Sekapur Sirih dari kesainta.blogspot.com

Selamat Datang di kesainta.blogspot.com, wahana kerinduan berziarah kedalam relung hati untuk merajut kata demi kata dari keheningan.

Minggu, 29 September 2013

GAYA HIDUP IMAJINASI (IMAGOLOGI)

Dalam dunia pemasaran atau MARKETING, pen-citra-an merupakan salah satu strategi untuk membangun marwah sebuah "merek". Langkah ini dilakukan agar nama atau merek sebuah produk "nancap" atau melekat dalam benak maupun persepsi publik. Agar sebuah nama memiliki tempat khusus dan dipuja oleh calon konsumen dilakukan dengan berbagai upaya, baik dengan mempergunakan strategi maupun taktik yang dikenal dengan "Branding".

Dewasa ini pencitraan bukan hanya monopoli sebuah produk yang dihasilkan sebuah perusahaan bisnis. Untuk dapat eksis maupun agar dianggap sebagai bagian komunitas masyarakat moderen, dewasa ini banyak masyarakat berupaya sekuat tenaga membangun citra dirinya. Fenomena ini menarik dicermati karena masyarakat moderen, khususnya kalangan kelas menengah baru masyarakat perkotaan khususnya banyak yang terjebak dalam upaya pencitraan diri yang kebablasan sehingga terkesan hanya mengutamakan sisi imajinasi. Hanya untuk indah dalam pandangan orang lain, padahal sesungguhnya dirinya bukan seperti apa yang dilihat orang lain.


Dalam marketing peranan merek sangat penting dan menentukan, sehingga tidak lajim menerima adagium yang berbunyi "apalah arti sebuah nama", justru nama memiliki arti penting untuk bisa diterima oleh calon konsumen, bahkan dalam penetrasi pasar tidak cukup hanya diterima, tetapi mesti mampu menjadi pilihan utama bagi konsumen, bahkan harus memberi kebanggaan bagi konsumen ketika memilih dan memiliki nama tersebut.Misalnya, pemilik hobbi MOGE (Motor Gede), sangat bangga ketika menjadi bagian merek Harley Davidson.



Sabtu, 14 September 2013

SISI MENARIK PULAU BELITUNG

BUMI LASKAR PELANGI 

"Sebuah sebutan yang layak  dan menarik diperbincangkan"

____________________________________________________________________________ 

Pulau Belitung selain dikenal sebagai pulau penghasil timah, akhir-akhir ini semakin terkenal sebagai "Pulau Laskar Pelangi", terutama setelah muncul film berjudul Laskar Pelangi. Film ini menjadi sarana paling kencang menghembuska nama Belitung ke seluruh penjuru nusantara dan belahan dunia. .Film yang diangkat dari Novel karya Andrea Hirata, berupa cerita tentang upaya mengangkat dan memotret sisi gelap kehidupan sebagian masyarakat Belitung di tengah kelimpahan dan kekayaan alam yang memiliki tambang timah. Sangat ironis dan bertolak belakang kondisi yang dialami sebagian masyarakat ketika itu dan mampu menjadi bahan permenungan serta sumber inspirasi.

Sebelum bertutur panjang lebar tentang sisi lain kekayaan terpendam di Bumi Belitung, terutama hal kekayaaan dan ke-eksotik-an panorama pariwisatanya. Ada baiknya, sebagai "Sekapur Sirih" tanda pembuka pertemuan, kita coba sekilas menyimak cerita latar belakang melekatnya julukan "Pulau Laskar Pelangi" bagi Belitung.

Laskar Pelangi, sederet cerita yang dimulai  dengan kisah kondisi sebuah SD Muhammadiyah tampak begitu rapuh, , ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya. Ironisnya jika malam tiba bangunan ini dipergunakan sebagai kandang ternak.


Keberadaan sekolah  Muhammadiyah  ini sangat berbanding terbalik dengan sekolah-sekolah lain, terutama dengan sekolah dibawah naungan Perusahaan Negara Timah. Karena kesulitan keuangan kapur tulis pun merupakan barang langka bagi sekolah ini, dan hanya mampu memberi gaji guru dengan sekilo beras, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan rumah tangga para guru mencari tambahan penghasilan di sektor lain, kepala sekolah misalnya nyambi menjadi petani kebun, sedangkan salah satu ibu guru bekerja menerima jahitan.  
Walau menghadapi kondisi ekonomi yang sulit, Sekolah ini dikelola dengan penuh jiwa ikhlas oleh dua orang guru, Harfan Efendy Noor  yang telah memiliki usia relatif  tua  sebagai kepala sekolah, dan ibu Ibu Muslimah Hafsari  sebagai guru muda yang secara finansial  sangat miskin.  Dengan penuh dedikasi serta memiliki semangat tinggi keduanya berusaha mempertahankan sekolah  yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Selatan  karena kekurangan murid.
Seiring dengan perjalanan waktu, sang ibu guru muda yang hanya memperoleh ijazah setara sekolah menengah tamatan Sekolah Kepandaian Putri (SKP) mampu melakukan pendekatan secara dekat dengan sebelas murid yang berasal dari kalangan keluarga miskin, sejak kelas satu murid tersebut didik kedua guru mereka agar menjadi orang yang memiliki rasa percaya diri tinggi, harus berani berkompetisi dengan mengandalkan kualitas pendidikan sebagai sarana perjuangan memperbaiki nasib dan taraf hidup.
Berkat kegigihan dan kesabaran kedua guru ini, mereka mampu mendidik para murid hingga pintar serta mampu mengasah bakat , sehingga memiliki seorang murid yang sangat pintar. Kedua guru sangat menyayangi kesebelas muridnya sehingga kesebelas murid itu sebagai diberi julukan sebagai para “LASKAR PELANGI”
Salah satu bentuk prestasi gemilang Laskar Pelangi, tercapai ketika team Sekolah Muhamaddiyah yang terdiri dari kesebelas muridnya mampu menjuarai karnaval mengalahkan Sekolah Perusahaan Negara Timah, dan  prestasi akademik mencapai puncak keberhasilan ketika tiga diantara kesebelas murid, Ikal, Lintang, dan Sahara berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas  antar sekolah, mampu memecahkan rekor yang sebelumnya merupakan  milik  sekolah  dibawah naungan perusahaan negara.
Kondisi menyedihkan ternyata tidak berhenti menghampiri anggota Laskar Pelangi, salah satu diantara mereka, Lintang siswa paling pintar  harus berhenti sekolah karena ayahnya meninggal dunia. Lintang sebagai anak paling sulung harus mencari nafkah untuk membantu menghidupi keluarga padahal hanya satu triwulan lagi sudah bisa menyelesaikan pendidikan SMP.
Karena seterusnya tidak bisa memenuhi biaya operasional, kemudian sekolah Muhamaddiyah yang miskin di tengah bumi Belitung yang kaya raya ditutup dengan sendirinya. Namun dedikasi dan semangat mulia kedua guru,Pak Harfan dan Bu Muslimah mampu menjadi motor penggerak motivasi terhadap para anggota Laskar Pelangi, sehingga diantara kesebalas murid tersebut ada yang berhasil sebagai anggota DPRD, Manager, bahkan ada yang memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan di University de Paris, Sorbonne dan lulus paska sarjana (S2)  dengan predikat with distinction dari Universitas terkemuka di Inggris.


BELITUNG MEMILIKI KEKAYAAN LAIN

Belitung selain sebagai pulau penghasil timah dan sebagai lokasi syuting film laskar pelangi, tidak ada salahnya jika pulau ini juga dinobatkan sebagai salah satu tujuan wisata menarik di Indonesia, dan  dijadikan sebagai destinasi wisata domestik maupun internasional

Sebutan sebagai pulau penghasil timah memang tidak perlu lagi diperdebatkan karena sudah tercatat dalam lembaran sejarah, pulau ini merupakan salah satu bumi penghasil timah terbesar di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, Entah sudah berapa banyak uang yang dihasilkan dari menggali potensi alamnya tidak dapat dihitung lagi dalam waktu singkat. Sampai hari ini juga pulau ini masih dijadikan sebagai lahan eksploitasi timah. baik bagi Badan Usaha Milik Negara maupun oleh penduduk yang bermukim disana.

Timah sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan memiliki limit secara kuantitatif semestinya dipikirkan kelangsungannya sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat. Selain suatu saat akan habis, proses eksploitasi terus menerus akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan keindahan alam.

SEKILAS TENTANG BELITUNG


Belitung, atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, Indonesia, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang, dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih (Stannuum), pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Serta akhir-akhir ini menjadi tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York).

 Kota utamanya adalah Tanjung Pandan.

Pulau Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu  
Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar.

Sebagian besar penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat akrab dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Berbagai olahan makanan yang berbahan ikan menjadi makanan sehari-hari penduduknya. Kekayaan laut menjadi salah satu sumber mata pencaharian penduduk Belitung. Sumber daya alam yang tak kalah penting 
bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah. 

Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda.

Penduduk Pulau Belitung terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka.

Secara geografis pulau Belitung (Melayu ; Belitong) terletak pada 107°31,5' - 108°18' Bujur Timur dan 2°31,5'-3°6,5' Lintang Selatan. 

Secara keseluruhan luas pulau Belitung mencapai 4.800 km² atau 480.010 ha.
Pulau Belitung disebelah utara dibatasi oleh Laut Cina Selatan,
 sebelah timur berbatasan dengan selat Karimata, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah barat berbatasan dengan selat Gaspar.
 Di sekitar pulau ini terdapat pulau-pulau kecil seperti Pulau Mendanau, 
Kalimambang, Gresik, Seliu dan lain-lain.

(Courtesy Of Wikipedia bahasa Indonesia)
________________________________________________________________________ 
 
POTENSI WISATA BELITUNG

Belitung sebagai salah satu pulau yang memiliki laut dengan panorama indah serta kondisi laut yang relatif masih alami dan bersih, semestinya menjadi perhatian para pemangkukepentingan untuk menjaga kelestariannya. Kondisi laut seputar Belitung memiliki keunggulan yang unik jika dibandingkan dengan laut pulau tujuan wisata lain yang telah terkenal. Di beberapa daerah wisata yang ada di Belitung banyak ditemukan kumpulan batu-batu alami berukuran besar di tepi maupun di tengah laut. Susunan batu tersebut terlihat unik karena seakan sengaja diatur rapi, serta satu sama lain berhimpitan, bahkan saling menindih.

Setiap kali melihat gugusan batu ini, karena memiliki susunan dan barisan yang rapi, setiap orang seakan tidak percaya bahwa hal itu terjadi secara akami. Banyak wisatawan setelah melihatnya bertanya "Apa benar tidak ada orang yang mengaturnya ?".  Selain gugusan bebatuan yang memiliki jumlah yang banyak, tepian bebatuan ini pada umumnya baik dipergunakan sebagai tempat berenang meniklami air laut pantai Belitung yang masih bersih, bahkan banyak diantaranya berwarna biru bening.

Beberapa tempat wisata di wilayah kepulauan Belitung sangat banyak ditemui gugusan batu alam yang bertekstur indah bagaikan hiasan untuk mempercantik suasana pantai atau hamparan laut. Kondisi ini merupakan salah satu keunggulan atau ciri khas wisata Belitung yang perlu di kemas sebagai salah satu ikon wisata daerah ini.

Jika mengitari hamparan laut di sekitar Pulau Belitung dengan mempergunakan kapal maka  kita akan banyak menemui gugusan batu berupa pulau-pulau kecil dengan bermacam-macam bentuk. Pemandangan seperti ini lajim ditemui di sepanjang pantai daratan pulau Belitung, demikian juga jika mengunjungi pulau-pulau kecil yang berada di tengah laut, sepanjang perjalanan akan banyak menemui gugusan batu demi batu yang amat indah di pandang.
Salah satu pemandangan gugusan bebatuan di tepi pantai di Belitung. Selain sangat indah dipandang bebatuan ini dikelilingi hamparan air laut yang bening dan bersih sehingga sangat cocok menjadi tempat wisata renang di air laut.

PULAU PASIR yang berada persis di tengah laut, merupakan gumpalan pasir putih bersih muncul ke permukaaan  yang akan ditemui jika melakukan perjalanan naik kapal dari Tanjung Kelayang menuju Pulau Lengkuas.
______________________________ 
 PULAU PASIR

Satu lagi sisi menarik perjalanan wisata di Pulau Belitung, terutama ketika naik kapal kecil   dari Tanjung Kelayang menuju Pulau Lengkuas, akan menemukan sebuah tempat gumpalan pasir yang muncul ke permukaan laut yang lebarnya relatif tidak luas, namun sering dijadikan sebagai tempat singgah bagi wisatawan untuk menikmati hamparan pasir putih di tengah laut.                              
                      
Di tempat ini sering ditemukan binatang laut yang disebut dengan
nama "Bintang Laut" memiliki bentuk unit seperti sebuah bintang. Setiap perahu atau kapal kecil yang membawa wisatawan menuju Pulau Lengkuas pada umumnya singgah disini dan memberikan kesempatan kepada penumpang untuk menikmati keunikan laut dan pulau pasir ini.
Sebagai fenomena alam yang memiliki keunikan tersendiri, pulau pasir ini juga sangat menarik dikunjungi setiap wisatawan sehingga layak dijadikan oleh para pemangkukepentingan industri pariwisata Belitung sebagai keunggulan komperatif untuk menjadikan daerah ini sebagai tujuan wisata yang perlu diperhitungkan sebagai destinasi wisata pilihan di Nusantara.
Disini para wisatawan dapat bermain dengan leluasa menikmati pasir putih ditengah hamparan laut yang memiliki air yang bening, dan memiliki kesempatan untuk melihat binatang laut yang unik. Beberapa wisatawan yang pernah singgah di Pulau Pasir ini umumnya mengakui tempat ini sangat unik dan memberi kesan tersendiri tentang adanya kondisi alam yang lain lain dari lain.

"Pulau Pasir di tengah hamparan air laut kepulauan Belitung teramat indah untuk diabaikan".

Pulau Pasir ini dapat ditempuh selama 15 menit dari pantai Tanjung Kelayang mempergunakan kapal kecil yang secara khusus ada untuk mengangkut para wisatawan dari Tanjung Kelayang ke Pulau Lengkuas pulang pergi. Untuk menuju Pulau Lengkuas dari Tanjung Kelayang umumnya membutuhkan waktu tempuh kira setengah Jam.
 ___________________________________________________________________________________

PULAU LENGKUAS

Pulau Lengkuas merupakan salah satu pulau yang menjadi salah satu tujuan pavorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Belitung, selain memiliki keindahan pantai pasir putih dan gugusan bebatuan, disini ada sebuah menara mercusuar yang dibangun pada masa kolonial Belanda tahun 1882, sampai saat ini masih kokoh dan relatif terawat, berfungsi sebagai pemandu kapal yang masuk ataupun yang keluar ke wilayah perairan Tanjung Binga Belitung.

Mercusuar ini memiliki ketinggian 70 meter dengan ruang bertingkat sebanyak 18 tingkat. Setiap wisatawan yang berkunjung ke pulau ini diperkenankan memasuki ruang bagian dalam bangunan ini, dan menaiki tangga demi tangga mencapai puncak tertinggi menara. Setiap lantai memiliki jendela kaca yang memungkinkan menjadi tempat memandang ke hamparan lautan sekitarnya. Sebagai bangunan berbentuk menara yang tinggi untuk mencapai puncak tertinggi membutuhkan kemauan dan kemampuan prima karena akan menyita banyak energi. Namun rasa letih menaiki tangga demi tangga terasa sirnah ketika berada pada puncak menara karena akan memperoleh pengalaman menarik memandang panorama alam pantai dan laut yang indah.

Disekitar pulau ini terbentang pasir putih yang memiliki lebar relatif luas yang sangat layak dipergunakan tempat santai dan bermain pasar. Air laut disini juga sangat bersih dan bening disamping memiliki banyak gugusan batu-batu yang tersusun rapi, apik dan enak dipandang. pantainya juga sangat cocok sebagai tempat berenang.

Beberapa meter dari permukaan pantai, biasanya setiap kapal yang ditumpangi wisatawan berhenti untuk memberikan kesempatan kepada penumpang berenang bebas di tengah laut yang memiliki
taman laut dengan keanekaragaman biota lautnya, yang memberi kesan menarik di laut ini, orang yang sedang berenang akan dihampiri banyak ikan yang memiliki jenis dan warna menarik.

Bagi pengunjung yang memiliki hobby berenang dan ingin menikmati pemandangan bawah laut tempat ini sangat layak dicoba. Namun untuk berenang disini tidak dibatasi, siapa saja wisatawan yang ingin berenang dipersilahkan terjun ke air laut karena akan diawasi oleh para awak kapal.

Kesempatan yang diberikan untuk berenang disini merupakan pengalaman menarik dan memberi kesan unik, selain memiliki air laut yang bening, dapat bermain atau kejar-kejaran dengan beberapa ekor ikan berukuran kecil yang selalu berada di sekitar orang yang sedang berenang disini.

Untuk membuat ikan berkumpul atau berkerumun dengan jumlah banyak adakalanya wisatawan melemparkan makanan ke air sehingga nampak dengan ikan-ikan yang indah. Uniknya orang yang berenang sambil memegang makanan seperti roti justru membuat ikan-ikan itu datang berkumpul, bukan sebaliknya lari dari orang yang berenang, tapi untuk menangkap ikan ini dengan tangan kosong tidak gampang dan diperlukan kemampuan khusus, umumnya orang tidak berhasil menangkap ikan yang menggemaskan ini.

__________________________________________________________________________________

 BATU SATAM SEBAGAI IKON

Di inti kota Tanjung Pandan Ibukota Kabupaten Belitung Berdiri sebuah tugu yang di puncaknya ada reflika besar batu satam. Telah lama pulau belitung terkenal selain sentra eksploitasi timah, dikenal sebagai daerah yang menghasilkan batu satam.




 
MOHON MAAF......... !!!

Adakalanya artikel ini terputus-putus, bukan karena kesalahan jaringan internet atau ada gangguan pada alat penglihatan anda.....

Tetapi
BLOG INI DIKERJAKAN SAMBIL LALU...

Wajar kan  terkesan -"Terobrak-abrik"- dan nampak tidak profesional, tapi "mohon sabar" karena akan selesai dengan indah pada waktunya___________________________ ????  (Ada pertanyaan).

BELITUNG INSIDE

Ketika mendengar kata Belitung, umumnya asosiasi yang muncul dalam benak seseorang "Tentang sebuah pulau sentra ekploitasi timah di Indonesia". Persepsi ini tidak ada salahnya karena sejak zaman penjajahan Belanda, pulau ini merupakan pulau penghasil timah terbesar dan terkenal ke seluruh penjuru dunia. Telah banyak Timah diangkut dari dalam bumi pulau ini, tetapi kekayaan alam yang ada disana bukan hanya timah.


Panorama Pantai Pulau Lengkuas Belitung
Salah satu diantara kekayaan Belitung yang tidak bisa diabaikan "Panorama Alam-nya". Pulau ini bagaikan mutiara indah yang belum di poles, memiliki banyak panorama indah, memiliki hamparan air laut bening dan bersih, tepi pantai dengan pasir putih sepanjang pesisir. Pemandangan alam pantai yang menakjubkan dan seksi, sehingga seakan Tuhan sedang tersenyum ketika menciftakannya.


Setelah menjelajahi beberapa sudut pulau ini, kita akan menikmati suguhan pemandangan alam pantai yang masih "perawan", belum banyak dipoles untuk kepentingan industri pariwisata, sehingga masih bisa dirasakan nuansa alam yang alami, apa adanya dan masih terasa suasana tradisional.

Sejak munculnya era reformasi di Indonesia, pulau ini kini kini dibagi dalam dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur. Penulis mendapat kesempatan menjelajahi sebagian wilayah Kabupaten Belitung yang memiliki Ibukota bernama Tanjung Pandan.

Kabupaten Belitung memiliki beberapa objek wisata andalan seperti Tanjung Pendam, Bukit Berahu, Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi, Pulau Burung dan Pulau Lengkuas. Kabupaten Belitung juga memiliki beberapa pulau kecil yang berada di tengah laut, memiliki nuansa alam indah dan asri,
Menara Mercusuar di Pulau Lengkuas Belitung
bahkan Pulau Burung di seberang Tannjung Berahu merupakan pulau kecil alami yang tidak ada penghuninya. Diseberang Tanjung Kelayang banyak lagi gugusan pulau-pulau kecil yang menarik untuk dijelajahi, salah satu diantaranya Pulau Lengkuas, merupakan tempat berdiri sebuah menara mercusuar, memiliki hamparan pasir putuh yang luas dengan air laut yang biru bersih sehingga sangat layak sebagai tempat untuk memuaskan hobby berenang. 

Menara Mercuarsuar yang telah ada sejak jaman penjajahan Belanda ini memiliki 18 tingkat, setiap tingkat memiliki jendela yang dapat dipergunakan memandang panorama pantai yang sebagian diantaranya banyak terdapat gugusan, bahkan tumpukan batu diantara hamparan air laut. Untuk menuju puncak menara kita mesti menaiki beberapa deretan tangga, semakin ke puncak semakin luas nampak pemandangan alam. 

Untuk bisa menuju puncak tertinggi menara ini dibutuhkan energi yang prima karena sangat banyak menguras energi ketika meniti tangga demi tangga, namun rasa capek itu akan terasa sirnah ketika berada di puncak menara bisa melihat pemandangan yang sangat eksotik, hamparan laut luas yang diantaranya nampak beberapa gugusan pulau-pulau kecil, hamparan bebatuan yang seakan sengaja diatur oleh seorang ahli landskap untuk memperindah panorama alam di sekitarnya.

Ketika turun dari puncak menara, apabila masih terasa letih, ditepi pantai banyak pedagang kecil yang menjajakan air kelapa muda untuk diminum sebagai pelepas dahaga sambil menikmati hamparan pasir putih sepanjang pantai.
Di pulau Belitung, di sepanjang pantai banyak tumbuh pohon kelapa sehingga tidak sulit memperoleh air kelapa muda untuk di konsumsi, umumnya setiap daerah tujuan wisata ada pedagang yang menyajikan air kelapa muda, sehingga sepanjang perjalanan wisata di daerah ini kita bisa minum air kelapa muda dengan puas.

Sekilas catatan kecil tentang potensi dan kekayaan alam wisata kepulauan Belitung ini menjadi kenangan tidak terlupakan bagi penulis, kiranya bermanfaat juga sebagai sebuah referensi bagi siapa saja yang ingin mencari lokasi wisata baru yang memiliki keindahan menakjubkan. Bahkan banyak orang yang mengatakan bahwa panorama alam dan pantai Belitung tidak jauh kalah jika dibandingkan dengan daerah tujuan wisata terkenal lainnya seperti Bali dan Lombok. Tetapi masih banyak orang yang belum tau tentang potensi alam wisata Belitung ini. Penulis sendiri ketika pertama sekali berkunjung ke pulau ini, dalam benak penulis yang tersirat adalah sebuah pulau tambang yang tidak menarik, persepsi ini semakin kuat muncul dalam alam pemikiran penulis ketika berada diatas pesawat sesaat sebelum tinggal landas di Bandara, sekilas lagi jendela pesawat tampak hamparan pulau ini yang dibeberapa sudut terlihat jelas oleh mata hamparan tanah bekas galian tambang timah bagaikan kubangan-kubangan kecil di sebagian besar tanah yang luas.

Jumat, 26 Juli 2013

REFORMASI INDONESIA 1998 dan PERAN BANTUAN ASING

Reformasi Mei 1998 menumbangkan Presiden Soeharto ternyata didalangi dan dibiayai pemerintah Amerika Serikat. Siapa tokoh yang menerima dollar itu seperti yang sudah disebut koran The New York Times?

Dosa apa yang telah kita perbuat sehingga Yang Maha Kuasa menjadikan bangsa ini seakan terkutuk? Coba lihat apa yang terjadi setiap hari: tawuran massal di mana-mana, terutama antara polisi atau aparat pemerintah dengan rakyat, atau kelompok rakyat dengan rakyat.

Korban Narkoba meluas, penyakit menular AIDS kian tak terkendali. Penyakit yang terutama ditularkan melalui hubungan seksual bebas itu kini sudah memakan korban sampai ke desa-desa. Dan kita seakan kehilangan akal untuk mengatasinya. Dulu kita pikir penyakit itu cuma berkecamuk di Thailand, negeri tetangga dengan pelacuran yang tersebar luas. Kini dalam soal pelacuran Indonesia lebih hebat dari Thailand. Wajar wabah AIDS pun berkecamuk.

Dan yang paling mengerikan adalah wabah korupsi. Pengamat Indonesia dari Northwestern University (Amerika Serikat), Jeffrey A. Winters menyebutkan bahwa demokrasi berjalan dengan amat maju di Indonesia. Indonesia adalah negeri paling demokratis di Asia Tenggara. Tapi menurut Winters kemajuan demokrasi itu tak disertai dengan tegaknya hukum. Akibatnya korupsi merajalela dan menyebarkan rasa ketidak-adilan yang meluas di kalangan rakyat.

Tiga belas tahun lalu, ketika tokoh Muhammadiyah Amin Rais atau pengacara Adnan Buyung Nasution meneriakkan yargon reformasi di bulan Mei 1998, menuntut turunnya Presiden Soeharto, yang mereka maki-maki adalah wabah korupsi yang meluas. Waktu itu sangat populer yargon KKN (Korupsi Kolusi dan Nespotisme).


Semua para tokoh reformasi berteriak-teriak sampai suaranya parau, bahwa mereka adalah orang yang paling anti-KKN alias korupsi, kolusi, dan nespotisme. Amin Rais, Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, Goenawan Mohammad, Faisal Basri, Hatta Rajasa, dan yang lain-lain menjadikan Presiden Soeharto sebagai simbol KKN dan mereka para pemimpin reformasi adalah tokoh anti-KKN.

Maka Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden, 21 Mei 1998, tepat 13 tahun lampau. Indonesia pun memasuki era baru yaitu zaman reformasi. Tapi apa yang terjadi? Ternyata korupsi-kolusi-dan nepotisme (KKN) yang jadi yargon reformasi 1998, sedikit pun tak berkurang, malah tambah merebak dan meluas ke daerah-daerah.


Tampaknya reformasi ini memang sudah salah sejak awal. Betapa tidak? Bukti-bukti menunjukkan reformasi 1998 itu bukan inisiatif dan upaya kita sendiri melainkan hasil dari campur tangan asing. Reformasi 1998 itu didalangi dan dibiayai pihak asing dengan 26 juta Dollar Amerika Serikat atau dengan kurs sekarang Rp 200 milyar lebih. Sebuah jumlah yang cukup besar.

Menurut The New York Times, koran terkemuka Amerika Serikat edisi 20 Mei 1998 yang ditulis wartawannya, Tim Weiner, pemerintahan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton bermain dua muka di Indonesia
. Di satu pihak Clinton terus menyokong pemerintahan Presiden Soeharto. Tapi di pihak lain mereka diam-diam mendukung kelompok oposisi dengan harapan akan terjadi transisi menuju masyarakat demokratis di Indonesia.
Melalui badan bantuan resmi pemerintah Amerika Serikat, United State’s Agency for International Development (US-AID), pemerintah Amerika Serikat mencurahkan duit kepada kelompok-kelompok oposisi di Indonesia sejak 1995, yang jumlahnya mencapai 26 juta dollar.

Jumlah itu, menurut The New York Times, bagi pemerintah Amerika Serikat adalah kecil. Tapi ia merupakan jumlah yang penting untuk menghidupkan gerakan penegakan hak asasi manusia dan demokrasi di Indonesia. Sebagian dari uang 26 juta dollar itu, misalnya, merupakan sumber utama untuk mendukung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang dipimpin Adnan Buyung Nasution, tokoh utama dalam gerakan menegakkan demokrasi dan hak-hak sipil pada waktu itu.

Atau seperti ditegaskan Sharon Cromer, Deputi Direktur US-AID, Amerika Serikat membantu pembela hak-hak sipil untuk memonitor isu-isu hak asasi manusia (HAM), memobilisasi pendapat umum (opini publik), dan memonitor pelanggaran hukum dan korupsi (KKN). Untuk itu duit 26 juta dollar dibagi-bagikan kepada sekitar 30 LSM Indonesia.

Sampai sekarang, misalnya, isu bantuan US-AID sebesar 26 juta dollar kepada para tokoh LSM di Indonesia lebih banyak dipergunjingkan dengan bisik-bisik. Siapa saja para tokoh LSM atau kelompok oposisi yang menerima dollar itu dan berapa jumlahnya tak pernah jelas.


Dan satu lagi, bantuan itu tak pernah dilaporkan kepada pemerintah. Padahal sesuai undang-undang, mestinya semua bantuan luar negeri kepada pihak swasta di Indonesia harus dilaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri. Bila tak dilaporkan, itu merupakan pelanggaran hukum.

Jadi sebetulnya bila hendak diusut dengan serius siapa saja para tokoh kita yang mendapat dollar dari Amerika Serikat untuk menjatuhkan Presiden Soeharto, bukan persoalan yang terlalu sulit. Soalnya sudah terbuka melalui pemberitaan koran The New York Times itu.



Kabarnya kasus ini menjadi masalah dan muncul ke permukaan karena gerakan yang dilakukan Freeport Mc-Moran Copper and Gold of New Orleans, perusahaan tambang emas dan perak milik Amerika Serikat di Papua. Perusahaan ini merasa terus-menerus ‘’dihantam’’ LSM dari Indonesia Walhi. Serangan terutama ditujukan terhadap masalah pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan modal asing terbesar di Indonesia ini dalam pembuangan limbah tambang.


Sebagai perusahaan pembayar pajak di Amerika Serikat, Freeport merasa Walhi yang juga dapat bantuan dari US-AID (dananya berasal dari pajak rakyat Amerika Serikat) tak layak untuk berusaha menutup PT Freeport. Karena itu mereka meributkannya di Amerika Serikat. ‘’Walhi mau menutup perusahaan kami. Itu rencana mereka yang sangat jelas,’’ kata Garland Rubinette, juru bicara perusahaan itu seperti ditulis The New York Times waktu itu. Dari ribut-ribut itulah kisah bantuan US-AID 26 juta dollar itu merebak keluar dan kemudian menjadi berita The New York Times dan media lainnya.

Sekarang, setelah 13 tahun, sudah cukup jauh jaraknya peristiwa itu dengan kita sehingga mestinya sudah tiba saatnya bagi kita untuk mencoba obyektif terhadap peristiwa yang terjadi pada waktu itu. Yaitu peristiwa terbunuhnya 4 mahasiswa Trisakti di kampusnya oleh peluru yang ditembakkan sejumlah polisi pada 12 Mei 1998, dan reaksi yang mengikutinya, yaitu gerakan demostrasi massa menuntut mundurnya Presiden Soeharto, yang kemudian berkembang menjadi gerakan huru-hara dan kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998.


Apa yang terjadi pada waktu itu semua harus dibuat jelas dan dia akan menjadi fakta sejarah yang akan menjadi pelajaran bagi anak dan cucu kita. Oleh karena itulah betapa pentingnya membuat jelas dana 26 juta dollar yang diambur-amburkan US-AID untuk 30 LSM di negeri ini guna menjatuhkan Presiden Soeharto.

Kita harus memperjelas dari mana sebenarnya datang ide tentang reformasi 1998? Kalau ternyata ide itu berasal dari para aparat US-AID, apalagi dari agen CIA, tentu itu merupakan catatan kelam bagi sejarah kita. Juga perlu diperjelas: siapa saja tokoh 30 LSM yang menerima dollar dari US-AID? Kenapa duit 26 juta dollar ini tak pernah diungkap secara transparan? Apakah karena telah terjadi korupsi?

Sumber  : forum.viva.co.id 

Kamis, 11 April 2013

Menelusuri Jejak Kerajaan Aru

Oleh Juraidi
Kerajaan Aru merupakan kerajaan besar dan penting yang pernah berdiri pada abad ke-13 hingga 16 Masehi di bagian utara pulau Andalas (Sumatera).
Namun sayangnya berita tentang kerajaan ini sangat minim terdengar, kalah pamor dengan kerajaan-kerajaan lain yang pernah jaya di Nusantara seperti Kerajaan Majapahit, Singosari dan Sriwijaya.
"Padahal kerajaan ini banyak disebut pada Amukti Palapa dalam Hikayat Pararaton, sejarah Melayu, dalam laporan Mendez Pinto (penguasa Portugis di Malaka), laporan admiral Cheng Zhe (Cheng Ho) maupun pengembara dari negeri China lainnya," kata sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed), Dr Phill Ichwan.
Berdasarkan sejumlah literatur, pusat Kerajaan Aru dinyatakan berpindah-pindah. Sebagian menyebut di Telok Aru di kaki Gunung Seulawah (Aceh Barat), kemudian di Lingga, Barumun dan bahkan di Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang.
Namun demikian, aktivitas arkeologi yang telah dilakukan berkesimpulan bahwa pusat Kerajaan Aru berada di Kota Rentang (Hamparan Perak) di Kabupaten Deli Serdang dari abad ke-13 hingga 14 Masehi, sebelum akhirnya pindah ke Deli Tua dari abad 14 hingga 16 M akibat serangan dari Aceh.
"Hipotesa bahwa Kota Rentang adalah pusat Kerajaan Aru banyak didukung oleh faktor seperti jalur dari Karo Plateau maupun Hinterland menuju pantai timur yang terfokus pada Sei Wampu dan Muara Deli. Di kawasan itu juga ditemukan ragam keramik yang berasal dari China, Muangthai, Srilangka, serta koin atau mata uang Arab dari abad ke-13 hingga 14," katanya.
Temuan yang paling menakjubkan adalah ditemukannya batu kubur (nisan) yang tersebar di situs sejarah penting tersebut. Batu kubur yang terbuat dari batu cadas (volcanic tuff) yang ditemukan memiliki ornamentasi dalam berbagai ukuran dan sebagian bertuliskan Arab-Melayu dan banyak menunjukkan kemiripan dengan yang ditemukan di Aceh.
Di rawa-rawa di kawasan yang sama juga ditemukan kayu-kayu besar yang diduga merupakan bekas istana Kerajaan Aru serta batu-batu besar yang diduga bekas bangunan candi.
Juga ditemukan bongkahan perahu tua dengan panjang 30 hingga 50 meter yang menunjukkan bahwa Kota Rentang merupakan pusat niaga yang padat pada abad tersebut.
Terbesar
Sejarawan dari Universitas Sumatera Utara, Tuanku Luckman Sinar, mengatakan, pada abad ke-15 Kerajaan Aru merupakan kerajaan terbesar di Sumatera dan memiliki kekuatan yang dapat menguasai lalulintas perdagangan di Selat Malaka.
Kerajaan Aru yang meliputi wilayah pesisir Sumatera Timur, yaitu batas Tamiang sampai Sungai Rokan, sudah mengirimkan beberapa kali misi ke Tiongkok yang dimulai pada tahun 1282 Masehi pada zaman pemerintahan Kubilai Khan.
Kerajaan Aru juga pernah ditaklukkan oleh Kertanegara dalam ekpedisi Pamalayu (1292) dan ditulis dalam pararaton "Aru yang Bermusuhan". Tetapi setelah itu Aru pulih kembali dan menjadi makmur sebagai mana dicatat oleh bangsa Persia, Fadiullah bin Abdul Kadir Rashiduddin dalam bukunya "Jamiul Tawarikh" (1310 M), jelasnya.
Musibah kembali menimpa Kerajaan Aru ketika Majapahit menaklukkannya pada tahun 1365 M. Seperti tertera dalam syair Negarakertagama strope 13:1, pada masa itu Majapahit juga menaklukkan Panai (Pane) dan Kompai (Kampe) di Teluk Haru.
Dalam laporan Tiongkok abad ke-15 juga disebut berkali-kali Aru yang Islam mengirim misi ke Cina. Baik dari laporan-laporan China maupun dari laporan Portugis yang ditulis kemudian, menunjukkan sekitar Sungai Deli menjadi pusat Kerajaan Aru dengan bandarnya Kota Cina dan Medina (Medan) sebagaimana disebut-sebut Laksamana Turki Ali Celebi dalam "Al Muhit".
Mengenai Kota Rentang sebagai pusat Kerajaan Aru juga diperkuat oleh Prof. Naniek H Wibisono, tim Puslitbang Aarkeolog Nasional Badan Litbang Kebudayaan dan Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Menurut dia, hasil penelitian eksploratif di situs Kota Rentang memunculkan dugaan bahwa lokasi tersebut merupakan bagian dari jaringan permukiman dan aktivitasnya yang saling terkait.
Asumsi tersebut berdasarkan pola persebaran dan variabilitas tinggalan arkeolog seperti keramik, tembikar, artefak batu, sisa-sisa tulang, mata uang, damar dan batu nisan.
Keberadaan tinggalan arkeologi terutama keramik dan mata uang yang menjadikan bukti bahwa di lokasi tersebut pernah terjadi aktivitas yang berhubungan dengan perniagaan, katanya.
Keramik merupakan suatu komoditi dari luar Nusantara yang banyak ditemukan. Penemuan tersebut menjadi kunci penting sejarah perniagaan, baik secara lokal maupun interlokal. "Kita menemukan bukti-bukti yang meyakinkan untuk lebih memperjelas gambaran tentang apa yang berlangsung di wilayah itu pada masa lampau," tambahnya.
Melalui keramik, katanya, dapat ditelusuri kapan sesungguhnya Kota Rentang mulai berperan dalam perniagaan. Selain itu, melalui persamaan variabilitas dan kronologi tinggalan arkeologi juga dapat diketahui keberadaan situs Kota Rentang dan hubungannya dengan situs-situs lainnya.
"Dari hasil penelitian ini diduga tinggalan arkeologi yang ditemukan memiliki persamaan dengan situs lainnya yang terletak dalam satu jaringan pesisir-pedalaman, antara lain Kota Cina," katanya.
Pasca serangan Aceh pada akhir abad ke-14, pusat Aru berpindah dari Kota Rentang ke Deli Tua dan berdiri dari abad ke-15 hingga 16 M. Di situs Aru Deli Tua ditemukan Benteng Putri Hijau (Green Princess Castle), keramik yang berasal dari China, Muangthai, Sri Langka maupun Burma. Temuan keramik tersebut menunjukkan periode yang sama dengan temuan di Kota Rantang. (ANT)

Sekilas Sejarah Suku Karo


Dalam beberapa literatur tentang Karo, etimologi Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai abad 15 di daerah Sumatera Bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo. Menurut Sangti (1976:130) dan Sinar (1991:1617), sebelum klen Karo-Karo, Ginting, Sembiring,
Tarigan dan Perangin-angin menjadi bagian dari masyarakat Karo sekarang, telah ada penduduk asli Karo pertama yakni klen Karo Sekali. Dengan kedatangan kelompok klen Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-angin, akhirnya membuat masyarakat Karo semakin banyak. Klen Ginting misalnya adalah petualangan yang datang ke Tanah Karo melalui pegunungan Layo Lingga, Tongging dan akhirnya sampai di dataran tinggi Karo. Klen Tarigan adalah petualangan yang datang dari Dolok Simalungun dan Dairi. Sembiring diidentifikasikan berasal dari orang-orang Hindu Tamil yang terdesak oleh pedagang Arab di Pantai Barus menuju Dataran Tinggi Karo, karena mereka sama-sama menuju dataran tinggi Karo, kondisi ini akhirnya, menurut Sangti mendorong terjadi pembentukan merga si lima. Pembentukan ini bukan berdasarkan asal keturunan menurut garis bapak (secara genealogis patrilineal) seperti di Batak Toba, tetapi sesuai dengan proses peralihan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Karo Tua kepada masyarakat Karo Baru yakni lebih kurang pada tahun 1780. Pembentukan ini berkaitan dengan keamanan, sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi pergolakan antara orang-orang yang datang dari kerajaan Aru dengan penduduk asli.
 
Brahma Putra, dalam bukunya “Karo dari Zaman ke Zaman” mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama “Pa Lagan”. Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darman Prinst, SH :2004)

Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.

Kerajaan Haru identik dengan suku Karo,yaitu salah satu suku di Nusantara. Pada masa keemasannya, kerajaan Haru-Karo mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru-Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (Sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksmana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D.Prinst, SH: 2004)
Terdapat suku Karo di Aceh Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang Abad”, (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya “Tarikh Aceh dan Nusantara” (1961) dikatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari Ke-20 Mukim bercampur dengan suku Karo yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Brahma Putra, dalam bukunya “Karo Sepanjang Zaman” mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.

Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi “Kaum Lhee Reutoih” atau kaum tiga ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.
Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.