Sabtu, 30 Juni 2012

Indonesia Mau Pinjami IMF 1 Miliar Dolar AS, Comot Dana Dari Cadangan Devisa

Pemerintah biasanya rajin berutang demi menutup kekurangan belanja negara kepada International Monetary Fund alias IMF. Tapi saat ini ada rencana pemerintah memberi utangan 1 miliar dolar AS ke lembaga donor dunia itu.
Saat krisis moneter di akhir ta­hun 1990-an, IMF memberikan utang sangat besar kepada In­donesia. Sampai-sampai negeri ini menjadi pelanggan terbesar. Di akhir periode pertama kepe­mimpinan Presiden Susilo Bam­bang Yudhoyono, utang kepada IMF dilunasi.
Kini giliran Indonesia yang be­rencana meminjamkan utang ke IMF. Utang itu direncanakan akan disalurkan ke negara-negara yang tengah dilanda krisis. Tu­juannya, supaya negara tidak be­runtung se­cara ekonomi itu tidak mem­per­buruk perekonomian dunia.
“Indonesia juga pernah pinjam IMF di 2006 dan kita sudah kem­balikan. Kalau sekarang bisa beri­kan pinjaman ke IMF, berarti se­dang di posisi yang lebih baik. Ki­ta juga harus memperhatikan ne­gara-negara dunia yang tidak beruntung yang perlu disiapkan,” ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardojo di DPR, Jakarta, Kamis lalu.
Agus mengatakan, saat ini pe­merintah masih melakukan kajian berapa besar dana iuran yang akan diberikan ke IMF terkait peningkatan modal yang akan di­gunakan terutama untuk meng­hadapi krisis.
Peningkatan modal tersebut nantinya bukan hanya digunakan untuk menyehatkan negara-ne­gara ­Eropa yang tengah dilanda kri­sis, melainkan juga bisa untuk ne­gara-negara berkembang.
“Kita selesaikan proses pinja­man intern ke IMF sebagai ke­kua­tan ekonomi dunia, supaya ja­ngan memburuk dan malah mem­bahayakan semua,” tegasnya.
Dikatakan, pemerintah Indo­nesia memberi sinyal akan mem­berikan pinjaman maksimal sebe­sar 1 miliar dolar AS kepada IMF. Belum bisa disebutkan tetapi saya rasa maksimal 1 miliar dolar AS,” ucapnya.
Menurutnya, pinjaman yang diberikan  pemerintah Indonesia tidak akan diambil dari APBN melainkan dari cadangan devisa yang saat ini berjumlah 111,52 miliar dolar AS.
“Itu nanti bukan dalam bentuk APBN, tetapi semacam satu penge­lolaan dana yang meru­pa­kan bagian dari cadangan devisa. Jadi cadangan devisa tidak di­pin­dahkan, karena akan tetap ter­catat sebagai cadangan devisa Indo­nesia,” jelasnya.
Sebagai informasi, dalam per­te­muan Kelompok Ekonomi G20 di Los Cabos, Mexico, beberapa ne­gara telah memberikan sum­bang­sih pada IMF dalam bentuk pinjaman dana. Seperti halnya China, dilaporkan meminjamkan dana sebesar 43 miliar dolar AS, berikut juga negara-negara de­ngan tingkat pendapatan yang bah­kan lebih rendah dari Indo­nesia, dengan tujuan agar dapat memulihkan perekonomian nega­ra-negara yang dilanda krisis.
Presiden Yudhoyono mengata­kan, pemerintah akan membica­rakan terlebih dulu rencana itu di Ta­nah Air dengan pihak-pihak ter­kait, agar tidak terjadi kesala­han persepsi. “IMF memerlukan tambahan dana 430 miliar dolar AS-nggak kebayang besarnya, untuk membantu negara-negara yang repot, bukan hanya eropa tapi negara lain, kemudian minta anggotanya menambah lagi. Indonesia punya kemampuan untuk berkontribusi, jelas tinggal ka­mi tata dulu sekarang ini su­paya tidak menjadikan salah pengertian saudara-saudara kita,” kata Yudhoyono .
Presiden mengatakan, terdapat sisi politis dalam hal keputusan memberikan pinjaman pada IMF. Khawatir akan mejadi salah pengertian bagi rakyat Indonesia, persoalan ini akan dibahas secara se­rius di Tanah Air dengan meli­batkan pihak-pihak terkait.
“Ini ada unsur politiknya. Saya tidak ingin saudara-saudara kita salah terima, tetapi betul negara dengan pendapatannya lebih ren­dah dari Indonesia saja ikut me­minjamkan, mengapa Indone­sia tidak mau ada pesoalan ini? Nanti kita olah-olah dengan baik di Ta­nah Air, dengan dengan demikian le­bih bagus,” imbuhnya.
Di sisi lain, Yudhoyono meng­ung­kapkan, terdapat persoalan psi­kologi bagi Indonesia dalam hal hubungan dengan IMF. Mes­kipun IMF telah melaksanakan re­formasi, namun di mata Indo­nesia masih sensitif.
“Pada saat setahun menjabat, Presiden mengambil keputusan yang beresiko tinggi karena hi­tung-hitungan ekonominya bisa tidak pas. Tetapi saya harus ambil keputusan melunasi utang kepada IMF dan membubarkan Consul­tative Group on Indonesia (CGI). Ma­kanya begitu keputusan diam­bil, SMS mengalir mengucapkan terimakasih. Mereka itu rakyat je­lata, nggak ngerti betul IMF itu apa, kebijakannya apa. Tapi be­gitu kita mengatakan selesai de­ngan IMF, kita lunasi utangnya, kita bubarkan grup yang men­dik­te kita, itu mereka senang. Jadi, persoalan ini lebih pada psiko­lo­gis,” tuntas SBY.
Indonesia Bukan Negara Kebanyakan Duit
Achsanul Qosasih,Wakil Ketua Komisi XI DPR
Pemerintah sebaiknya mem­pertimbangkan lagi rencana ter­kait pemberian bantuan pinjaman likuiditas kepada Dana Moneter Internasional (IMF) yang kini se­dang berada diambang krisis. Se­bab, Indonesia bukan negara yang kebanyakan duit.
Sampai saat ini DPR  belum menyetujui rencana tersebut. Men­keu tidak memiliki alasan yang jelas dan masuk akal men­dukung ketersediaan sumber keu­angan yang cukup bagi IMF. DPR secara keras akan menolak bila aksi tersebut hanya mengandung un­sur politik, misalnya sekadar pencitraan semata.
Kami mempertanyakan apa keuntungan yang diperoleh bagi Indonesia bila memberi pinjaman pa­da lembaga yang sedang meng­alami krisis keuangan tersebut.
Perlakuan IMF di masa lalu, masih meninggalkan luka men­dalam bagi bangsa Indonesia. Saat krisis beberapa tahun silam, IMF mengajukan segudang sya­rat yang mencekik leher.
Salah satu contohnya seperti penghapusan bulog.
Pemerintah seharusnya jangan ter­lalu naif menganggap tindakan memberi bantuan pinjaman ter­sebut dapat memperkuat kedu­du­kan Indonesia di mata dunia. Se­bab, tindakan tersebut tidak akan memberikan dampak yang sig­nifikan dalam menye­hatkan eko­nomi negeri.
Sebaiknya Menkeu jangan mempolitisasi bantuan yang digunakan untuk menyokong ekonomi dunia, apalagi berharap ne­­gara maju dan negara ber­kem­bang akan menggunakan pro­duk buatan anak bangsa di masa men­datang.
Ikut Menggencet Rakyat Eropa
Dani Setiawan, Koalisi Anti Utang
Sesungguhnya IMF tidak menge­nal istilah negara-negara kre­ditur, tapi negara penanam mo­dal. Jadi, harus dijelaskan du­lu, bahwa pemerintah tidak se­dang meminjamkan uang, tapi me­nambah modalnya di IMF.
Kemudian, pasca pertemuan G20 lalu disepakati salah satu ca­ra memulihkan krisis adalah dengan memperkuat peran IMF. Dan IMF membutuhkan modal tambahan untuk mem­berikan pinjaman ke negara-negara yang didera krisis untuk memulihan sektor keuangan­nya.
Nah, Indonesia menyepakati itu. Jadi saat ini IMF sedang me­­nagih dari perjanjian yang te­­lah disepakati Indonesia. China dan sejumlah negara ber­kembang lainnya telah menam­bah modal­nya terlebih dulu. Tinggal giliran Indonesia yang di­tunggu.
Cara memulihkan krisis de­ngan IMF adalah salah. Lemba­ga ini berdasarkan track record-nya sangat buruk. Indonesia per­nah mengalaminya. Mesti­nya lem­baga ini dibubarkan saja, karena, IMF tidak meno­long ne­ga­ra, melainkan  menja­lankan misi kekuatan modal interna­sional untuk menguasai negara-negara yang jadi pa­siennya.
Sikap Indonesia yang ikut-ikutan menambah modal adalah tindakan keliru. Itu sa­ma saja ikut menggencet rak­yat Eropa. IMF dalam mem­be­ri­kan pinja­man, selalu di­iringi dengan sya­rat-syarat se­perti mencabut sub­­sidi dan mengurangi ang­ga­ran so­sial. Itu semua men­dapat per­la­wa­nan keras dari rakyat Eropa.
Apakah Indonesia akan dapat untung dari penambahan modal itu? IMF itu kan institusi yang mendapatkan untungnya dari bunga pinjaman. Dulu saat se­jumlah negara memutuskan me­nutup pinjaman, IMF ham­pir bangkrut sampai-sampai harus menjual cadangan emas­nya untuk biaya operasional.
Namun, kebijakan pembe­rian deviden itu ditentukan pe­milik modal terbesar yakni, AS, Je­pang, dan beberapa negara Ero­pa. Lihat saja nanti apakah Indo­nesia akan ikut kebagian untung.
Di sisi lain, IMF adalah alat ne­gara maju dan korporasi un­tuk menguasai negara pasien. Seperti mempengaruhi peme­rin­tah agar melakukan libera­lisasi ekonomi, membuka pasar bebas sehingga kekayaan nega­ra bisa dikeruk  perusahaan mul­­tinasional.
Inilah Fakta Utang-utang RI
Pemerintah berencana memberi pinjaman kepada IMF sebesar 1 miliar dolar AS untuk membantu negara-negara Ero­pa dan berkembang keluar dari krisis. Layakkah, Indonesia mem­beri pinjaman ditengah me­­numpuknya utang negara. Berikut gambaran kondisi keua­ngan pemerintah
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu per Mei 2012, total utang peme­rintah Indonesia mencapai Rp 1.944,14 triliun, naik Rp 140,65 tri­liun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya Rp 1.803,49 triliun.
Jika dihitung dengan deno­mi­nasi dolar AS, jumlah utang peme­rintah pada Mei 2012 men­capai 203,26 miliar dolar AS. Jumlah ini naik dari posisi pada akhir 2011 yang mencapai 198,89 miliar dolar AS. Utang pe­merintah tersebut terdiri dari pinjaman Rp 639,88 triliun dan su­rat berharga Rp 1.304,26 triliun.
Sementara rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pu­sat hingga akhir Mei 2012 ada­lah bilateral Rp 392,37 triliun, mul­tilateral Rp 24,55 triliun, komer­sial Rp221,33 triliun, dan sup­plier Rp 480 miliar, dan pinjaman dalam negeri Rp 1,15 triliun.
Sedangkan total surat utang yang telah diterbitkan oleh pemerintah sampai Mei 2012 men­capai Rp 1.304,26 triliun, atau naik dibandingkan posisi pada akhir 2011 yang sebesar Rp 1.859,43 triliun.
Direktur Strategi dan Porto­folio Utang Kementerian Keua­ngan Scenaider CH Siahaan, mengatakan rasio utang terha­dap PDB Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju. Contohnya, Je­pang yang mencapai 200 per­sen terhadap PDB. Indonesia sendiri kurang dari 25 persen PDB, sekarang 24 persen.

[Harian Rakyat Merdeka. Sabtu, 30 Juni 2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar