Mafia
migas konon merupakan mafia tertua di
dunia.
Mafia migas dalam cerita ini adalah
perantara
(trader) antara pemasok-pemasok
minyak
mentah untuk Pertamina melalui anak
perusahaannya,
Pertamina Energy Trading
Limited
(PETRAL). Bos dari perantara itu oleh
kalangan
bisnis Singapura disebut Gasoline
Father,
yaitu Mr. Mohammad Reza Chalid dari
Global
Energy Resources (GER).
Banyak
kalangan menuding tendernya kurang
transparan.
Ada permainan fee sampai milyaran.
”Permainan
tetap ada selagi Indonesia masih
membeli
dengan harga spot, yg bisa dibeli
sewaktu-waktu
dalam jumlah besar” kata pakar
manajemen
Rhenald Kasali (Tabloid PRIORITAS
Edisi
8 / 5 – 11 Maret 2012).
Sebenarnya
DR. Rizal Ramli (RR) sudah lama
mensinyalir
adanya mafia tersebut. Dalam
bukunya
yang berjudul “Menentukan Jalan Baru
Indoensia”
(April 2009) menyebut MR. Teo
Dollars
yang pendapatan perharinya mencapai
USD
600 ribu (Rp. 6 miliar) dan menyetor ke
oknum-oknum
tertentu di Pemerintahan RI.
George
Aditjondro lebih gamblang menulis
beberapa
anggota keluarga besar SBY yang
dibantu
oleh kroni-kroni mereka memiliki bisnis
impor
ekspor minyak mentah. Jika dulu Riza
(Global
Energy Resources) membayar premi
kepada
keluarga Cendana, maka sekarang ia
membayar
komisi ke kelompok Cikeas sebesar 50
sen
dollar per barrel.
Jadi
kalau ekspor kita 900 ribu barrel perhari,
maka
yang masuk ke keluarga SBY diperkirakan
mencapai
USD 450.000 perhari ditambah bonus
boleh
mengekspor minyak mentah sebesar 150
barrel
setiap hari. Keberadaan sindikat Cikeas ini
mendorong
Karen Setiawan (Dirut Pertamina)
mengancam
untuk meletakkan jabatan karena
tidak
tahan menghadapi tekanan Cikeas. ( George
Junus
Aditjondro dalam buku ‘Cikeas Makin
Menggurita’
hal 67-68).
DR.
Rizal Ramli dalam sebuah pidato tgl 24 April
2008
menolak kenaikan harga BBM kecuali
pemerintah
berani membabat Mafia Migas
tersebut.
Menteri
BUMN, Dahlan Iskan mengaku risih
dengan
sorotan publik atas PETRAL. ”Perlu ada
perbaikan
di tubuh anak perusahaan PERTAMINA
itu
supaya tak lagi dijadikan tempat korupsi dan
sarang
permainan para mafia minyak,” kata
Dahlan
Iskan. (Tabloid PRIORITAS, Edisi 8/05-11
Maret
2012 i).
Hubungan
Mafia Minyak dengan Pertamina.
Beberapa
waktu lalu kita dihebohkan dengan
pemberitaan
tentang PETRAL yang hendak
dibubarkan
oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan,
tapi
ternyata batal dan bahkan sekarang semakin
eksis.
Dari dulu PETRAL disebut-sebut sebagai
‘sarang’
korupsi puluhan triliun mulai dari jaman
Orba/Suharto
sampai sekarang. Anehnya tidak
pernah
bisa disentuh.
PETRAL
atau Pertamina Trading Energy Ltd
merupakan
Perseroan Terbatas anak perusahan
Pertamina
yang bergerak di bidang perdagangan
minyak.
Saham PETRAL 99.83% dimiliki oleh PT.
Pertamina
dan 0.17% dimiliki oleh Direktur
Utama
PETRAL, Nawazir sesuai UU / CO
Hongkong
Tugas
utama PETRAL adalah menjamin supply
kebutuhan
minyak yang dibutuhkan Pertamina /
Indonesia
dengan cara membeli minyak dari luar
negeri.
Saat ini PETRAL memiliki 55 perusahaan
yang
terdaftar sebagai mitra usaha terseleksi.
Pengadaan
minyak untuk PETRAL dilakukan
secara
tender terbuka. Namun PETRAL juga
melakukan
pengadaan minyak dengan pembelian
langsung.
Alasannya, ada jenis minyak tertentu
yang
tidak dijual bebas atau pembelian minyak
secara
langsung dapat lebih murah dibandingkan
dengan
mekanisme tender terbuka.
Tahun
2011 PETRAL membeli 266,42 juta barrel
minyak.
Terdiri dari 65,74 juta barrel minyak
mentah
dan 200,68 juta barrel berupa produk.
Harga
rata-rata pembelian minyak oleh PETRAL
adalah
USD 113,95 per barel untuk minyak
mentah,
USD 118,50 untuk premium, USD
123,70
untuk solar. Total pembelian minyak
PETRAL
adalah USD 7.4 milyar untuk minyak
mentah
dan USD 23.2 milyar untuk bensin/solar.
Total
US$ 30.6 milyar atau setara dengan Rp.
275.5
triliun per tahun. Itulah jumlah uang yg
dikeluarkan
Pertamina/negara untuk impor
minyak.
Sekali lagi, uang Pertamina/negara yang
dikeluarkan
untuk membeli minyak impor
melalui
PETRAL pada tahun 2011 adalah sebesar
Rp.
275.5 triliun. Jumlah uang yang luar biasa
besar
dikeluarkan negara untuk membeli minyak
impor
melalui PETRAL. Hal ini tentu saja ‘tidak
pernah
luput dari mafia’.
Mafia
minyak yang disebut-sebut menguasai dan
mengendalikan
PETRAL adalah Muhammad Riza
Chalid.
Riza diduga menguasai PETRAL selama
puluhan
tahun. Di samping Riza, dulu Tommy
Suharto
juga disebut-sebut sebagai salah satu
mafia
minyak. Perusahaan Tommy diduga
melakukan
mark up atau titip US$ 1-3/barel.
Kita
sudah tahu siapa Tomy Suharto, tetapi
siapakah
Muhammad Riza Chalid ? Dia adalah
WNI
keturunan Arab yang dulu dikenal dekat
dengan
Cendana (rumah keluarga Suharto). Riza,
pria
berusia 53 tahun ini disebut-sebut ssebagai
‘penguasa
abadi’ dalam bisnis impor minyak RI.
Dulu
dia akrab dengan Suharto. Sekarang
merapat
dengan SBY.
Riza
disebut-sebut sebagai sosok yang rendah
hati,
tapi siapapun pejabat Pertamina termasuk
Dirut
Pertamina akan gemetar dan tunduk jika
ketemu
dengan dia. Siapapun pejabat Pertamina
yang
melawan kehendak Riza akan lenyap alias
terpental.
Termasuk Ari Soemarno, Dirut
Pertamina
yang dicopot jabatannya. Ari
Soemarno
dulu terpental dari jabatan Dirut
Pertamina
gara-gara hendak memindahkan
PETRAL
dari Singapura ke Batam. Riza tidak
setuju.
Ari selanjutnya dipecat. Jika PETRAL
berkedudukan
di Batam / Indonesia tentu
pemerintah
dan masyarakat luas lebih mudah
mengawasi
operasional PETRAL yang terkenal
korup.
Rencana Ari Soemarno ini tentu dianggap
berbahaya.
Bisa menganggu kenyamanan ‘Mafia
Minyak’
yang sudah puluhan tahun menikmati
legitnya
bisnis minyak.
Para
perusahaan minyak dan broker minyak
internasional
mengakui kehebatan Riza sebagai
‘God
Father’ bisnis impor minyak Indonesia. Di
Singapura,
Muh Riza Chalid dijuluki sebagai
‘Gasoline
God Father’. Lebih separuh impor
minyak
RI dikuasai oleh Riza. Tidak ada yang
berani
melawannya. Beberapa waktu lalu Global
Energy
Resources, perusahaan milik Riza pernah
diusut
karena temuan penyimpangan laporan
penawaran
minyak impor ke Pertamina. Tapi
kasus
tersebut hilang tak berbekas dan para
penyidiknya
diam tak bersuara. Kasus ditutup.
Padahal
itu diduga hanya sebagian kecil saja.
Global
Energy Resources milik Riza itu adalah
induk
dari 5 perusahan, yakni Supreme Energy,
Orion
Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan
Cosmic
Petrolium yang berbasis di Spore &
terdaftar
di Virgin Island yang bebas pajak.
Kelima
perusahaan itu merupakan mitra utama
Pertamina.
Kelompok Riza cs ini juga yang
diduga
selalu menghalangi pembangunan kilang
pengolahan
BBM dan perbaikan kilang minyak di
Indonesia.
Bahkan penyelesaian PT. TPPI yang
menghebohkan
karena telah merugikan negara,
juga
diduga tidak terlepas dari intervensi
kelompok
Riza cs. Riza cs mengatur sedemikian
rupa
agar negara RI tergantung oleh impor
bensin
dan solar. INGAT…! Impor bensin & solar
kita
200 juta barel per tahun. Riza cs ini
sekarang
berhasil mengalahkan Dahlan Iskan.
Skor
3 : 0 untuk Mafia Minyak. Dahlan Iskan
keok.
Pertama Dahlan gagal bubarkan PETRAL.
Kedua
gagal memindahkan PETRAL ke Indonesia
dan
ketiga gagal mencegah orang-orang yang
menjadi
boneka Riza cs menjadi direksi di
Pertamina.
Dahlan Iskan mengalah. Janji Dahlan
Iskan
untuk mengalahkan BUMN Malaysia,
apalagi
PETRONAS dalam 2 tahun itu menjadi
hanya
mimpi. Di Pertamina saja Dahlan sudah
takluk
dengan Cikeas.
Siapa
Riza cs itu ? Orang yang disebut-sebut
berada
di belakang Riza adalah Bambang
Trihatmodjo,
Rosano Barrack dst. Mereka adalah
keluarga
dan Genk Cendana. Sekarang Genk
Cendana
berhasil menundukkan Cikeas dan
Dahlan
Iskan. Semua Direksi Pertamina sekarang
adalah
Pro Mafia Minyak PETRAL. Bukan hanya
PETRAL
yang menjadi ‘boneka’ Riza cs, tetapi juga
Pertamina.
Kenapa bisa terjadi seperti itu ? Ada
informasi
lebih yang ‘menyeramkan’. ‘Aksi jalan
tol’
Dahlan Iskan beberapa hari lalu disebut oleh
teman-teman
saya sebagai kompensasi frustasi
Dahlan
menghadapi hegemoni Mafia Minyak.
Sejak
Dahlan Iskan meneriakkkan ‘Bubarkan
PETRAL
‘, mafia minyak ini bergerak cepat. Lalu
melakukan
konsolidasi. Masuk ke Cikeas, Istana
&
Lap Banteng (Depkeu).
Bagaimana
caranya Riza cs menusuk Istana,
Cikeas
dan Lapangan Banteng ? Sumber saya
menyebutkan,
Riza dekat dengan Purnomo Y dan
Pramono
Edhie Wibowo (adik Ny. Ani SBY) sejak
Edhie
masih di Kopassus. Purnomo yang Menteri
ESDM
& Edhie ssbagai pintu masuk Riza cs ke
Cikeas.
Riza cs ini sering berkunjung ke Cikeas
untuk
mengamankan praktek mafia di impor
minyak
Pertamina. Tentu saja tidak ada makan
siang
yang gratis. Selain di jajaran elit politik,
Riza
cs juga sangat dekat dengan Wakil Dirut
Perusahaan
hulu Migas dan Syamsu Alam yang
General
Managernya Purnomo Yusgiantoro
sewaktu
masih menjabat sebagai Menteri ESDM
bertugas
mengamankan kontrak-kontrak
pembelian
minyak impor dari mafia minyak ini.
Dahlan
Iskan yang meminta Pertamina membeli
minyak
secara langsung, justru ditantang oleh
Direksi
Pertamina,bahwa Pertamina harus
membeli
via broker. Dahlan Iskan ‘bengong’
tidak
bisa berbicara mendengar ucapan Direksi
Pertamina.
Dia bertekad membenahi Pertamina
ternyata
mentok sampai di situ. Dahlan Iskan
ternyata
KO berhadapan dengan Mafia Minyak RI
yang
dikomandani Riza. Ini bisnis ratusan triliun
per
tahun. Dahlan iskan tidak kuat melawannya.
Kembali
ke Riza. Nama Riza tidak tercantum
dalam
akte Global Energy Resources..Holding
perusahaan
broker minyak milik Riza itu. Dalam
akte
Global, yang tercatat adalah Iwan Prakoso
(WNI),
Wong Fok Choy dan Fernadez P. Charles.
Tapi
sesungguhnya Riza adalah pemiliknya.
Untuk
memperkuat posisi Riza cs di Pertamina,
sebagian
Direksi Pertamina yang kurang setuju
dengan
pembelian minyak via broker diganti
kemarin.
Sekarang semua Direksi Pertamina yang
ada
merupakan kelompok pendukung Riza (sang
Mafia
Minyak dengan dukungan penuh Istana,
Cikeas
dan Menko). Bukan hanya impor minyak
saja
Riza cs berkuasa. Dalam pembelian atau
penampungan
batu bara minyak dari Pertamina
Riza
juga berkuasa. Pembelian batu bara minyak
dari
Pertamina dilakukan oleh Orion Oil dan
Paramount
Petroleum milik Riza Cs. Riza betul-
betul
penguasa minyak RI.
Dulu
ada broker besar lain ingin mendapatkan
jatah
impor minyak dari PETRAL/Pertamina. Dia
bersama
kakak tertua Ani SBY datang ke Spore.
Dirut
PETRAL menyambut kedatangan pengusaha
itu.
Intinya PETRAL siap berikan ‘jatah’ ke
pengusaha
itu. Tetapi kemudian Riza mendatangi
Wiwiek.
Riza disebut-sebut memberikan US$
400,000
kepada wiwiek agar tidak perlu
membantu
pengusaha itu. Dan Wiwiek pun
setuju.
Apa yg menjadi motiv SBY sampai bisa
dikoptasi
oleh mafia minyak ? Apa dealnya ?
Bagaimana
modusnya ? Bagaimana langkah
Dahlan
Iskan menghadang mereka ?
Ini
kisah panjang tentang mafia minyak yang
selama
ini tidak pernah tersentuh. Salah satu
skenario
mafia minyak yang berkolaborasi
dengan
SBY adalah melalui resufle kabinet tahun
2011
lalu. Ada titipan mafia minyak via tangan
SBY.
Purnomo Yusgiantoro yang sudah terlibat
sejak
sekian lama digeser menjadi Menhan. Jero
wacik
yang demokrat tulen loyalis SBY sebagai
penggantinya.
Bahaya
jika Purnomo Y tetap dipertahankan
sebagai
Menteri ESDM. Nanti info bisa bocor ke
Mega,
JK atau pihak lain. Konspirasi baru ini
harus
Top Secret. Meski sebenarnya Purnomo Y
lah
yang menjjadi biang dari semua permainan
mafia
minyak itu. Namun, sesuai sifat SBY, dia
ingin
menguasai semua. Dengan Jero Watjik
sebagai
Menteri ESDM, perampokan mafia
minyak
ini akan tertutup rapat. Hanya Cikeas,
Menko
Ekonomi, MenESDM, Pertamina &
PETRAL.
“Bermain”
di minyak ini luar biasa enak. Korupsi
uang
APBN tidaklah seberapa. BUMN-BUMN ini
jauh
lebih merugikan negara, tetapi lebih aman
&
mudah. Uang korupsi minyak yang mencapai
puluhan
triliun ini tidak masuk ke Indonesia,
melainkan
ke rekening-rekening di Hongkong,
Singapura
& Swiss. Ditarik ke RI hanya jika
diperlukan.
Tentu saja uang ratusan juta itu
utamanya
dicairkan dan ditarik saat menjelang
Pemilu
dan Pilpres. Untuk membiayai kampanye
dan
money politic. Jadi tidak heran jika SBY bisa
mempunya
dana kampanye belasan triliun untuk
memenangkan
Pemilu dan Pilpres 2009 kemarin.
Pada
jaman Orba setiap ekspor minyak (bukan
impor
lho), mafia minyak yang dibeking
penguasa
bisa “titip atau kutip” US$ 1- 3 / barel.
Ketika
RI mulai impor ( di jaman Orba juga)
mafia
minyak juga kutip dan titip sekian dollar
juga.
Ekspo & impor minyak ada titipan. Bahkan
untuk
biaya pengangkutan minyak dengan kapal
tanker
pun ada mark up yang merugikan negara
puluhan
juta dollar per tahun. Dari dahulu
sampai
sekarang, pengangkutan minyak
Indonesia
masih dikuasai oleh pemain lama,
yaitu
Humpuss Intermoda (Tommy Suharto) Cs.
Kembali
ke PETRAL, jika pembelian minyak kita
total
266 juta barel tahun 2011, asumsikan saja
ada
titipan USD 3/barel = US$ 798 juta/tahun.
US$
798 juta itu equivalen dengan Rp. 7.2
triliun
uang negara yang dirampok oleh mafia
minyak.
Uang itu dibagi-bagikan oleh mafia itu
kepada
penguasa. Pada tahun 2009 saja pernah
disebut-sebut
ada setoran ratusan juta USD dari
mafia
minyak kepada SBY untuk membantu
Pemilu
dan Pilpres SBY. Korupsi dari impor
minyak
ini sangat luar biasa. Sudah terjadi sejak
tahun
1969 dan terus dipertahankan oleh
penguasa
karena dijadikan sumber dana politik.
Di
samping dijadikan dana politik tentu saja
untuk
mengisi kantong pejabat-pejabat tertinggi
di
negara ini. Ratusan turunan tidak akan habis,
bahkan
cenderung bertambah. Karena mafia
minyak
ini sangat dekat dengan kekuasaan, maka
kita
dapat melihat benang merahnya. Bahkan
belakangan
ini hubungan makin mesra antara
mafia
dengan Cikeas, Muhamad Riza Chalid,
Bambang
Trihatmodjo, Rosano Barack cs dengan
SBY,
Pramono Edhie, Cikeas, Hatta R, Karen cs.
Sumber-sumber
saya menyebutkan Riza dalam
sebulan
terakhir ini rajin mengikuti rapat di
Cikeas,
Istana dan kantor Menko Ekonomi.
Apakah
ada deal-deal khusus ?
Modus
korupsi mafia minyak ini juga terjadi
dengan
‘penipuan’ yang dilakukan oleh mafia
minyak
terhadap kualitas & jenis minyak yang
diimpor
Pertamina. Kilang minyak kita itu
disetting
hanya bisa mengolah minyak produksi
Afrika
dan Timur Tengah.
Pernah
dengar kasus minyak ZATAPI yang diusut
TEMPO
? Nah, mafia minyak ini seolah-olah
impor
minyak dari Afrika dan Timteng. Padahal
minyak
yang dibeli dari sana hanya sepertiga
atau
seperempatnya saja. Sisanya dua pertiga
atau
tiga perempat dibeli mafia minyak ini dari
produsen
/ broker minyak yang lain.
Transaksinya
di tengah laut untuk memenuhi sisa
kapasitas.
Kualitas minyak yang dibeli ‘secara
gelap’
di tengah laut itu tentu lebih rendah
dibanding
yang tercantum di BL atau dokumen-
dokumen
pengangkutan kapal. Contohnya, satu
kapal
tangker full capacity nilai minyak sebesar
US$
80-110 juta. Di BL tercantum nilai tersebut
berikut
kuantitas cargonya.
Dengan
modus pengisian hanya sopertiga atau
seperempat
dari kapasitas, mafia minyak
tersebut
mencampur minyak dengan kualitas
rendah
dengan harga 20-30% lebih rendah.
Berapa
untung yang dikeruk oleh mafia minyak
ini
dgn modus pencampuran ? Mari kita hitung
dengan
cara sederhana. Asumsikan nilai impor
minyak
per kapal tanker USD 100 juta per
shipment.
Kapal dimuat dengan 25% minyak
yang
sesuai dengan BL impor.
Asumsikan
saja harga minyak impor tersebut
sesuai
BL USD 100 / barel. Jika 75% minyak
kualitas
rendah yang dibeli di tengah laut itu =
USD
70/barel. Maka keuntungan mafia minyak
USD
75 juta x 30% = USD. 22.5 juta atau Rp.
210
milyar per shipment. Inilah modus yang
pernah
terbongkar. Nah, sekarang silahkan
rakyat
sendiri yang menghitung kerugian negara
akibat
mafia minyak jika nilai impor minyak kita
tahun
2011 = Rp. 275 Triliun. Ada berapa ratus
shipment
/kapal tanker yang unloading minyak di
RI
setiap tahun ? Berapa puluh kapal yang
melakukan
proses pencampuran ini ?
Intinya
banyak modus yang dipakai oleh Mafia
Minyak
tersebut. Mereka tahu bahwa
perampokan
ini perlu dibeking oleh penguasa
tertinggi
republik ini. Dan mafia minyak ini juga
telah
memasang kaki di mana-mana. Termasuk
investasi
politik kepada calon-calon presiden
yang
berpotensi maju di 2014 mendatang. Mafia
minyak
ini hanya bisa dibasmi dengan 2 cara,
yakni
revolusi rakyat terhadap regim SBY yang
sekarang
atau pilih presiden RI yang bebas
kooptasi
mafia.
Uang
negara kita yang dipungut dari pajak rakyat
&
penjualan sumber daya kekayaan alam kita
(yang
makin menipis karena dirampok) dikorup
oleh
mafia. Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN
tidak
akan bisa berkutik melawan mafia minyak
ini,
jika rakyat tidak mendukungnya. Dia juga
takut
dipecat oleh SBY. Terbukti Dahlan Iskan
terpaksa
memberhentikan komisaris-komisaris
dan
direksi-direksi Pertamina yang anti mafia
minyak.
Sekarang Pertamina 100% menjadi
hamba
mafia. Dahlan sendiri hati nuraninya
mungkin
menjerit, tetapi apa daya kuasa tak ada.
Rakyat
juga menjerit, tetapi tak berdaya karena
tidak
menurunkan penguasa.
(Courtesy : https://www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id/msg41689.html )