Selasa, 29 Mei 2012

CATATAN KOSONG TENTANG WANITA DIMATA SEORANG PRIA


http://www.fotosearch.com/photos-images/parenting.html
Untuk memperingati ulang tahun perkawinan mereka sepasang suami istri melakukan sharing, atau berbagi pengalaman, pendapat dan saran, sebagai salah satu sarana menilai dan memperbaiki diri masing-masing maupun memperbaiki interaksi atau hubungan terhadap pasangan.
Kemudian sang istri memberi saran bahwa pada malam itu mereka hasus tidur pisah ranjang, dan ditentukanlah bahwa masing-masing tidur sendiri-sendiri di kamar yang terpisah untuk merenungkan perjalanan perkawinan mereka selama ini dan kemudian masing-masing dituntut untuk menulis semua uneg-unegnya berkaitan dengan pandangannya terhadap pasangannya, hal-hal yang berkesan atau yang menyedihkan maupun harapan yang belum terwujud maupun harapan yang diinginkan untuk kedepan dari dan untuk pasangannya.
Intinya si suami diminta menuliskan apa dan bagaimana penilainnya terhadap istrinya selama ini dan si istri juga dituntut untuk melakukan hal yang sama, kemudian besok pagi akan dibacakan dihadapan mereka berdua, alias empat mata.
Esok paginya, sesuai dengan kesepakatan, maka dimulailah pembacaan kesan dan pesan tersebut, diputuskan yang mendapat giliran pertama untuk menyampaikan pendapatnya adalah sang istri. Dengan penuh semangat si istri membacakan begitu banyak pendapat dan pandangannya tentang suaminya, terutama tentang keburukan suaminya dan terutama tingkah laku atau sikap suaminya yang menbuad sang istri kesal, jumlahnya sangat banyak, berpuluh-puluh sehingga ditengah mendengar keluh kesah istrinya yang demikian banyak, sang suami meneteskan air mata menangis tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Melihat suaminya menangis, sang istri berujar “Kenapa menangis, kamu baru tau kan bahwa selama ini aku memendam dalam hati semua kekesalan ini……” dan tiba-tiba si suami menimpali : “Tidak apa-apa, lanjutkan saja membacanya sampai selesai.”  Setelah sekian menit mengutarakan isi hatinya, kemudian si ibu mempersilahkan sang suami membacakan apa yang ditulisnya tentang tanggapan dan harapannya terhadap istrinya.
Setelah mengusap sisa-sia air matanya, kemudian si suami kemudian menyerahkan buku tulis itu kepada istrinya seraya berujar “ …ini saya kembalikan buku ini tanpa sepotong katapun ada saya tulis didalamnya !!!! “. Kemudian sang istri merasa heran, benci dan pikirannya gusar berbaur dengan rasa kesal, dan akhirnya berucap “ Apa-apaan ini… kok bisa sepatah katapun tidak ada bapak tuliskan….!!!”, dan melemparkan buku itu kearah sang suami.
Dengan sabar sang suami memungut buku yang terletak di lantai, sambil menarik napas dalam-dalam dan berujar  : “Kamu begitu sempurna dimataku, sehingga tidak  sepotong katapun dapat menggambarkan kekuranganmu, bahkan aku menerima kamu sebagaimana adanya, sehingga dimataku kamu tidak punya kekurangan…… aku bahagia memiliki istri sepertimu dan teramat sangat menikmati itu semua……!!!” Wow Pantastik………………
 
Idealnya dan menjadi keinginan setiap orang didalam sebuah rumah tangga suami dan istri seharusnya memiliki sikap kebersamaan yang mendalam baik utu dalam pemikiran, perkataan dan tindakan. Sikap yang saling serba sama ini merupakan keinginan yang sering muncul disetiap benak istri maupun suami. Dalam masyarakat karo di Sumatera Utara ada ungkapan yang mengatakan “Sepengodak Sepengole” artinya “ Seiring Seirama” suatu frase yang diambil dari sikap ketika menari (landek) dalam suatu pesta tahunan (gendang).  Ketika dua orang, pria dan wanita, menari bersama deengan posisi saling berhapan, ketika si pria menari dengan sikap menunduk maka si wanita juga harus menunduk, ketika seorang wanita membuat sikap menari berputar seakan mengitari angka delapan maka si pria juga diharapkan melakukan tindakan yang sama.
Dalam kehidupan rumah tangga sepasang suami istri juga diharapkan terwujud sikap dan tindakan yang seiring dan seirama ini, saya yakin bahwa setiap orang, baik itu suami maupun istri sangat mengidam-idamkan terjadi sikap seperti ini di dalam rumah tangganya. Namun dalam kenyataannya dalam kehidupan rumah tanggasulit ditemukan ada pasangan suami istri yang tidak pernah mengalami perbedaan pendapat dan tindakan sepanjang perjalanan sejarah mahligai rumah tangganya. Jika hal itu ada sewajarnya jika kita berguru kepada mereka karena hal itu merupakan sebuah catatan sejarah kehidupan yang perlu ditulis dengam tinta emas.
Lajimnya dalam setiap rumah tangga pernah terjadi perbedaan pendapat, perbedaan tindakan bahkan tidak jarang terjadi pertengkaran, walau bentuk pertengkaran itu berbeda-beda bentuk,size dan volume-nya. Dirumah tangga yang satu mungkin pertengkaran hanya sebatas omongan doing, bahkan ada yang hanya saling tidak bertegur sapa, tetapi ada juga pertengkaran yang sampai melakukan pisah ranjang,  bentuk pisah ranjang ini juga terdiri dari dua jenis, jenis pertama : Suami istri yang tempat tidurnya “Spring Bed” ketika bertengkar springbed tersebut di bagi dua, satu orang tidur diatas matras sedangkan seorang lagi tidur diatas dipan (makanya hati-hati ketika membeli springbed…hmmm), jenis kedua : pisah ranjang dalam arti yang sebenarnya yaitu tidak satu rumah lagi alias cerai.
Walaupun dikatakan bahwa sudah merupakan hal yang lajim terjadi perselisihan ataupun pertengkaran antara suami dan istri didalam sebuah rumah tangga bukan berarti hal ini harus dipelihara atau dilestarikan pelaksanaanya, capek khan ? Mana ada sih pria atau wanita yang memiliki hobby atau kesukaan untuk bertengkar ? Yakin seyakin-yakinnya, saya sungguh yakin bahwa setiap pria dan wanita ingin memiliki rumah tangga yang aman dan damai, suami dan istri bias saling memahami satu sama lainnya dan terutama bisa menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangannya.
Menerima kekurangan suami atau istri merupakan sebuah kata-kata yang gampang diucapkan padahal dalam kenyataannya sangat sulit dilakukan, terutama menerima kekurangan yang dianggap menyentuh harga diri seseorang. Ketidakmampuan menerima perbedaan terutama kekurangan inilah salah satu sumber yang potensial mengakibatkan perselisihan dan pertengkaran dalam sebuah rumah tangga suami istri.
Ketidakmampuan menerima kekurangan pasangan hidupnya dalam sebuah rumah tangga ini sebenarnya salah satu bentuk pengingkaran terhadap kenyataan yang sebenarnya, yaitu kita lupa bahwa sebagai suami istri kita dipersatukan lembaga perkawinan dari latar belakang yang benar-benar berbeda, kita lahir dari ibu yang berbeda, hidup dalam lingkungan yang berbeda, mendapatkan pendidikan dari sumber yang berbeda dan banyak lagi latar belakang perbedaan yang kita dimiliki oleh suami istri.
Pertengkaran atau perselisihan terjadi karena buah pikiran atau emosi seseorang, hal itu erat kaitannya engan mindset (kerangka berpikir) atau cara berpikir seseorang, karena suami istri dipersatukan dengan latar belakang yang berbeda maka cara berpikir mereka juga adakalanya berbeda dalam menyikapi sesuatu, cara berpikir ini dipengaruhi oleh “Belief” atau sesuatu yang diyakini seseorang kebenarannya.  Belief ini terbentuk berdasarkan pengalaman hidup, keluarga, lingkungan, pendidikan, bacaan dan lain sebagainya yang bentuknya sebagai sumber informasi dan pengetahuan.
Sejak lahir sampai ke jenjang perkawinan seseorang itu menjalani kehidupan sekian puluh tahunan, dan tahun yang panjang itu telah membentuk kerangka berpikir dan sikapnya, dan ketika masuk ke jenjang perkawinan sikapnya yang terbentuk sesuai dengan belief-nya dituntut untuk menyatu dengan pasangan hidupnya suami atau istri, hal itu membutuhkan proses penyesuaian bahkan pengorbanan dan kemauan untuk saling memahami serta kerelaan untuk menggeser sikap yang dianggap telan mapan didalam diri mereka masing-masing.
Pergeseran atau perubahan belief ini bukan merupakan pekerjaan yang gampang dilakukan karena sudah membuat seseorang merasa nyaman dengan keyakinan dan belief-nya sehingga hal itu disebut zona nyaman (Comfort Zone) seseoraang, dan jika ingin melakukan pergeseran atau perubahan terhadap belief tersebut dibutuhkan suatu kemauan yang muncul secara sukarela dan sungguh-sungguh dari dalam diri seseorang (Inside out), bukan terjadi karena daya dorong atau pengaruh yang dating dari luar diri seseorang (Outside In).
Disamping mengharapkan terjadi pergeseran kerangka berpikir masing-masing suami atau istri, salah satu solusi yang bagus dilakukan adalah memahami dan menerima kekurangan masing-masing, kekurangan itu dipandang sebagai sebuah kenyataan yang harus diakui dan diterima keberadaannya karena memang suami istri sesungguhnya memiliki banyak perbedaan secara personal, karena memang dating dari latar belakang yang berbeda, sehingga sangat dibutuhkan kerelaan dan kemauan untuk menjadikan perbedaan itu sebagai sarana mengaktualisasikan kemampuan dialogis yang baik, dalam sebuah dialog kita tidak harus menyetujui semua apa yang dikemukakan seseorang walaupun dalam hal itu kita harus menerimanya sebagai buah pemikirannya, demikian juga halnya dengan diri kita sendiri tidak seharusnya memaksakan kehendak kita kepada mitra dialog kita ketika ada perbedaan pendapat, artinya dalam sebuah dialog adakalanya kita harus “ SEPAKAT UNTUK TIDAK SEPAKAT “, intinya dapat menerima perbedaan.  
Dalam kontek rumah tangga suami dan istri, kalimat “Sepakat Untuk Tidak Sepakat” ini dimaknai sebagai sebuah tindakan kerelaan menerima pasangan kita secara utuh baik itu kekurangan dan kelebihannya, terutama kerelaan memahami dan menerima kekurangan yang ada di dalam diri suami atau istri, apabila kita mampu menerima kekurangannya maka alangkah lebih nikmat lagi rasanya ketika kita mendapatkan kelebihanya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar