Rabu, 03 Oktober 2012

ABAD - 21 ERA "CONTESTED MODERNITY" (PERTARUNGAN MODERNITAS)

KEBANGKITAN ASIA TIMUR DAN AKHIR DUNIA BARAT ?

UNCLE SAM
Francis Fukuyama mengatakana abad 20 merupakan era terperosoknya ideologi absolutisme, bolshevisme, fasisme dan marxisme. Arah perubahan zaman telah mengantarka demokrasi "liberal barat" - liberalisme ekonomi dan politik - pemenang mutlak. Hal ini menjadi bukti bahwa ide barat mengalahkan sistem alternatif lainnya., perkembangan ini bukan hanya sekedar pertanda berakhirnya perang dingin, tetapi akhir sebuah sejarah, -"titik akhir evolusi ideologi umat manusia"-, menjadikan sistem demokrasi barat sebagai satu-satunya bentuk final pemerintahan umat manusia.

Ide liberalisme yang sudah nampak menjadi ideologi pilihan mutakhir, menurut Fukuyama akan kurang mengesankan apabila liberalisme itu sendiri tidak mempengaruhi budaya terbesar  dan tertua di Asia, yaitu China. Kebudayaan China yang komunis dianggap sebagai sebuah kutub alternatif sebuah  ideologi, sehingga akan menjadi ancaman  bagi liberalisme. Namun pendeskreditan terhadap Marxisme-Lenisme sebagai sebuah sistem ekonomi dianggap salah satu indikator bahwa ideologi alternatif itu menuju pemudaran daya tariknya.

Apa yang dikemukakan oleh Francis Fukuyama itu menjadi sebuah ujian dalam sejarah perkembangan umat manusia selanjutnya. Pertumbuhan volume ekonomi China yang fantastik dan melaju kencang bagai roket menjadi indikator bahwa China memiliki potensi sebagai salah satu negara besar berpengaruh dalam percaturan politik internasional di masa yang akan datang. Kehadiran China sebagai salah satu kekuatan ekonomi, politik dan budaya global akan mempengaruhi terjadinya proses perubahan geopolitik. Krisis finansial yang terjadi di Amerika beberapa tahun terakhir bagaikan pemicu mempercepat kemunduran kekuatan  hegemoni dan supremasi Amerika dalam konstelasi politik global, sehingga membuka pintu semakin lebar terjadinya kawasan Pasifik sebagai sebuah sumber peradaban baru.

Sejak tahun 1945 Amerika Serikat telah menjadi salah satu kekuatan paling dominan di dunia karena memiliki volume ekonomi besar, bahkan jauh lebih besar sampai dua kali lipat dibandingan dengan musuh utamanya Uni Soviet. Amerika menjadi penggerak utama beberapa lembaga global seperti Bank Dunia, IMF dan isntitusi kerjasama bidang ekonomi lainnya, dan mempergunakannya sebagai sarana membuktikan otoritasnya.  Kebesaran volume ekonomi dan kekuatan kekuasaan Amerika Serikat paska perang dunia kedua ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah, bahkan ketika era kejayaan imperium Inggris. Dollar menjadi mata uang utama dunia, Amerika mendominasi semua lembaga global, menempatkan kekuatan militernya di setiap sudut dunia, sehingga Amerika memiliki julukan sebagai negara "Super Power" dan kekuatan "unipolaritas" (Kutub Tunggal).

Memasuki abad ke-21 timbul  kecenderungan terjadinya perubahan historis, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Eropa Barat, Australia, Selandia Baru dan Jepang mengalami kemunduran volume atau size perekonomiannya, secara berlahan muncul negara-negara berkembang sebagai kekuatan ekonomi baru. Goldman Sachs memprediksi pada tahun 2050 tiga perekonomian terbesar di dunia adalah China, Amerika Serikat dan India, dan kemajuan tersebut akan diikuti oleh Brasil, Meksiko, Rusia dan Indonesia.

PricewaterhouseCooper memperkirakan perekonomian Brasil akan lebih besar dari perekonomian Jepang, dan perekonomian Rusia, Meksiko dan Indonesia bisa lebih besar dari perekonomian Jerman, Prancis dan Inggris pada tahun 2050. Diperkirakan hanya dua negara Eropa yang masuk sepuluh besar yaitu Inggris dan Jerman.

Lebih spesifik lagi, pada tahun 2016 diperkirakan volume ekonomi China akan berada diatas volume ekonomi Amerika Serikat, dan pada tahun 2030 Volume ekonomi China diprediksi akan lebih besar dibandingkan dengan Volume Ekonomi Amerika Serikat ditambah dengan negara-negara Eropa.
Ekonomi China diyakini bisa mengungguli Amerika Serikat pada 2016. Negeri Tiongkok itu juga bakal memiliki pengaruh yang menguat bagi ekonomi dunia.

Penilaian itu dikemukakan Dana Moneter Internasional (IMF), analisis ini berdasarkan "paritas daya beli," tingkat produk domestik bruto (GDP) China akan naik, dari US$11,2 triliun pada 2011 menjadi US$19 triliun pada 2016, sedangkan GDP AS hanya naik dari US$15,2 triliun pada 2011 menjadi US$18,8 triliun pada lima tahun berikut.

Selain itu, pada periode yang sama, IMF memperkirakan bahwa pengaruh ekonomi China di tingkat global akan meningkat dari 14 persen menjadi 18 persen. Kenaikan pengaruh ekonomi AS di level internasional hanya mencapai 17,7 persen. 
Di dalam dokumen Project for The New American Century and Its Implications 2002 (PNAC) Pentagon memprediksi akan muncul  persaingan sengit antara AS dan Cina dalam bidang ekonomi. Tahun 2004 dokumen senada diterbitkan Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council) bertajuk Mapping The Global Future yang meramal kebangkitan Asia dengan Cina dan India menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia pada dekade 2020-an.

Rontoknya lembaga finansial Wall Street pada tahun 2008 dan runtuhnya beberapa perusahaan besar global seperti Freddie Mac dan Fannie Mae, serta akibatnya yang begitu besar terhadap sebagian besar perekonomian negara-negara di belahan dunia Eropa menjadi salah satu penyebab terjadinya disparitas antara negara-negara Asia Timur dengan  Barat.

KEKUATAN MILITER DAN POLITIK BERTUMPU PADA KEKUATAN EKONOMI

Martin Jacques dalam bukunya "When China Rules The World" meminjam istilah Paul Kennedy dalam bukunya The Rise and Fall of The Great Power mengatakan kemampuan negara-negara untuk menerapkan dan mempertahankan hegemoni global pada bergantung pada kapasitas produktif mereka. Status adikuasa Amerika Serikat sejak berakhirnya Perang Dunia kedua merupakan hasil dari pertumbuhan ekonominya sejak tahun 1870 hingga 1950, sehingga sepanjang abad ke-20 Amerika berhasil menjadi sebuah negara yang memiliki perekonomian terbesar di dunia, kekuatan ekonomi tersebut menopang Amerika menjadi kekuatan politik, budaya dan militer paska perang dunia kedua.

Menurut sejarawan ekonomi, Angus Madison perekonomian Amerika mencapai 8,8 persen dari PDB global pada tahun 1870 dan melonjak menjadi 18,9 persen pada tahun 1913 dan 27,3 persen tahun 1950. Pada tahun 1973 perekonomian Amerika mengalami pertumbuhan yang lambat  sehingga perbandingan perekonomian Amerika dengan PDB global hanya berkisar 22,1 persen dan kemudian menurun lagi menjadi 20 persen. Penurunan volume ekonomi ini dan hubungannya dengan kemampuan menjadi kekuatan politik, budaya dan militer sangat erat kaitannya, hal ini dapat dilihat pada pengalaman Inggris pada tahun 1850 dan 1941, melalui revolusi industri pertama Inggris mengalami keunggulan ekonomi atas negara lain, namun kemudian posisi Inggris sebagai kekuatan global kemudian surut karena porsi volume perekonomian Inggris terhadap PDB global turun.

Melihat kemajuan pertumbuhan ekonomi China dibandingkan dengan kondisi mutakhir perekonomian Amerika Serikat, membuka peluang terjadinya pengulangan sejarah tersebut. Pada tahun 2016 China diprediksi akan mampu melampaui size perekonomian Amerika Serikat, karena pada tahun 2016 volume perekonomian China diperkirakan akan menjadi USD 19 triliun sedangkan perekonomian Amerika Serikat pada tahun yang sama hanya sebesar USD 18 triliun.

Ironisnya, akibat krisis keuangan tahun 2008-2009 yang membangkrutkan Lehman Brother dan ambruknya lembaga keuangan Wall Sreet yang kemudian menyeret seluruh dunia kedalam resesi membuat Amerika Serikat sangat tergantung kepada China, karena saat ini China yang membuad perekonomian Amerika Serikat dapat bertahan, dan hanya China sekarang yang bisa membantu kesulitan ekonomi Amerika Serikat, karena China khususnya dan negara-negara di Asia Timur umumnya memiliki kekayaan dana tunai berkat beberapa puluh tahun belakangan mengalami surplus perdagangan, sedangkan Amerika Serikat ternyata miskin dana tunai karena beberapa tahun terakhir selalu mengalami devisit. Kondisi devisit ini membuad Negeri Paman Sam dijuluki terserang penyakit ekonomi "lebih besar pasak daripada tiang".

Ketika kekuatan ekonominya relatif menurun maka Amerika Serikat tidak akan sanggup lagi mempertahankan posisi sebagai kekuatan politik, budaya dan militer global. Salah satu contoh masih hangat dalam ingatan, penyebab merosotnya perekonomian Amerika Serikat salah satunya disebabkan oleh besarnya dana yang dikeluarkan untuk perang Irak, yaitu mencapai 3 triliun dollar Amerika Serikat, dengan pengeluaran sebesar itu membuad anggaran  belanja Amerika Serikat babak belur. Ironisnya peranan Amerika di Irak justru membuad rasa simpati terhadap pemerintah semakin tercoreng.

Pengeluaran untuk menjaga prestise sebagai polisi dunia ternyata menguras anggaran belanja dalam negeri Amerika Serikat, selain untuk kepentingan perang, Amerika Serikat membutuhkan dana yang lumayan cukup besar untuk pembiayaan 80 pangkalan militer Amerika yang bertebaran di seluruh pelosok dunia.

DIAMBANG DUNIA BARU

Menurunnya ukuran perekonomian Amerika Serikat yang kemudian akan mempengaruhi kemampuan Amerika Serikat sebagai kekuatan politik, budaya dan militer dalam kancah global, menghantarkan kehidupan umat manusia menuju sebuah perubahan jenis dunia yang berbeda dari jaman sebelumnya. Siklus perubahan sejarah akan mengakibatkan hegemoni global Amerika Serikat akan mengalami kemunduran dan akan digantikan oleh kemunculan kekuatan ekonomi, politik, budaya dan militer yang baru.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar