Jumat, 28 September 2012

Hegemoni dan Neo-Imperialisme Negara Barat


http://www.fotosearch.com/illustration/americana.html
Berdasarkan defenisinya, Hegemoni dapat  dipahami sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan. Melalui hegemoni ini, ide-ide atau aliran pemikiran didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi, proses internalisasi atau penyebaran ide teresebut dilakukan dengan cara halus, tanpa kekerasan dan paksaan, sehingga ide tersebut diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense).
Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan atau kelompok yang berkuasa. Hegemoni berasal dari bahasa Yunani “Hegeisthai” yang dalam bahasa Inggris berarti “to lead”.
Menurut Antonio Gramsci – tokoh yang menggagas hegemoni-, hegemoni merupakan sebuah upaya pihak elite penguasa yang mendominasi untuk menggiring cara berpikir, bersikap, dan menilai masyarakat agar sesuai dengan kehendaknya. Proses indoktrinisasi dan penerimaan ide-ide tersebut berlangsung dengan cara berlahan-lahan, lembut dan tanpa terasa, sehingga masyarakat atau kelompok kemudian menerima hegemoni tersebut dan  mengadopsinya dengan perasaan senang dan suka rela menjalankannya.
Proses hegemoni dapat terjadi melalui media massa, sekolah-sekolah, khotbah kaum religious, maupun indoktrinasi. Menurut  Gramsci proses perubahan sosial tersebut tidak semata-mata diartikan sebagai perebutan kekuasaan politik, melainkan suatu perebutan kekuasaan budaya dan ideology, yaitu dengan cara merubah pandangan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat sipil.
Jika budaya dan ideology masyarakat sipil sudah dapat dipengaruhi dan direbut (di-hegemoni) maka kekuasaan dianggap  telah direbut, dan terjadi revolusi sosial, kepemimpinan politik bisa diambil alih secara mudah.
Hegemoni erat kaitannya dengan kepemimpinan budaya, dimana cara hidup dan kerangka pemikiran tertentu ditanamkan ke benak masyarakat, sehingga masyarakat tersebut menganggapnya menjadi aliran pemikiran yang paling benar, dan mengikuti dan menjalankannya dengan sukarela, seluruh bidang kehidupan masyarakat terpengaruh, baik itu bidang  sosial, politik, ekonomi, budaya, keagamaan, seni, dan pendidikan.
Menurut  Gramsci, untuk melakukan hegemoni dilakukan melalui dua cara yaitu melalui “war of  position” (perang posisi), dan “war of movement” (perang pergerakan). Perang posisi dilakukan dengan cara memperoleh dukungan melalui propaganda media massa, membangun aliansi strategis dengan barisan sakit hati, pendidikan pembebasan yang bermuara untuk meningkatkan kesadaran diri.
Dalam kehidupan global, khususnya dalam atmosfir kehidupan  politik internasional, hegemoni sering ditafsirkan sebagai bentuk baru dari imperialisme (neo-imperialism),  yaitu dimana peradaban barat merupakan sebuah hegemoni, dan menjadikan bangsa-bangsa Asia, Amerika Latin, dan Afrika dalam banyak hal “terkuasai” dan mengalami “ketergantungan” dengan kekuatan-kekuatan yang berasal dari peradaban barat.
Sebenarnya kepentingan utama Negara Barat dalam kehidupan global adalah dominasi ekonomi, dan untuk merealisasikan dan mendukung keinginan tersebut selanjutnya dilakukan usaha dominasi terhadap politik melalui cara yang halus, misalnya  melalui “rezim pengetahuan”. Rezim pengetahuan yang diciptakan Barat tidak memberi ruang yang bebas kepada pengetahuan lain untuk berkembang. Generasi terdidik di negara berkembang diarahkan sedemikian rupa menjadi agen dan penjaga sistem pengetahuan Barat. Dan bukan hanya cara berfikir saja yang diarahkan, tetapi gaya hidupnya pun dikendalikan.
Hegemoni pengetahuan Barat terlihat jelas ketika kaum terdidik di negara berkembang dengan setia  menyebarkan dan membela nilai-nilai dan institusi Barat seperti demokrasi, civil society, hak asasi manusia. Semua yang datang dari Barat diterima sebagai nilai-nilai universal yang merupakan produk peradaban terbaik.
Amerika Serikat merupakan salah satu Negara yang dipandang memiliki kekuatan hegemoni di seluruh belahan dunia ini, hal itu telah dimulai sejak berakhirnya perang dunia kedua, dan  semakin terkristalisasi dan mapan setelah berakhirnya perang dingin antara Amerika Serikat versus Uni Soviet.
Ambruknya Uni Soviet banyak dipandang sebagai sebuah monument lahirnya suatu era baru kehidupan global, terutama dipandang sebagai sebuah zaman baru kehidupan politik internasional. Perang dingin yang diwakili oleh Amerika Serikat versus Uni Soviet yang sengit terjadi paska perang dunia kedua merupakan perang ideologis yang banyak menyita perhatian dan energy, sehingga dengan berakhirnya perang dingin ini banyak yang menganggap hal itu sebagai suatu kesempatan munculnya atmosfir baru politik internasional.
Pada tahun 1989, Francis Fukuyama melahirkan sebuah esai yang membicarakan arah politik internasional paska perang dingin dengan judul “Akhir Sejarah”, pada intinya Fukuyuma mengatakan bahwa “telah tiba akhir sejarah”, yaitu  ditandai oleh terjadinya evolusi ideologis umat manusia dengan mengasumsikan “Demokrasi Liberal” merupakan pilihan paling tepat dalam kehidupan politik di seluruh belahan dunia, dan komunisme sebagai pilihan alternative dianggap telah mati, sehingga perdebatan tentang bentuk ideal pemerintahan dianggap telah selesai (paripurna) – sebagai pertanda berakhirnya sejarah-, kemenangan penuh liberalisme ekonomi dan politik.
Berakhirnya perang dingin ini diklaim sebagai sebuah momentum yang menunjukkan kemenangan barat ,“keunggulan ide barat”,  dan merupakan bukti telah pudarnya semua system alternative selain liberalisme ala barat. Kemenangan ide barat ini menurut Fukuyama dapat dilihat secara kasat mata melalui tersebar luasnya budaya barat diberbagai belahan dunia yang ditandai oleh semakin meningkatnya budaya konsumerisme barat dalam berbagai konteks kehidupan seperti pasar pertanian yang liberal, produk barat yang telah familiar diseluruh belahan dunia – bahkan di Negara komunis - , maraknya toko waralaba (franchise) barat dimana-mana, dan menggemanya suara Beethoven dan music rock di berbagai penjuru dunia.
Fenomena ini menurut Fukuyama bukan sekedar akhir perang dingin, tetapi merupakan akhir sejarah: yakni, titik akhir evolusi ideology umat manusia dan makin universalnya demokrasi liberal barat sebagai bentuk final pemerintahan umat manusia, namun Fukuyama juga mengingatkan bahwa kemenangan liberalisme tersebut baru terjadi di tataran idea atau kesadaran, dan belum genap dalam dunia nyata atau materiil, tetapi selanjutnya Fukuyama meyakinkan bahwa yang ideal pada akhirnya akan mengatur dunia materi.
Pada tahun 1993 Samuel P. Huntington melalui esainya “ Benturan Peradaban”, mengatakan bahwa jalur genting selanjutnya bukanlah bersifat ideologis, ekonomi atau politik, melainkan bersifat budaya, yaitu ketika peradaban-peradaban dunia saling berbenturan. Budayalah yang akan menjadi factor pemecah-belah umat manusia dan sumber konflik yang dominan. Negara-bangsa masih menjadi actor dominan dalam percaturan dunia, namun konflik utama dari politik global akan terjadi antara Negara dan kelompok dari peradaban yang berbeda. Benturan peradaban akan mendominasi politik global.
Kemudian Huntington mengemukakan, Selama perang dingin dunia terbagi menjadi dunia pertama, dunia kedua dan dunia ketiga, pembagian ini dianggap tidak relevan lagi, karena pengelompokkan negara-negara bukan lagi berdasarkan system politik atau ekonomi tetapi berdasarkan budaya dan peradaban. Dengan melihat peradaban sebagai sebuah entitas budaya, maka peradaban adalah pengelompokan budaya tertinggi dari sekelompok orang lewat unsur-unsur bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi maupun melalui identifikasi diri.
Mencermati isi ringkas esai yang dikemukan Fukuyama dan Hutington diatas, era paska perang dingin saat ini, bentuk hegemoni yang masih akan mengemuka dalam percaturan politik internasional atau kehidupan global masih akan diwarnai oleh infiltrasi ide-ide dari negara besar secara volume ekonomi terhadap negara-negara lain, hal ini dilakukan sebagai salah satu cara mempertahankan hegemoni-nya, dan tujuan akhirnya tetap untuk kepentingan dominasi ekonomi, semuanya itu sebagai bentuk baru penjajahan atau imperialis baru (Neo-Imperialism).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar