Jumat, 25 Mei 2012

BELAJAR DARI RINTIHAN ANAK KERANG


Anak kerang sedang merintih kesakitan karena didalam tubuhnya ada sebutir pasir melekat menusuk, sehingga tubuhnya terluka dan berdarah. Ditengah rintihan menahan pedih dan rasa sakit, anak kerang memohon dengan sangat kepada ibunya agar mengeluarkan sebutir pasir tersebut karenarasa perih dan pedih tidak tertahankan ,  semakin lama mencoba menahan rasa sakit justru anak kerang semakin tidak kuat  menahan rasa sakit, sangitnya sungguh menyiksa.
           Namun ibunya berujar “Anakku, kita sudah ditakdirkan tidak memiliki tangan, sehingga ibu tidak memiliki kemampuan untuk mengambil sebutir pasir yang ada dalam tubuhmu, karena itu berupayalah semampumu untuk menahan rasa sakit, dan menerima keadaan serta takdir kita yang telah dikaruniakan  tidak memiliki tangan, untuk mengurangi rasa sakit dan perih keluarkanlah lendirmu membasahi sekeliling tubuhmu terutama untuk membasahi  sekitar letak pasir tersebut dengan demikian semoga  rasa sakit yang kau rasakan  dapat berkurang.
Hari berganti hari anak kerang itupun menjalani hidupnya dengan menanggung beban penuh rasa sakit, dan berupaya sekuat tenaga bertahan menahan penderitaan ini seiring berharap suatu ketika akan muncul mukjijat atau dewa penolong, namun ditengah penderitaan ini adakalanya muncul juga perasaan protes terhadap takdir yang diterimanya, “betapa tidak sempurnanya hidupku” keluhnya, dan disaat lain mengumpat “Maha pencifta tidak adil….!!!”.  Dan banyak lagi ungkapan rasa kesal yang dikeluarkannya.
Namun pada kenyataanya umpatan dan rasa sesal itu mubajir dan sia-sia, perjalanan kehidupan ternyata terus berjalan dan berlangsung sesuai dengan ritmenya tanpa peduli sejauh mana sesuatu  tertinggal. Anak kerang akhirnya berpikir bahwa bukan dunia yang menyesuaikan diri dengan diri kita tetapi kitalah yang dituntut untuk segera menentukan sikap  melakukan tindakan yang mampu mengatasi tantangan hidup dan  harus mampu menghadapi penderitaan.
Tanpa diduga  beberapa waktu kemudian  sebutir pasir yang ada didalam tubuh kerang itu berubah wujud menjadi sebutir permata. Dan dari hari ke hari permata itu semakin besar dan indah.
Akhirnya permata itu menjadi sebuah benda abadi yang tidak lapuk di musim hujan dan tidak retak dimusim kemarau, abadi sepanjang masa dan nilainya sangat tinggi. Anak kerang tersebut kemudian berubah wujud menjadi sebuah permata yang berharga dan diburu umat manusia. Bahkan anak kerang yang telah berubah wujud menjadi sebuah permata itu lebih berharga daripada kerang-kerang  lain yang hanya menjadi santapan umat manusia, bahkan banyak kerang lainnya dijemput ajal sebelum usianya sampai tua.
Setiap kali kita menghadapi sebuah percobaan, kegagalan dan terutama ketika mengalami situasi kehidupan yang tidak memuaskan, misalnya kondisi ekonomi pribadi maupun rumah tangga kita dibawah rata-rata, adakalanya kita tidak bisa menerima keadaan tersebut secara realistis, disaat kita susah dan kesulitam justru kita sering menjari larut dalam suasana bathin yang menyesali kondisi pribadi kita, ironisnya bahkan kita sering menyesali bahwa Tuhan tidak adil dan tidak berpihak terhadap diri kita sendiri.
Tanpa kita sadari sikap yang hanya mengeluh dan mencari-cari alasan bahwa faktor yang berada diluar diri kita yang menyebabkan kondisi kita menyedihkan ternyata justru membuad kita semakin terjatuh lebih dalam lagi ke kondisi yang lebih memprihatinkan. Hal itu lajim terjadi karena kita sendiri tidak memiliki motivasi lagi untuk mencari solusi atau jalan keluar yang produktif mengatasi hambatan dan kendala yang kita hadapi, keinginan untuk bangkit telah terbelenggu oleh pemikiran negatif yang muncul dari dalam diri kita sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar