Sekapur Sirih dari kesainta.blogspot.com

Selamat Datang di kesainta.blogspot.com, wahana kerinduan berziarah kedalam relung hati untuk merajut kata demi kata dari keheningan.

Tampilkan postingan dengan label Personality. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Personality. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 November 2012

PYGMALION LEGENDA YUNANI CERMIN POSITIVE THINKING


Dalam interaksi kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita bertemu dengan orang yang cenderung selalu berpikir negatif (negative thinking). Tipe orang yang berpikir negatif selalu melihat sesuatu dari sisi yang dianggap tidak akan menguntungkan pada dirinya sendiri, atau menilai sesuatu tidak baik karena dianggap mengganggu rasa nyaman (zona nyaman) terhadap diri sendiri. Salah satu contoh, ketika ada yang menawarkan peluang bisnis kepada seseorang, maka tanggapan yang diberikan orang tersebut akan bernada tidak yakin, dan lebih banyak memberi penilaian tentang dampak merugikan bisnis tersebut.
Dalam memotivasi anggota sebuah organisasi atau karyawan perusahaan, orang yang bertipelogi berpikir negative ini cenderung bersikap selalu memberi banyak alasan atau selalu mengkritisi apa yang diberikan atau diintruksikan kepadanya. Pandangan negative tersebut dilakukan sebagai bentuk menjaga pertahanan diri dan sebagai salah satu cara menunjukkan sikap yang tidak berkenan menerima sesuatu yang dianggap akan mengganggu rasa nyamannya.
Orang yang berpikir negatif ini pada umumnya sulit untuk diajak untuk melakukan perubahan dalam sebuah organisasi, karena dia telah merasa nyaman dengan apa yang telah dicapai dan dimiliki, sehingga tidak memiliki motivasi kuat untuk meraih tujuan yang lebih tinggi, maka wajar jika orang seperti ini umumnya menjadi orang biasa-biasa saja dalam kehidupannya, bahkan sering menjadi seorang pecundang.
Sikap tidak mau menerima tantangan baru dan merasa nyaman dengan tindakannya tidak dapat dipisahkan dengan kerangka berpikir (mindset) yang dimiliki oleh seseorang, yaitu suatu cara berpikir yang menganggap apa yang telah diyakininya (Belief) telah menjadi sebuah kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Oleh karena itu untuk merubah sikap dan tindakannya maka dibutuhkan kemauan untuk menggeser keyakinan yang dianutnya.
Padahal, bukan merupakan wacana yang asing bagi kita bahwa salah satu kunci keberhasilan dalam hidup ini, terutama untuk meraih sukses dalam pekerjaan dan karir, dibutuhkan kemauan untuk berpikir positif. Namun tidak jarang kata-kata “sikap berpikir positif” tidak segampang mengucapkannya untuk melakukannya. Banyak orang tau bahwa berpikir positif sangat penting sebagai bekal sukses dalam hidup tetapi terasa sulit untuk melakukannya. Persoalan ini sudah berlangsung sejak lama dalam kehidupan manusia, bahkan usianya sepanjang sejarah hidup manusia itu sendiri, sehingga sejak zaman Yunani Kuno hal ini sudah menjadi bahan permenungan, sebagaimana tersirat dalam mitologi Yunani Kuno yang diberi nama “PYGMALION”.  
Pygmalion seorang pemuda berbakat seni dan sangat piawai memahat patung berasal dari Siprus, hasil karya ukir tangannya memahat sangat bagus. Selain cakap dalam mengukir patung Pygmalion sangat terkenal dan sangat disenangi oleh teman-temannya karena Pygmalion dikenal memiliki sikap selalu “Berpikir Positif”, dan memandang segala sesuatu dengan sudut pandang yang baik
Apabila ada lapangan di tengah kota becek, orang-orang mengomel dan menkritik, maka Pygmalion justru melihatnya dari sisi lain, dengan berkata “Untung lapangan yang lain tidak sebecek ini”.  Ketika ada pembeli patung yang ngotot menawar harga, ketika kawan-kawan Pygmalion berkata “Kikir betul orang itu”, maka Pygmalion justru berkata, “Mungkin orang itu perlu uang untuk urusan lain yang lebih penting”.  Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion tidak mengumpat, Ia malah merasa iba dan berujar “Kasihan anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya”.
Pygmalion dalam melihat dan memaknai sesuatu tidak melihat sisi negatif atau sisi buruk, melainkan melihat dari sisi baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain, sebaliknya ia selalu mencoba membayangkan hal-hal baik dibalik perbuatan buruk orang lain.
Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia sungguhan, patung tersebut diberi nama GALATEIA. Ketika sudah rampung, patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung itu tersenyum manis menawan, tubuhnya elok menarik. Kawan-kawan Pygmalion berkata  “Ah, sebagus- bagusnya patung, itu cuma patung, bukan isterimu”.  Walau mendapat tanggapan negatif dari teman-temannya tetapi Pygmalion tetap memperlakukan patung itu bagaikan manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dielusnya.
Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion, yaitu mengubah patung itu menjadi manusia betul. Akhirnya Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.
Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk mengambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.

Selasa, 29 Mei 2012

CATATAN KOSONG TENTANG WANITA DIMATA SEORANG PRIA


http://www.fotosearch.com/photos-images/parenting.html
Untuk memperingati ulang tahun perkawinan mereka sepasang suami istri melakukan sharing, atau berbagi pengalaman, pendapat dan saran, sebagai salah satu sarana menilai dan memperbaiki diri masing-masing maupun memperbaiki interaksi atau hubungan terhadap pasangan.
Kemudian sang istri memberi saran bahwa pada malam itu mereka hasus tidur pisah ranjang, dan ditentukanlah bahwa masing-masing tidur sendiri-sendiri di kamar yang terpisah untuk merenungkan perjalanan perkawinan mereka selama ini dan kemudian masing-masing dituntut untuk menulis semua uneg-unegnya berkaitan dengan pandangannya terhadap pasangannya, hal-hal yang berkesan atau yang menyedihkan maupun harapan yang belum terwujud maupun harapan yang diinginkan untuk kedepan dari dan untuk pasangannya.
Intinya si suami diminta menuliskan apa dan bagaimana penilainnya terhadap istrinya selama ini dan si istri juga dituntut untuk melakukan hal yang sama, kemudian besok pagi akan dibacakan dihadapan mereka berdua, alias empat mata.
Esok paginya, sesuai dengan kesepakatan, maka dimulailah pembacaan kesan dan pesan tersebut, diputuskan yang mendapat giliran pertama untuk menyampaikan pendapatnya adalah sang istri. Dengan penuh semangat si istri membacakan begitu banyak pendapat dan pandangannya tentang suaminya, terutama tentang keburukan suaminya dan terutama tingkah laku atau sikap suaminya yang menbuad sang istri kesal, jumlahnya sangat banyak, berpuluh-puluh sehingga ditengah mendengar keluh kesah istrinya yang demikian banyak, sang suami meneteskan air mata menangis tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Melihat suaminya menangis, sang istri berujar “Kenapa menangis, kamu baru tau kan bahwa selama ini aku memendam dalam hati semua kekesalan ini……” dan tiba-tiba si suami menimpali : “Tidak apa-apa, lanjutkan saja membacanya sampai selesai.”  Setelah sekian menit mengutarakan isi hatinya, kemudian si ibu mempersilahkan sang suami membacakan apa yang ditulisnya tentang tanggapan dan harapannya terhadap istrinya.
Setelah mengusap sisa-sia air matanya, kemudian si suami kemudian menyerahkan buku tulis itu kepada istrinya seraya berujar “ …ini saya kembalikan buku ini tanpa sepotong katapun ada saya tulis didalamnya !!!! “. Kemudian sang istri merasa heran, benci dan pikirannya gusar berbaur dengan rasa kesal, dan akhirnya berucap “ Apa-apaan ini… kok bisa sepatah katapun tidak ada bapak tuliskan….!!!”, dan melemparkan buku itu kearah sang suami.
Dengan sabar sang suami memungut buku yang terletak di lantai, sambil menarik napas dalam-dalam dan berujar  : “Kamu begitu sempurna dimataku, sehingga tidak  sepotong katapun dapat menggambarkan kekuranganmu, bahkan aku menerima kamu sebagaimana adanya, sehingga dimataku kamu tidak punya kekurangan…… aku bahagia memiliki istri sepertimu dan teramat sangat menikmati itu semua……!!!” Wow Pantastik………………
 
Idealnya dan menjadi keinginan setiap orang didalam sebuah rumah tangga suami dan istri seharusnya memiliki sikap kebersamaan yang mendalam baik utu dalam pemikiran, perkataan dan tindakan. Sikap yang saling serba sama ini merupakan keinginan yang sering muncul disetiap benak istri maupun suami. Dalam masyarakat karo di Sumatera Utara ada ungkapan yang mengatakan “Sepengodak Sepengole” artinya “ Seiring Seirama” suatu frase yang diambil dari sikap ketika menari (landek) dalam suatu pesta tahunan (gendang).  Ketika dua orang, pria dan wanita, menari bersama deengan posisi saling berhapan, ketika si pria menari dengan sikap menunduk maka si wanita juga harus menunduk, ketika seorang wanita membuat sikap menari berputar seakan mengitari angka delapan maka si pria juga diharapkan melakukan tindakan yang sama.
Dalam kehidupan rumah tangga sepasang suami istri juga diharapkan terwujud sikap dan tindakan yang seiring dan seirama ini, saya yakin bahwa setiap orang, baik itu suami maupun istri sangat mengidam-idamkan terjadi sikap seperti ini di dalam rumah tangganya. Namun dalam kenyataannya dalam kehidupan rumah tanggasulit ditemukan ada pasangan suami istri yang tidak pernah mengalami perbedaan pendapat dan tindakan sepanjang perjalanan sejarah mahligai rumah tangganya. Jika hal itu ada sewajarnya jika kita berguru kepada mereka karena hal itu merupakan sebuah catatan sejarah kehidupan yang perlu ditulis dengam tinta emas.
Lajimnya dalam setiap rumah tangga pernah terjadi perbedaan pendapat, perbedaan tindakan bahkan tidak jarang terjadi pertengkaran, walau bentuk pertengkaran itu berbeda-beda bentuk,size dan volume-nya. Dirumah tangga yang satu mungkin pertengkaran hanya sebatas omongan doing, bahkan ada yang hanya saling tidak bertegur sapa, tetapi ada juga pertengkaran yang sampai melakukan pisah ranjang,  bentuk pisah ranjang ini juga terdiri dari dua jenis, jenis pertama : Suami istri yang tempat tidurnya “Spring Bed” ketika bertengkar springbed tersebut di bagi dua, satu orang tidur diatas matras sedangkan seorang lagi tidur diatas dipan (makanya hati-hati ketika membeli springbed…hmmm), jenis kedua : pisah ranjang dalam arti yang sebenarnya yaitu tidak satu rumah lagi alias cerai.
Walaupun dikatakan bahwa sudah merupakan hal yang lajim terjadi perselisihan ataupun pertengkaran antara suami dan istri didalam sebuah rumah tangga bukan berarti hal ini harus dipelihara atau dilestarikan pelaksanaanya, capek khan ? Mana ada sih pria atau wanita yang memiliki hobby atau kesukaan untuk bertengkar ? Yakin seyakin-yakinnya, saya sungguh yakin bahwa setiap pria dan wanita ingin memiliki rumah tangga yang aman dan damai, suami dan istri bias saling memahami satu sama lainnya dan terutama bisa menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangannya.
Menerima kekurangan suami atau istri merupakan sebuah kata-kata yang gampang diucapkan padahal dalam kenyataannya sangat sulit dilakukan, terutama menerima kekurangan yang dianggap menyentuh harga diri seseorang. Ketidakmampuan menerima perbedaan terutama kekurangan inilah salah satu sumber yang potensial mengakibatkan perselisihan dan pertengkaran dalam sebuah rumah tangga suami istri.
Ketidakmampuan menerima kekurangan pasangan hidupnya dalam sebuah rumah tangga ini sebenarnya salah satu bentuk pengingkaran terhadap kenyataan yang sebenarnya, yaitu kita lupa bahwa sebagai suami istri kita dipersatukan lembaga perkawinan dari latar belakang yang benar-benar berbeda, kita lahir dari ibu yang berbeda, hidup dalam lingkungan yang berbeda, mendapatkan pendidikan dari sumber yang berbeda dan banyak lagi latar belakang perbedaan yang kita dimiliki oleh suami istri.
Pertengkaran atau perselisihan terjadi karena buah pikiran atau emosi seseorang, hal itu erat kaitannya engan mindset (kerangka berpikir) atau cara berpikir seseorang, karena suami istri dipersatukan dengan latar belakang yang berbeda maka cara berpikir mereka juga adakalanya berbeda dalam menyikapi sesuatu, cara berpikir ini dipengaruhi oleh “Belief” atau sesuatu yang diyakini seseorang kebenarannya.  Belief ini terbentuk berdasarkan pengalaman hidup, keluarga, lingkungan, pendidikan, bacaan dan lain sebagainya yang bentuknya sebagai sumber informasi dan pengetahuan.
Sejak lahir sampai ke jenjang perkawinan seseorang itu menjalani kehidupan sekian puluh tahunan, dan tahun yang panjang itu telah membentuk kerangka berpikir dan sikapnya, dan ketika masuk ke jenjang perkawinan sikapnya yang terbentuk sesuai dengan belief-nya dituntut untuk menyatu dengan pasangan hidupnya suami atau istri, hal itu membutuhkan proses penyesuaian bahkan pengorbanan dan kemauan untuk saling memahami serta kerelaan untuk menggeser sikap yang dianggap telan mapan didalam diri mereka masing-masing.
Pergeseran atau perubahan belief ini bukan merupakan pekerjaan yang gampang dilakukan karena sudah membuat seseorang merasa nyaman dengan keyakinan dan belief-nya sehingga hal itu disebut zona nyaman (Comfort Zone) seseoraang, dan jika ingin melakukan pergeseran atau perubahan terhadap belief tersebut dibutuhkan suatu kemauan yang muncul secara sukarela dan sungguh-sungguh dari dalam diri seseorang (Inside out), bukan terjadi karena daya dorong atau pengaruh yang dating dari luar diri seseorang (Outside In).
Disamping mengharapkan terjadi pergeseran kerangka berpikir masing-masing suami atau istri, salah satu solusi yang bagus dilakukan adalah memahami dan menerima kekurangan masing-masing, kekurangan itu dipandang sebagai sebuah kenyataan yang harus diakui dan diterima keberadaannya karena memang suami istri sesungguhnya memiliki banyak perbedaan secara personal, karena memang dating dari latar belakang yang berbeda, sehingga sangat dibutuhkan kerelaan dan kemauan untuk menjadikan perbedaan itu sebagai sarana mengaktualisasikan kemampuan dialogis yang baik, dalam sebuah dialog kita tidak harus menyetujui semua apa yang dikemukakan seseorang walaupun dalam hal itu kita harus menerimanya sebagai buah pemikirannya, demikian juga halnya dengan diri kita sendiri tidak seharusnya memaksakan kehendak kita kepada mitra dialog kita ketika ada perbedaan pendapat, artinya dalam sebuah dialog adakalanya kita harus “ SEPAKAT UNTUK TIDAK SEPAKAT “, intinya dapat menerima perbedaan.  
Dalam kontek rumah tangga suami dan istri, kalimat “Sepakat Untuk Tidak Sepakat” ini dimaknai sebagai sebuah tindakan kerelaan menerima pasangan kita secara utuh baik itu kekurangan dan kelebihannya, terutama kerelaan memahami dan menerima kekurangan yang ada di dalam diri suami atau istri, apabila kita mampu menerima kekurangannya maka alangkah lebih nikmat lagi rasanya ketika kita mendapatkan kelebihanya.
 

SIAPA BILANG WANITA ITU “LEMAH”

Berbicara tentang wanita memang tidak habis-habis daya tariknya sampai detik ini juga, maka berbahagialah seorang wanita karena memiliki kesempatan untuk diperbincangkan selalu, baik oleh pria maupun oleh wanita sendiri, pria membicarakan siapakah wanita itu merupakan hal yang lumrah karena sampai hari ini belum ada literatur yang bisa memuaskan keinginan pria untuk mampu memahami dan mengerti tentang wanita, bahkan sampai hari ini banyak kaum pria berkesimpulan bahwa wanita itu tidak ubahnya bagaikan  sebuah “Misteri”, ya misteri itu diartikan sebagai sesuatu yang kita banyak  ketahui tetapi nyatanya lebih banyak lagi yang tidak kita ketahui.

assets1.bigthink.com
Kalau wanita membicarakan tentang siapa dan bagaimana wanita, itu boleh jadi karena mereka sendiri juga masih ingin mengerti lebih jauh tentang wanita, tetapi jangan lupa bahwa membicarakan tentang dirinya sudah merupakan salah satu ciri khas cara berpikir (mindset) seorang wanita.

Sudah menjadi catatan indah yang ditulis dengan tinta emas bahwa seorang wanita cenderung untuk selalu mengungkapkan dan mengutarakan  perasaannya kepada orang lain terutama kepada orang yang dianggap dekat dengannya, dengan megungkapkan isi hatinya dan orang lain berkenan mendengarkannya maka  seorang wanita justru merasa bahwa dia di hargai, disayangi dan dibutuhkan oleh orang lain.
                Oleh karena itu membicarakan tentang wanita dalam hal ini bukan hanya kebutuhan kaum pria tetapi dibutuhkan juga oleh kaum wanita, terutama kali ini topik yang ingin dibicarakan tentang pandangan yang lajim mengemuka selama ini yaitu yang mengatakan bahwa “wanita orang lemah”. Jangan-jangan wanita sendiri juga tidak sudi diklasifikasikan sebagai orang lemah ?
                Secara historis, kaum wanita telah menunjukkan peranannya sesuai dengan arah perkembangan zaman, bahkan tidak jarang wanita memiliki peranan penting serta menyumbangkan kemampuannya sesuai dengan panggilan zaman yang menunjukkan bahwa wanita itu sendiri mampu dan memiliki kekuatan untuk berbuat, berkarya dan menghasilkan sesuatu sesuai dengan tuntutan zaman.
                Pandangan yang mengatakan bahwa wanita orang lemah hal itu terjadi hanya karena melihat seorang wanita dalam sisi kecil saja, misalnya melihat wanita melalui kedaan phisiknya atau melihat wanita dari sisi psikis yang dimilikinya yang cenderung ingin dilindungi dan disayangi, tidak dapat kita pungkiri bahwa secara psikologi seorang wanita memang selalu ingin dihargai dan diharapkan keberadaannya dan berbeda dengan seorang pria yang cenderung ingin menunjukkan keunggulannya sebagai orang yang kuat, mandiri dan memiliki kemampuan pribadi.
                Cara berpikir dan harapan yang ditunjukkan seorang wanita yang ingin selalu di diperhatikan dan disayangi oleh orang lain terutama ingin selalu didengarkan dan disayangi oleh pria bukan merupakan suatu ukuran yang bisa menggambarkan bahwa seorang wanita itu lemah, sikap wanita yang demikian itu karena memang seorang wanita cenderung untuk lebih mengandalkan perasaannya daripada mempergunakan rasionya dalam berkata-kata dan bertindak.
                Sesungguhnya seorang wanita itu tidak lemah jika kita kaitkan dengan peranan seorang wanita dalam kehidupan terutama dalam sepak terjang mereka berkarya, bekerja dan mencari nafkah. Dalam kehidupan sekarang yang identik dengan era teknologi informasi peranan wanita justru memiliki peluang yang lebih besar untuk lebih sukses dan menguasai lapangan pekerjaan ataupun dunia karir dan bisnis lainnya, era informasi erat kaitannya dengan teknologi rekayasa yang tidak membutuhkan kemampuan otot atau tenaga phisik, yang dibutuhkan adalah kemampuan berpikir.
                Secara psikologi  tidak dapat dibuktikan bahwa IQ seorang wanita lebih rendah dari seorang pria, artinya tinggi rendahnya IQ tidak ditentukan oleh jenis kelamin, bahkan di era teknologi informasi sekarang justru wanita memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan pria karena dunia bisnis dewasa ini ternyata tidak bisa lagi hanya mengandalkan kemampuan rasional tetapi dibutuhkan kemampuan memahami perasaan orang lain (emphaty). Kemampuan ber-emphaty ini bersumber dari kemampun otak kanan sedangkan kemampuan rasio mengandalkan otak kanan, dan pria umumnya cenderung lebih memberdayakan otak kirinya sedangkan seorang wanita cenderung mengandalkan otak kanannya.
                Dunia bisnis dewasa ini tidak cukup lagi hanya mengandalkan kemampuan menghasilkan suatu produk yang bagus dan canggih tetapi yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan memahami kebutuhan konsumen oleh karena itu dibutuhkan kemampuan memahami perasaan orang lain, kemampuan itu ada di otak kanan yang cenderung dipergunakan oleh wanita, apabila wanita mampu memadukan kemampuan otak kanannya dengan otak kirinya yang memang objek utama diberdayakan di institusi pendidikan maka tidak menutup kemungkinan wanita akan menguasai era teknologi informasi dewasa ini.
                Secara kronologi perkembangan dan proses perubahan zaman ternyata wanita juga pernah memegang peranan penting dan merupakan pelaku utama atau tumpuan kehidupan sesuai dengan kondisi dan panggilan zamannya. Secara historis kehidupan manusia dimulai dengan zaman nomaden yang kemudian bergeser menjadi zaman berburu, bertani dan teknologi, dizaman berburu sebagai tulang punggung perekonomian atau sumber mendapatkan nafkah adalah seorang pria, kondisi tersebut memang sesui dengan sikap pria yang suka bertualang dan menghadapi bahaya keluar masuk hutan, pada era berburu ini seorng pria memiliki keunggulan sesuai panggilan zamannya sementara seorang wanita aktivitasnya bekerja di rumah sambil bertani dan mengurus keluarga.
                Paska era berburu yang kemudian digantikan dengan era bertani, yang memiliki peranan sentral kemudian adalah kaum wanita, karena selain sebelumnya mereka sudah terbiasa bertani sementra pria berburu kehidupan bertani ternyata membutuhkan sikap  telaten dan penuh kesabaran, karena sikap dan keterampilan itu umumnya berada di diri seorang wanita maka wajar jika kemudian wanita memiliki peranan penting dalam era pertanian dan menjadikan wanita sebagai tulang punggung dan aktor utama perekonomian keluarga dan masyarakat. Inilah era dimana wanita memiliki peranan penting dalam sejarah kehidupan dan menunjukkan bahw seorang wanita itu tidak lemah, mereka dianggap lemah karena dilemahkan oleh pandangan yang salah dan dianggap lemah karena sejarah dan panggilan zaman.
Ketika era pertanian berkembang menjadi era industri dan teknologi kemudian pria memiliki peranan yang lebih penting karena  industrialisasi memang mempergunakan teknologi berat yang membutuhkan kekuatan pikiran dan otot untuk melaksanakannya, dalam kondisis seperti ini memang keberadaan pria sesuai dengan kebutuhan zaman itu, maka tidak mengherankan apabila kemudian yang memiliki peranan penting didunia industry adalah seorang pria.
                Sekarang kita tengah memasuki dan melakoni era teknologi informasi atau istilah kerennya Informtion Technologie (IT), dimana kita harus membuang jauh-jauh gambaran bahwa teknologi informasi adalah super computer canggih buatan IBM dahulu yang karena besarnya mesti diangkut dengan alat berat atau harus dengan mempergunakan otot kaum pria, kenyataannya sekarang ini teknologi baru itu sebesar genggaman tangan umat manusia, lihat laptop dan handphone. Teknologi komunikasi seperti handphone bukan hanya menjadi kebutuhan para elite penguasa dan pengusaha saja tetapi nenek kita yang bermukim di ujung pulau ditepian lebatnya hutan rimba sudah pasih ber-handphone ria, bahkan sudah memiliki halaman jejaring sosial  facebook, “biar keren katanya” !!!, alasan awalnya nenek kami itu ber-facebook ria katanya biar bisa berkirim status dan chatting dengan cucu-cucunya yang telah terbesar di berbagai belahan dunia ini, tetapi pada akhirnya nenek kami itu justru  ber-kangen-kangenan dengan mantan pacarnya yang sekarang sudah sama-sama tua renta, Nek… oh Nenek nasibmu kini ikut-ikutan jadi korban kemajuan teknologi, bosan ber-facebookria eh malah main game online sampai pagi…. Nek… Oh Nek sadar dong usia……  !!!!
                Dan jangan kaget bahwa saudara kita yang bermukin di pelosok desa yang konon katanya desa tertinggal sekarang kaum pria main judi tebak skore atau pertandingan bola melalui internet dan canggihnya main internet lewat handphone, lumayan pantastis, tetapi sisi positifnya para saudara kita yang bermukim di desa sekarang tidak bisa lagi dibohongi tentang fitur dan harga sebuah produk karena mereka sudah dapat mengetahuinya dengan mengakses internet.
                Perkembangan teknologi informasi itu ternyata telah beralih menjadi “Human Technology”  yaitu teknologi yang lebih mengandalkan emosional atau perasaan oleh karena itu dibutuhkan “Mood Management”, jika ingin mampu memahami  mood yang terdiri dari feel bad atau feel good maka dibutuhkan kemampuan untuk memahami perasaan orang lain (ber-empathy) dan kemampuan itu ada di dalam otak kanan yang umumnya lebih sering diandalkan oleh kaum wanita, jika memang dunia dewasa ini membutuhkan kemampuan “Mood Management” maka tidak menutup kemungkinkan jika arah perkembangan zaman telah membuka kesempatan pintu terbuka untuk kaum wanita memiliki kesempatan lebih unggul, dan mendapatkan kesempatan kembali menjadi aktor utama dalam gelanggang era teknologi informasi.
                 

MEMAHAMI PERBEDAAN ANTARA WANITA DAN PRIA (3)


               Kamu adalah milikku seutuhnya karena engkau berasal dari tulang rusukku “  Untaian kata-kata ini sangat romantik, sebuah ungkapan sangat religius  menggambarkan bahwa pasangan suami istri (Pasutri) bukan lagi dua melainkan sudah satu, menyatu dalam segala hal :  pikiran, perkataan dan tindakan. Setiap Pria maupun Wanita yang telah diikat dalam sebuah lembaga perkawinan memiliki keinginan dan obsesi yang sama untuk saling menyatu, saling pengertian, saling berbagi baik dalam suka dan duka. Itulah sebuah gambaran ideal seebuah rumah tangga pasangan suami istri yang bahagia dan saling mencintai.

Pria dan wanita merajut sebuah perkawinan sama-sama memiliki keinginan untuk saling bisa memahami dan mengerti pasangannya, serta bisa menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Karena itulah sebuah perwujutan cinta dan kasih sayang, dan perkawinan itu merupakan wahana paripurna persemaian  dan aktualisasi cinta bagi pasangan pria dan wanita.

Namun dalam kehidupan sehari-hari yang dijalani oleh pasangan suami istri tidak jarang ditemui terjadi pertentangan, perbedaan pendapat bahkan pertengkaran.  Ketika muncul perselisihan ini adakalnya seorang wanita maupun pria merasa tidak dapat memahami sikap pasangannya, bahkan tidak jarang menggugat salah satu pasangannya tidak memiliki rasa sayang dan perhatian lagi kepada pasangannya. Ironisnya perbedaan pandangan, sikap dan tindakan diantara keduanya bisa jadi menimbulkan  kondisi  “Amnesia” - merasa terasing - bingung memahami sikap pasangannya, bahkan ada yang merasa bahwa salah satu diantara mereka seakan sudah berubah sikapnya.

Ketika anggapan atau penilaian negatif terhadap pasangan telah tumbuh maka rasa curiga juga akan semakin membayang-bayangi dan rasa percaya terhadap pasangan juga akan semakin menggumpal, akumulasi pemikiran  negatif (negative thinking) ini menjadi pemicu untuk semakin seringnya pertengkaran diantara pasangan suami istri, bahkan tidak jarang dapat menimbulkan pertengkaran besar yang mengarah kepada perpisahan.
 
Salah satu sumber utama terjadinya perbedaan pendapat bagi suami istri adalah harapan atau keinginan yang teramat besar terhadap pasangannya. Sebagai pasangan yang telah diresmikan dalam sebuh lembaga perkawinan, idealnya pasangannya suami istri memang sudah dapat menyatukan diri dengan pasangannya dalam segala hal,  dan  mengharapkan pasangannya tersebut menjadi miliknya seutuhnya, baik itu jasmani dan rohaninya.
Pemikiran, harapan dan obsesi yang demikian besar ini sebenarnya merupakan keinginan yang lumrah dan pantas didapatkan, namun harapan tersebut sering tidak menjadi kenyataan, sehingga menimbulkan perasaan kecewa ketika harapan tersebut tidak terwujud, misalnya ketika pasangan kita berkata dan bertindak tidak sesuai dengan harapan kita, salah satu diantara suami atau istri tersebut melakukan sesuatu berdasarkan seleranya yang dianggap tidak berkenan atau tidak sesuai dengan harapan salah seorang diantaranya, ketika hal itu terjadi maka kita akan mengalami perasaan “terasing” dan kecewa, bahkan sering memvonis pasangan kita telah berubah, sikapnya tidak seperti ketika pacaran dahulu yang sangat  “Care” , lemah lembut, suka menolong serta memberi, alias dinilai sangat penuh kasih sayang.  
                Perbedaan pendapat atau perbedaan tindakan yang muncul diantara suami dan istri ini sebenarnya merupakan hal yang lumrah terjadi, karena pada dasarnya pasangan suami istri datang dan berasal dari latar belakang yang berbeda, ekstrimya pasangan suami istri berasal dari dunia atau planet yang berbeda.
Pasangan suami istri dipersatukan dari latar belakang yang berbeda, yaitu berasal dari latar belakang sosial, budaya dan ekonomi yang tidak sama. Latar belakang ini membentuk karakter masing yang saling berbeda. Faktor latar belakang lingkungan, pendidikan dan pengalaman yang berbeda juga menjadikan perbedaan kerangka berpikir diantara seorang pria dan wanita yang menyatukan diri dalam sebuah lembaga perkawinan.
Dan yang paling sering dilupakan oleh pasangan suami istri adalah perbedaan  “mindset” atau cara berikir, kerangka berpikir atau paradigma yang dimiliki masing-masing. Perbedaan keranngka berpikir ini merupakan kenyatan yang tidak terbantahkan karena memang masing-masing memiliki kerangka berpikir yang telah mapan didalam diri masing-masing dan telah merasa mapan serta merasa nyaman (Comfort Zone) dengan itu. Rumitnya lagi, mindset ini sangat dipengaruhi oleh Belief atau kebenaran yang diyakini seseorang, belief inilah yang mempengaruhi cara berpikir seseorang yang kemudian akan memproduksi ucapan dan tindakan.
                Perbedan cara berpikir inilah faktor dominan yang menimbulkan pertentangan ataupun pertengkaran antara seorang pria dan wanita, karena sering lupa akan latar belakang cara berpikir yang berbeda ini membuad harapan seseorang sirnah, dan seseorang itu akan kecewa bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi proses perubahan harapan, yaitu berubah dari cinta menjadi benci.
                Sebagai sebuah ilustrasi dibawah ini disajikan beberapa contoh kecil beberapa bentuk cara berpikir atau respon yang dilakukan oleh seorang pria maupun wanita ketika menghadapi suatu masalah,  dan harapan mereka dalam hal memperoleh bentuk sebuah cinta atau perhatian :
PRIA
WANITA
Menawarkan penyelesaian masalah (problem solving)  dan mengabaikan perasaan
Menawarkan nasihat – nasihat dan petunjuk yang tidak diminta
Memikirkan Persoalan dalam diam, sendirian  dan tidak ingin berbagi
Secara naluriah merasa perlu memperbincangkan (ngerumpi) tentang apa yang merisaukan perasaannya
Merasa termotivasi dan bangga pada saat dibutuhkan memecahkan masalah
Termotivasi bila merasa diharapkan
Membutuhkan Cinta yang penuh kepercayan, peneriman dan penghargaan
Membutuhkan cinta penuh perhatian, pemahaman dan rasa hormat

                Sajian diatas hanya sebagian kecil dari perbedaan yang sesungguhnya ada diantara seorang pria dan dan wanita, namun perbedaan kecil ini tidak jarang menjadi sumber penyebab timbulnya suatu pertengkaran antara seorang wanita dan pria, diatas telah disebutkan bahwa seorang wanita  “Menawarkan nasihat – nasihat dan petunjuk yang tidak diminta”,  hal ini sering dilakukan oleh seorang wanita secara spontan dan ironisnya ditanggapi oleh seorang pria secara negative atau sinis maka terjadilah perbedaan pendapat dan pertengkaran, contohnya “ Ketika mengemudikan sebuah mobil ditengah perjalanan tiba-tiba ada sebuah sepeda motor hampir saja menabrak mobil yang dikemudikan seorang suami, tiba-tiba sang istri berucap “ Hati-hati Pa….. !!!”, mendengar ucapan si istri maka si suami menjawab “ Lho yang tidak hati-hati siapa, kan pengendara motor itu yang ugal-ugalan, kok jadinya aku yang disalahkan…..!!!”
                Mengejutkan bukan ??? Padahal si istri mengucapkan kata-kata itu sebagai  sebuah ungkapan kasih sayang atau perhatian yang menggambarkan perasaannya yang tidak ingin terjadi kecelakaan menimpa dirinya dan orang-orang yang dikasihinya, sementara si suami menanggapi ucapan si istri sebagai sebuah “nasihat yang tidak dibutuhkan”, atau  si suami menganggap ucapan istrinya sebagai sebuah pukulan telak yang menuduhnya tidak pintar menyetir mobil dan dianggap merendahkan dirinya.
                Kembali ke uraian diatas, perbedan pendapat ini terjadi karena memang pria dan wanita memiliki latar belakang yang berbeda dalam hal cara berpikir, dalam kasus menyetir mobil tadi,  si istri sebagai seorang wanita memang memiliki sikap yang umumnya ingin “Menawarkan nasihat – nasihat dan petunjuk yang tidak diminta” dan “Secara naluriah merasa perlu memperbincangkan atau mengucapkan tentang apa yang merisaukan perasaannya”  sementara  si suami sebagi seorang pria bersikap “Memikirkan Persoalan dalam diam, sendirian  dan tidak ingin berbagi”, dalam sikapnya ingin memikirkan persoalannya sendirian maka seorang pria adakalanya mengabaikan perasaan orang lain maupun pasangan hidupnya, dalam hal ini istrinya sendiri.