi motiv SBY sampai bisa
dikoptasi oleh mafia minyak ? Apa dealnya ?
Bagaimana modusnya ? Bagaimana langkah
Dahlan Iskan menghadang mereka ?
Ini kisah panjang tentang mafia minyak yang
selama ini tidak pernah tersentuh. Salah satu
skenario mafia minyak yang berkolaborasi
dengan SBY adalah melalui resufle kabinet tahun
2011 lalu. Ada titipan mafia minyak via tangan
SBY. Purnomo Yusgiantoro yang sudah terlibat
sejak sekian lama digeser menjadi Menhan. Jero
wacik yang demokrat tulen loyalis SBY sebagai
penggantinya.

Bahaya jika Purnomo Y tetap dipertahankan
sebagai Menteri ESDM. Nanti info bisa bocor ke
Mega, JK atau pihak lain. Konspirasi baru ini
harus Top Secret. Meski sebenarnya Purnomo Y
lah yang menjjadi biang dari semua permainan
mafia minyak itu. Namun, sesuai sifat SBY, dia
ingin menguasai semua. Dengan Jero Watjik
sebagai Menteri ESDM, perampokan mafia
minyak ini akan tertutup rapat. Hanya Cikeas,
Menko Ekonomi, MenESDM, Pertamina &
PETRAL.

“Bermain” di minyak ini luar biasa enak. Korupsi
uang APBN tidaklah seberapa. BUMN-BUMN ini
jauh lebih merugikan negara, tetapi lebih aman
& mudah. Uang korupsi minyak yang mencapai
puluhan triliun ini tidak masuk ke Indonesia,
melainkan ke rekening-rekening di Hongkong,
Singapura & Swiss. Ditarik ke RI hanya jika
diperlukan. Tentu saja uang ratusan juta itu
utamanya dicairkan dan ditarik saat menjelang
Pemilu dan Pilpres. Untuk membiayai kampanye
dan money politic. Jadi tidak heran jika SBY bisa
mempunya dana kampanye belasan triliun untuk
memenangkan Pemilu dan Pilpres 2009 kemarin.
Pada jaman Orba setiap ekspor minyak (bukan
impor lho), mafia minyak yang dibeking
penguasa bisa “titip atau kutip” US$ 1- 3 / barel.
Ketika RI mulai impor ( di jaman Orba juga)
mafia minyak juga kutip dan titip sekian dollar
juga. Ekspo & impor minyak ada titipan. Bahkan
untuk biaya pengangkutan minyak dengan kapal
tanker pun ada mark up yang merugikan negara
puluhan juta dollar per tahun. Dari dahulu
sampai sekarang, pengangkutan minyak
Indonesia masih dikuasai oleh pemain lama,
yaitu Humpuss Intermoda (Tommy Suharto) Cs.
Kembali ke PETRAL, jika pembelian minyak kita
total 266 juta barel tahun 2011, asumsikan saja
ada titipan USD 3/barel = US$ 798 juta/tahun.
US$ 798 juta itu equivalen dengan Rp. 7.2
triliun uang negara yang dirampok oleh mafia
minyak. Uang itu dibagi-bagikan oleh mafia itu
kepada penguasa. Pada tahun 2009 saja pernah
disebut-sebut ada setoran ratusan juta USD dari
mafia minyak kepada SBY untuk membantu
Pemilu dan Pilpres SBY. Korupsi dari impor
minyak ini sangat luar biasa. Sudah terjadi sejak
tahun 1969 dan terus dipertahankan oleh
penguasa karena dijadikan sumber dana politik.
Di samping dijadikan dana politik tentu saja
untuk mengisi kantong pejabat-pejabat tertinggi
di negara ini. Ratusan turunan tidak akan habis,
bahkan cenderung bertambah. Karena mafia
minyak ini sangat dekat dengan kekuasaan, maka
kita dapat melihat benang merahnya. Bahkan
belakangan ini hubungan makin mesra antara
mafia dengan Cikeas, Muhamad Riza Chalid,
Bambang Trihatmodjo, Rosano Barack cs dengan
SBY, Pramono Edhie, Cikeas, Hatta R, Karen cs.
Sumber-sumber saya menyebutkan Riza dalam
sebulan terakhir ini rajin mengikuti rapat di
Cikeas, Istana dan kantor Menko Ekonomi.
Apakah ada deal-deal khusus ?

Modus korupsi mafia minyak ini juga terjadi
dengan ‘penipuan’ yang dilakukan oleh mafia
minyak terhadap kualitas & jenis minyak yang
diimpor Pertamina. Kilang minyak kita itu
disetting hanya bisa mengolah minyak produksi
Afrika dan Timur Tengah.

Pernah dengar kasus minyak ZATAPI yang diusut
TEMPO ? Nah, mafia minyak ini seolah-olah
impor minyak dari Afrika dan Timteng. Padahal
minyak yang dibeli dari sana hanya sepertiga
atau seperempatnya saja. Sisanya dua pertiga
atau tiga perempat dibeli mafia minyak ini dari
produsen / broker minyak yang lain.
Transaksinya di tengah laut untuk memenuhi sisa
kapasitas. Kualitas minyak yang dibeli ‘secara
gelap’ di tengah laut itu tentu lebih rendah
dibanding yang tercantum di BL atau dokumen-
dokumen pengangkutan kapal. Contohnya, satu
kapal tangker full capacity nilai minyak sebesar
US$ 80-110 juta. Di BL tercantum nilai tersebut
berikut kuantitas cargonya.
Dengan modus pengisian hanya sopertiga atau
seperempat dari kapasitas, mafia minyak
tersebut mencampur minyak dengan kualitas
rendah dengan harga 20-30% lebih rendah.
Berapa untung yang dikeruk oleh mafia minyak
ini dgn modus pencampuran ? Mari kita hitung
dengan cara sederhana. Asumsikan nilai impor
minyak per kapal tanker USD 100 juta per
shipment. Kapal dimuat dengan 25% minyak
yang sesuai dengan BL impor.
Asumsikan saja harga minyak impor tersebut
sesuai BL USD 100 / barel. Jika 75% minyak
kualitas rendah yang dibeli di tengah laut itu =
USD 70/barel. Maka keuntungan mafia minyak
USD 75 juta x 30% = USD. 22.5 juta atau Rp.
210 milyar per shipment. Inilah modus yang
pernah terbongkar. Nah, sekarang silahkan
rakyat sendiri yang menghitung kerugian negara
akibat mafia minyak jika nilai impor minyak kita
tahun 2011 = Rp. 275 Triliun. Ada berapa ratus
shipment /kapal tanker yang unloading minyak di
RI setiap tahun ? Berapa puluh kapal yang
melakukan proses pencampuran ini ?
Intinya banyak modus yang dipakai oleh Mafia
Minyak tersebut. Mereka tahu bahwa
perampokan ini perlu dibeking oleh penguasa
tertinggi republik ini. Dan mafia minyak ini juga
telah memasang kaki di mana-mana. Termasuk
investasi politik kepada calon-calon presiden
yang berpotensi maju di 2014 mendatang. Mafia
minyak ini hanya bisa dibasmi dengan 2 cara,
yakni revolusi rakyat terhadap regim SBY yang
sekarang atau pilih presiden RI yang bebas
kooptasi mafia.
Uang negara kita yang dipungut dari pajak rakyat
& penjualan sumber daya kekayaan alam kita
(yang makin menipis karena dirampok) dikorup
oleh mafia. Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN
tidak akan bisa berkutik melawan mafia minyak
ini, jika rakyat tidak mendukungnya. Dia juga
takut dipecat oleh SBY. Terbukti Dahlan Iskan
terpaksa memberhentikan komisaris-komisaris
dan direksi-direksi Pertamina yang anti mafia
minyak. Sekarang Pertamina 100% menjadi
hamba mafia. Dahlan sendiri hati nuraninya
mungkin menjerit, tetapi apa daya kuasa tak ada.
Rakyat juga menjerit, tetapi tak berdaya karena
tidak menurunkan penguasa.

(Courtesy : https://www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id/msg41689.html )