Kamis, 04 Oktober 2012

"Perjamuan Terakhir" Karya Leonardo da Vinci,Theosentris, Antroposentris, Modernitas dan Alienasi


Selain “Monalisa”, satu lagi karya legendaris Leonardo da Vinci adalah “Perjamuan Terakhir", merupakan karya seni besar Italia abad ke-15, abad ini merupakan momen penting sejarah peradaban manusia, muculnya era  renaissance (kelahiran kembali).
Berbicara tentang sejarah perkembangan aliran pemikiran barat, tidak dapat dilepaskan dari Renaissance yang merupakan salah satu babakan sejarah yang mengantarkan umat manusia kembali menemukan identitas dan harkatnya, yaitu dengan menjadikan manusia sebagai pusat (sentral) alam semesta dan dirinya sendiri, atau Antroposentris.
Pengulangan sejarah, yang pernah juga terjadi pada peradaban Yunani klasik, ini merupakan suatu perkembangan sejarah aliran pemikiran umat manusia yang ingin menggugat dan meretas aliran pemikiran TheosentrisTuhan menjadi pusat dari segalanya-,  dan serba dogmatis, theologies yang tengah mapan sejak abad pertengahan.

Leonardo da Vinci adalah anak dan putra kandung zaman renaissance, dan merupakan sosok yang menggambarkan seorang manusia yang hidup dalam zaman perubahan, intelek dan moderat sebagaimana ciri zaman renaissance. Karya lukis “Perjamuan Terakhir” menjadi salah satu contoh produk pemikiran kaum renaissance yang identik menjadikan manusia sebagai pusat segalanya, mengandalkan rasionalitas dalam berpikir dan bertindak. Leonardo da Vinci bukan merupakan seorang pelukis biasa-biasa, tetapi seorang pelukis yang mengandalkan kemampuan rasio mengeksekusi objek lukisannya. Lukisan Perjamuan Terakhir dengan ukuran kira-kira lima kali sembilan meter ini adalah pesanan seorang bangsawan Milan, Lodovico Sforza, untuk menghiasi dinding ruang makan Kuil St Maria delle Grazie, Milan.

Sebelum memulai pekerjaannya tahun 1495, dan  diselesaikan 1498, Leonardo da Vinci terlebih dahulu melakukan  riset mendalami psikologi dan watak manusia. Leonardo da Vinci akhirnya mengambil kesimpulan bahwa watak dan jiwa manusia tercermin dalam reaksi dan gerak tangan. Leonardo mempelajari konteks Kitab Suci Perjamuan Terakhir, dan kemudian memutuskan momen yang dilukis adalah detik-detik ketika Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Yoh 13: 21b).

Yudas dalam gambar tersebut tampak mengambil sikap bersembunyi, dia satu-satunya murid yang siku tangannya menumpang di atas meja. Dia dilukiskan sebagai orang yang berkepribadian culas, sedangkan  Petrus dilukis dengan wajah marah.
Gambar yang memperlihatkan keduabelas rasul bersama Yesus sedang melakukan perjamuan makan dilukis dari model manusia yang hidup. Ketika hendak memulai karya lukisnya, Leonardo da Vinci terlebih dahulu melakukan penelitian dan mencari model  ratusan pemuda   untuk menemukan raut wajah dan kepribadian yang bisa mewakili karakter kedua belas rasul dan Yesus.

Model hidup lukisan untuk tokoh Yesus dipilih terlebih dahulu. Ketika diputuskan bahwa Loenardo Da Vinci akan melukis karya besar ini, ratusan pemuda dicari untuk mendapatkan seraut wajah dan kepribadian yang mencerminkan tanpa dosa,elok, bebas dari carut-marut dan guratan-guratan akibat dosa yang dianggap mewakili gambaran dan pigur Yesus. 
      
Setelah berminggu-minggu mencari model, akhirnya seorang pemuda berusia sembilan belas tahun terpilih sebagai model untuk melukis Yesus, butuh waktu enam bulan bagi Leonardo Da Vinci untuk mengerjakan lukisan tokoh utama dari karyanya ini.  Kemudian dilanjutkan dengan mencari model yang cocok  untuk mewakili raut wajah sebelas rasul, sedangkan untuk sosok Yudas Iskariot sebagai bagian terakhir yang dikerjakan menyita perhatian khusus dan waktu lebih panjang bagi Leonardo da Vinci untuk mendapatkan model seseorang dengan raut wajah keras tanpa perasaan, memiliki gurat-gurat ketamakan, tipu daya, kemunafikan dan kekejian.

Setelah kesulitan menemukan karakter yang dianggap sesuai dengan Yudas, kemudian ada berita yang disampaikan kepada Leonardo Da Vinci bahwa orang yang penampilannya sesuai dengan permintaannya telah didapatkan di sebuah penjara bawah tanah di Roma, hukuman mati telah dijatuhkan kepadanya atas tindak kejahatan dan pembunuhan yang dilakukannya. Orang ini dibawa keluar dari sel penjara,  dan dibimbing keluar dalam terang sinar matahari. Di sanalah Da Vinci menyaksikan di hadapannya seorang pemuda berkulit gelap, rambutnya gondrong, kusut acak-acakkan menutupi sebagian wajahnya, raut wajahnya mencerminkan watak yang bengis dan kejam. 

Orang itu duduk di hadapan Da Vinci pada jam-jam yang ditentukan setiap hari sementara sang pelukis melanjutkan karyanya menuangkan ke dalam lukisannya karakter dasar yang ada di hadapannya. Sementara ia menggoreskan sapuan-sapuan kuasnya yang terakhir, para pengawal membimbing tahanan mereka pergi. Tiba-tiba orang itu meronta dan melepaskan diri dari para pengawal, lalu berlari menemui Leonardo Da Vinci sambil berseru, “Da Vinci, pandanglah aku! Tidakkah engkau mengenali siapa aku?”.
Da Vinci menjawab, “Tidak, tak pernah aku berjumpa denganmu sepanjang hidupku.”
Tahanan itu berseru, “Ya Tuhan, apakah aku telah jatuh demikian dalam?”, Kemudian sambil mendekatkan wajahnya kepada sang pelukis, ia menangis, dan berujar,  “Pandanglah aku sekali lagi. Aku adalah orang yang sama yang engkau lukis tujuh tahun lalu sebagai gambar mewakili Yesus Kristus!”


Lukisan “Perjamuan Terakhir” dan  “Monalisa”  karya Leonardo da vinci diklasifikasikan sebagai karya seni  menganut aliran realisme. Yaitu sebuah aliran pemikiran,  atau aliran seni lukis yang menggambarkan sebuah  lukisan yang memiliki kemiripan dengan objek yang dilukis, gaya ini juga sering disebut dengan naturalis. Penganut faham ini melukis suatu objek  atau alam kongkret yang dilukis” sama persis dengan hasil lukisannya.  

Aliran pemikiran realisme dan naturalis ini meninggalkan tradisi seni lukis berbentuk sktesa yang berkembang sebelumnya. Para seniman abad ke-14 menggambarkan orang-orang nampak seperti sungguh-sungguh hidup, lukisan mereka tentang benda-benda dan alam yang sebenarnya, sehingga orang yang melihatnya seakan berhadapan dengan benda atau orang yang sesungguhnya. Pada seniman dan sastrawan pada jaman tersebut bebas mengekspresikan apa saja yang mereka pikirkan dan kehendaki tanpa pertimbangan norma moral, sosial dan hukum. Manusia menjadi pusat segalanya (antroposentris) dalam hubungannya dengan alam.

Manusia sebagai sentral (sentries) alam semesta dan manusia menegaskan kembali eksistensi dan jati dirinya sebagai subjek,kritis,mempergunakan akal sehat dan reflektif. Faham ini menjadi salah satu proyeksi sikap liberalisme dan modernitas

Munculnya aliran pemikiran ini merupakan sebuah reaksi dan perubahan cara berpikir baru untuk menggantikan cara berpikir yang sempat mapan pada abad pertengahan yang bercirikan budaya klasik dan bernafaskan religiusitas yang dianggap menjadikan manusia terbelenggu oleh kaidah moral, dogmatis dan theosentris. Renaissance menjadikan manusia menegakkan harkat dan martabatnya, serta menilai bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama, memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.

Manusia bebas, rasional, mandiri dan individual menjadi prototype manusia modern. Leonardo da Vinci merupakan pigur yang mewakili aliran pemikiran liberalisme yang lahir dari rahim renaissance. Leonardo da Vinci suatu ketika mengatakan,mekanika adalah firdaus dari matematika, dan matematika adalah dasar pemikiran serta eksprimen dalam menerjemahkan alam bagi manusia.
Jika alam pemikiran abad tengah berdasarkan otoritas Allah –Allah Maha Kuasa- ( Deus Omnipotensi) maka pada zaman renaissance manusia berkeyakinan bahwa pengalaman, eksprimen dan rasionalitas manusia merupakan dasar dalam kehidupan duniawi, pemikiran ini mengandung faham Sekularisme, peranan Agama tersisihkan.

Renaissance menjadi lahan subur kelahiran kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, Leonardo da Vinci menjadi simbol manusia modern dan terpelajar. Ia mempelajari geologi, geofisika, dan botani. Untuk mempelajari tubuh manusia, ia praktek sendiri membedah mayat. Gambar-gambarnya mengenai anatomi tubuh adalah warisanberharga  untuk ilmu kedokteran.

Renaissance menganut pandangan bahwa manusia dilahirkan bukan hanya memikirkan nasib di akhirat, tetapi mausia harus memikirkan hidupnya di dunia, jika faham yang dianut pada abad pertengahan sebelumnya mengatakan manusia lahir ke dunian dengan turun dari surga, dan begitu lahir langsung mengangkat kepalanya untuk menengadah ke surge, maka masa renaissance mengatakan manusia lahir kedunia untuk mengolah, menyempurnakan dan menikmati dunia ini, baru setelah itu menengadah ke surge. Nasib manusia  ditangan  manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan di dunia bukanlah takdir Allah melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diatasi oleh kekuatan manusia dengan akal budi, otonomi dan bakat-bakatnya.

Pemikiran ini muncul sebagai gugatan terhadap pemikiran yang berkembang pada abad pertengahan yang berciri Theosentris – Allah Sebagai Sentral/Pusat-, manusia dianggap terbelenggu oleh dogma dan moral dan kaku, renaissance merombaknya menjadi manusia sebagai objek yang mengandalkan nalar, individual dan humanis.

Manusia renaissance menempatkan dirinya sebagai orang terpuji, mengutamakan kemampuan dalam berpikir dan bertindak, serta memiliki semboyan hidup “Carpe Diem” –Nikmatilah Kesenangan Hidup-.

Walaupun manusia zaman renaissance mengalami perubahan atau pembenahan cara berpikir, namun zaman renaissance masih memiliki beberapa sisi persamaan dengan manusia abad pertengahan, yaitu sama-sama berorientasi kepada budaya klasik Yunani dan Romawai.

Jika pada abad tengah budaya klasik dibingkai dan bernafaskan religiositas gereja  serta dimanfaatkan bagi kepentingan Gereja, zaman renaissance budaya klasik tersebut berada dibawah kekuasaan manusia dan bernafaskan keduniawiaan dan dimanfaatkan demi kepentingan manusia itu sendiri. Karya-karya zaman renaissance mengabaikan nilai-nilai spiritual dan lebih mengandalkan sisi badaniah sehingga  keindahan fisik sangat ditonjolkan.

Inilah sekilas uraian tentang alam pemikiran kaum Renaissance yang merupakan benih-benih pemikiran yang kemudian memiliki andil dan sumbangan terhadap lahirnya faham liberalisme, demokrasi, kapitalisme yang merupakan gagasan berupa symbol kemajuan peradaban umat manusia atau modernisasi.

Kita sekarang tengah hidup, berdiri dan menghirup nafas atmosfir zaman modern, masih layak-kah kita merenungkan makna apa sebenarnya yang kita peroleh dari modernitas tersebut ? dan apa keuntungannya bagi kehidupan kita ? Atau justru kita merasa terasing (ter-alienasi), atau justru menjadi korban yang tersisihkan ke tepian modernisasi ?   
(BERSAMBUNG.....!!!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar