Selasa, 21 Agustus 2012

Dari Jembatan Suramadu, Mandi Madu, Kota Solo dan Jokowi di Jakarta


Seperti lajimnya saya lakukan setiap kali melakukan kunjungan ke suatu daerah atau kota adalah mencari dan mengunjungi suatu tempat yang  unik atau sesuatu yang khas di daerah tersebut. Pada suatu kesempatan melakukan kunjungan ke  kota Surabaya, saya juga menyempatkan diri mengunjungi Jembatan Suramadu yang dianggap salah satu proyek pembangunan prestisius di Indonesia karena telah bisa menghubungkan daratan Pulau Jawa atau Surabaya dengan Pulau Madura.
Dengan membayar ongkos sewa Taxi sesuai dengan kesepakatan dengan Driver-nya, disepakati bahwa saya dengan seorang teman saya diantar keliling Kota Surabaya terutama mengunjungi Jembatan Suramadu  dan menyeberang ke Pulau Madura. Persis seperti apa yang saya dapatkan ketika belajar Sejarah ketika Sekolah Dasar bahwa penduduk Indonesia sangat ramah dan familier, maka perkenalan dengan supir Taxi ini juga menunjukkan kepada saya kebenaran itu, seketika itu juga kami langsung akrab, berbagi cerita tanpa ada batas, sehingga saya memiliki kesempatan yang banyak untuk bertanya tentang apa yang ingin saya ketahui tentang Kota Surabaya dan Jembatan Suramadu.
Ketika Taxi yang saya tumpangi melintas persis diatas Jembatan Suramadu, seiring mengamati struktur kontruksi Jembatan serta memandang hamparan luas lautan, Saya bertanya kepada supir Taxi, ” Dah enak ya Mas, sejak ada Jembatan ini transportasi dari Surabaya ke Madura sudah lancar dan penumpang Taxi juga bertambah ?”
Dengan penuh keakraban supir Taxi berujar, ” Ya angkutan darat sangat terbantu, tetapi angkutan laut terutama kapal penyeberangan bangkrut, dan yang lebih kasihan para pedagang yang beerjualan disekitar pelabuhan penyeberangan kapal banyak tutup Mas !!!”
Mendengar ucapan dan tutur kata supir Taxi, tiba-tiba naluri saya terusik dan mengajakku untuk melakukan permenungan tentang arti dan efek setiap pembangunan, disatu sisi pembangunan, contohnya Jembatan Suramadu, meningkatkan mobilitas bagi masyarakat namun disisi lain menimbulkan efek samping, bahkan mengorbankan pihak lain. Fenomena ini sangat sering terjadi didalam setiap ada program atau proyek pembangunan.
Terinspirasi dari kepedulian sosial seorang supir Taxi ini, saya akhirnya membayangkan bagaimana sebenarnya yang ada dalam kerangka pemikiran para elit penguasa ketika melakukan perencanaan pembangunan, apakah mereka memiliki rasa kepedulian sosial terhadap para korban pembangunan ekonomi seperti apa yang dirasakan oleh supir Taxi Surabaya ini ?
Pembangunan memang merupakan suatu kebutuhan untuk menuju modernisasi dan membantu kemudahan hidup masyarakat, berbangsa dan bernegara, namun pembangunan itu juga harus memperkecil dan menghindari pengorbanan terhadap beberapa pihak. Sekilas pengalaman dialog dengan supir Taxi di Surabaya ini membuatku kembali teringat akan rencana pemerintah akan membangun jembatan atau terowongan yang akan menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa, dari  Merak ke Bakauheni.
Apabila rencana ini pembangunan lintasan menghubungkan Merak dan Bakauheni terwujud, maka proyek ini merupakan salah satu prestasi prestisius yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia dan akan merupakan salah satu kebanggaan yang dapat diandalkan sebagai salah satu keajaiban sejarah, namun dalam mewujudkan keinginan tersebut selayaknya juga jika diperhitungkan untung dan ruginya, terutama memberikan solusi terhadap efek samping atau pengorbanan yang terjadi terhadap masyarakat yang telah mengantungkan nasib ekonominya terhadap kondisi yang ada sebelumnya seperti pengalaman yang dirasakan oleh masyarakat Surabaya dan Madura yang sebelumnya mencari nafkah dari adanya penyeberangan laut dari Pulau Jawa ke Pukau Madura.
Ditengah keasikan saya bergumul dengan alur pikiran saya tentang proyek Jembatan Penyeberangan, tiba-tiba Handphone saya berdering karena ada panggilan dari seorang teman saya lagi yang memang kami tinggalkan di sebuah hotel di Kota Surabaya, setelah Handphone saya On-kan tiba-tiba sebuah suara dari seberang bertanya “Dimana Posisi ?”, dengan sedikit malas-malasan saya menjawab, “Di Jembatan Suramadu”. Dengan nada suara agak keras sesuai ciri khasnya sebagai anak Medan tiba-tiba teman teman saya itu berkata ” O Gitu kalian ya, MANDI MADU enggak ngajak-ngajak !!!”. Mendengar ucapan itu tawaku meledak dan aku terkekeh-kekeh sehingga membuat supir Taxi dan temanku seorang lagi keheranan.
Aku juga akhirnya tidak mau kalah, dengan suara lantang menjawab “JEMBATAN SURAMADU… SURAMADU… SURAMADU…. BUKAN MANDI MADU…!!!”
Setelah saya ceritakan apa yang tadi terjadi kepada kedua teman saya dan Supir Taxi itu akhirnya tawa mereka juga ikut meledak. Tidak lama kemudian supir Taxi  itu berujar  ” Kalau memang mau mandi madu bisa saya antar Mas……..” tanpa menunggu jawaban dari kami berdua supir Taxi tersebut terus berceritera dan mempromosikan tentang tempat “esek-esek” dengan bermacam-macam pilihan, baik itu tentang wanita dan pelayanannya, tempat dan fasiltasnya serta tarif dan komisinya… hahahaha… Pokoknya Supir Taxi ini berani memberi garansi bahwa kami akan mendapatkan pelayanan yang terbaik jika kami mau.
Memang seperti sudah menjadi hukum tidak tertulis bahwa ketika melakukan kunjungan kesetiap kota dan ketika meminta bantuan kepada supir Taxi untuk mencari tempat hiburan, maka sudah lajim bahwa salah satu tofik yang menjadi bahan perbincangan diantara para laki-laki adalah tentang bisnis pelampiasan syahwat laki-laki ini. Sore Harinya ketika melanjutkan perjalanan ke kota Solo, seperti biasanya ketika hendak dalam perjalanan naik Taxi dari Bandara menuju Hotel, saya membuat janji dengan supir taxi dengan berkata ” Mas ntar malam jemput kami ke Hotel dan kemudian antar kami ke tempat penjual Batik ya”. Sudah pasti supir Taxi ini setuju dan menanggapinya dengan penuh antusias, dan tak lupa menawarkan ada peluang untuk bisa memperoleh hiburan “esek-esek” lagi.
Setelah tersenyum-senyum mendengar penawaran supir Taxi tersebut kemudian saya teringat akan Walikota Solo yang terkenal sebagai salah satu Walikota yang dicintai rakyat, sehingga aku ingin tau bagaimana sebenarnya tanggapan supir Taxi ini tentang Walikotanya, ” O ya Mas, saya dengar-dengar Walikota Solo bagus dan disenangi rakyatnya ?”. Dengan penuh antusias supir Taxi berkata ” Wow bagus sekali Mas, makanya terpilih untuk kedua kalinya dengan perolehan suara 90 persen lebih. Jokowi itu Walikota idaman rakyat, memindahkan pedagang kaki lima tanpa menimbulkan penolakan, pendekatannya terhadap rakyat bagus Mas…..” Dan banyak lagi nada pujian yang meluncur dari mulut supir Taxi Kota Solo ini sehingga membuat aku semakin yakin bahwa Jokowi memang salah satu Pemimpin idamana rakyat, khususnya rakyat Kota Solo.
Kemudian saya teringat akan masa jabatan Jokowi sebagai Walikota yang kedua kali, sehingga kembali bertanya kepada Supir Taxi ” Iya Mas, tapi ini kan jabatan terakhir Pak Jokowi, Semoga nanti jadi calon Gubernur Jawa Tengah ya, nah kalo Wakil Walikota sekarang gimana peluangnya untuk jadi Walikota selanjutnya ?
Dengan penuh semangat Supir Taxi menjawab, ” Pasti menang tuh Jokowi jadi Gubernur Jawa Tengah kalau nanti maju !!!”, kemudian tiba-tiba supir Taxi tersebut terdiam sepertinya memikirkan sesuatu dan selanjutnya berkata lirih, “Pak Hadi Rudyatmo juga wakil walikota yang baik, tapi kecil kemungkinannya bisa menang Mas kalo maju sebagai calon Walikota !!!”
Tanpa dilanjutkan oleh Supir Taxi saya sudah dapat menduga apa alasan supir Taxi sehingga pesimis Hadi Rudyatmo dapat berhasil menjadi Walikota Solo apabila suatu saat nanti mencalonkan diri, predikdi yang sama juga banyak mengemuka dikalangan pengamat politik, namun hal ini juga menjadi sebuah ujian yang perlu dibuktikan oleh ruang dan waktu.
Cerita pengalaman pribadi diatas terjadi tahun lalu, sekarang Jokowi sedang menghadapi pertarungan untuk menuju Gubernur DKI Jakarta, menurut hasil berbagai lembaga survey, sampai hari ini rangking perolehan suara Jokowi diprediksi masih berda di posisi kedua, tetapi selaras dengan pemikiran Hidayat Nurwahid yang mengatakan Lembaga Survey “Bukan Tuhan”, maka peluang Jokowi untuk bisa berhasil menjadi Gubernur Jakarta kita kembalikan kepada isi Hati Nurani masyarakat Jakarta.
Hati Nurani itulah hukum tertinggi dan pilihan masyarakat Jakarta tentang siapa yang paling dianggap layak merupakan salah satu cerminan apa sesungguhnya yang diinginkan oleh rakyat Jakarta.
SELAMAT MEMILIH BAGI MASYARAKAT JAKARTA.


www.kompasiana.com/daudginting

8 Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar