Jumat, 25 Mei 2012

EFESIENSI DAN EFEKTIFITAS TANPA MENGURANGI MAKNA DALAM PROSES PERKAWINAN MASYARAKAT SUKU KARO

Proses pernikahan dalam adat suku karo sangat penting,pelaksanaannya mesti diketahui dan disetujui oleh seluruh pihak keluarga (Sangkep nggeluh). Pelaksanaan acara perkawinan masyarakat karo  melalui beberapa tahapan panjang. Sehingga ada  anggapan proses pelaksanaan perkawinan masyarakat karo terlalu berbelit-belit, membutuhkan waktu panjang serta menelan biaya  besar.
Pandan miring ini merupakan sebuah otokritik, dan bahan permenungan yang sangat relevan dilakukan oleh masyarakat karo itu  sendiri. Pandangan ini pada intinya bertujuan tercapainya pelaksanaan pesta adat perkawinan masyarakat karo secara  efesien dan efektif tanpa mengurangi makna dan nilai-nilai fhilosopis pesta adat tersebut. Efesiensi dalam hal ini dipandang sebagai tuntutan zaman.
Secara historis tata cara dan langkah-langkah pelaksanaan pesta perkawinan masyarakat karo  sebenarnya secara berlahan-lahan telah mengalami perubahan sesuai dengan kondisi zamannya. Secara kronologis proses  pelakasanaan perkawinan masyarakat karo dahulunya dipengaruhi oleh system kehidupan masyarakat karo yang agraris, pekerjaan utama bertani (Kujuma / Kusabah ),  tinggal di pedesaan, kondisi ini  mendukung pelaksanaan langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang panjang dalam setiap pelaksanaan acara adat.
Dahulunya  proses dan tahapan-tahapan yang mesti dilalui  dalam pelaksanaan adat perkawinan masyarakat karo terdiri dari tahapan-tahapan : Naki-naki, Maba Nangkih, Mama Belo Selambar, Nganting Manuk, Kerja Adat, Mukul (Persada Tendi) atau Ngubah Tutur, Ngulihi Tudung dan Ertaktak,  tahapan tersebut terdiri dari delapan langkah.
Selanjutnya terjadi perubahan menjadi tujuh langkah,  dimana kegiatan naki-naki tidak pernah lagi terdengar.   Kemudian yang terjadi adalah kegiatan Sitandaan Ras Keluarga  Pakepar rikut ras Anak beru : Encakapken ndigan mbaba nakan tasak dan mbaba belo selambar.
Akhir-akhir ini yang umum dilakukan hanya tinggal lima langkah  yaitu Sitandaan, Mbaba belo selambar , Nganting Manuk, Pesta Adat dan Mukul. 
Sekarang justru ada perkembangan baru, ketika pelaksanaan Mbaba belo selambar ada istilah “Itingkatkan”,  yaitu pelaksanaan  acara Nganting Manuk dilaksanakan pada saat acara Mbaba belo selambar sekaligus, sehingga tahapan yang dilakukan hanya terlaksan empat tahapan saja. 
            Efesiensi atau pengurangan tahapan-tahapan itu sebenarnya merupakan tuntutan  kondisi perubahan zaman dan sesuai dengan perubahan atau pergeseran kehidupan masyarakat karo. Contohnya pelaksanaan Naki-naki pada zaman dahulu dilakukan karena ketika itu  kehidupan di desa  para muda-mudi tidak bisa beriteraksi bebas untuk  pacaran, sehingga perkawinan sering terjadi karena dijodohkan, dan perkawinan dominan ditentukan oleh pihak orang tua. misalnya mencarikan jodoh sang anak. Seiring dengan perkembangan zaman dimana para muda-mudi (Anak perana ras Singuda-nguda) lebih dominan mencari calon pasangannya sendiri atau pacaran terlebih dahulu maka langkah yang umumnya terjadi sekarang adalah setelah ada kesepakatan antara Anak perana dan Singuda-nguda  untuk melakukan perkawinan  maka melalui orang tuanya si Pria menyampaikan kepada anak berunya tentang rencana perkawinannya. Kemudian Orang Tua dan Anak Berunya mengatur waktu untuk "Sitandaan" dengan kelaurga dan anak beru si calon wanita  menentukan acara Mbaba Belo Selambar.
Dewasa ini acara atau tahapan penting yang dilakukan adalah Mbaba Belo selambar.



(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar