Senin, 22 Oktober 2012

SEKILAS KISAH KEJATUHAN GUS DUR DARI KURSI PRESIDEN



Peluru tembak yang dikenakan kepada Gus Dur yang kemudian semakin membesar bagaikan bola salju yang akhirnya bermuara ke arah menggulingkan Gus Dur dari kursi ke-presiden-an bermula dari kegaduhan politik sejak awal 2001 yang mengusung thema kasus Dana Yanatera Bulog dan Bantuan Sultan Brunei,
Perseteruan antara Gus Dur dengan pihak-pihak yang ingin menggoyang kedudukannya semakin seru dan memanas karena kerap sekali pernyataan dan kebijakan Presiden Gus Dur menimbulkan kontroversi, berikut masa-masa ketika kekuasaan Presiden Wahid mulai digoyang hingga akhirnya benar-benar jatuh pada akhir Juli 2001  :

27 Januari 2001:

Dalam pertemuan dengan rektor-rektor universitas, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk dalam anarkisme menyusul merebaknya kasus dana Yanatera Bulog. Ia mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi.

1 Februari 2001:

DPR menjatuhkan memorandum kedua kepada Presiden Abdurrahman Wahid terkait dengan kasus penyalahgunaan dana Yanatera Bulog Rp 35 miliar dan bantuan Sultan Brunei. 

Maret 2001:

Gus Dur memecat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dan Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail. Sebab, keduanya dianggap berbeda visi dengan Presiden, serta tak bisa mengendalikan partainya di parlemen. Apalagi, Yusril minta Gus Dur mundur.

28 Maret 2001:
Presiden Abdurrahman Wahid menjawab memorandum I DPR. Dalam jawabannya, melalui Menteri Kehakiman Baharuddin Lopa, Gus Dur menolak Memorandum I dan membantah terlibat dalam kasus penyalahgunaan dana Bulog Rp 35 miliar dan bantuan Sultan Brunei.

30 April 2001:

DPR menjatuhkan memorandum kedua kepada Presiden Gus Dur karena tidak puas dengan jawaban Presiden atas memorandum pertama. DPR juga mengusulkan sidang istimewa pada 1 Agustus 2001. Dalam voting terbuka itu, dari 457 anggota Dewan yang hadir, 363 setuju, 52 menolak dan 42 abstain.

1 Juni 2001:
Gus Dur memecat Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono bersama empat menteri lainnya. Alasannya, karena SBY tidak mendukung pernyataan keadaan darurat.


20 Juli 2001:
Ketua MPR Amien Rais mengungkapkan bahwa Sidang istimewa MPR bisa dipercepat dari 1 Agustus menjadi 23 Juli 2001.

23 Juli 2001
:
Presiden Abdurrahman Wahid mengumumkan dekrit mengenai pembubaran parlemen,
DPR dan MPR serta pembekuan Partai Golkar. Di luar Istana, sekitar 40 ribu tentara diterjunkan untuk mengamankan ibukota.

23 Juli 2001:
Kubu Amien Rais, Akbar Tandjung dan Megawati Soekarnoputri melayani keputusan Gus Dur dengan menggelar Sidang Istimewa MPR saat itu juga. MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Namun, Wahid bersikeras dirinya tetap sebagai presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar