Buku Dibawah Bendera Revolusi |
Berbicara tentang TRI SAKTI – salah
satu ajaran atau konsepsi pemikiran- Bung Karno tidak dapat dipisahkan
dengan sejarah panjang kontemplasi yang dilakukan Bung Karno. Trisakti
dikemukakan Bung Karno pada pidato ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia
1964, kemudian setahun kemudian -1965- dengan judul pidato BERDIKARI Bung Karno
mendeklarasikan ajarannya dengan “Panca Azimat Revolusi”.
Dalam Pidato 17 Agustus 1965 Bung Karno mengemukakan
:
…..Panca Azimat adalah pengejawantahan dari pada seluruh jiwa nasional kita, konsepsi nasional kita yang terbentuk disepanjang sejarah 40 tahun
lamanya. Azimat Nasakaomlah yang lahir lebih dahulu dalam tahun 1926…..Azimat
kedua adalah Azimat Pancasila yang lahir bulan Juni 1945….Azimat ketiga adalah
azimat Manipol/Usdek, yang baru lahir setelah 14 tahun lamamnya mengalami masa
republik Merdeka…..Azimat keempat adalah azimat Trisakti yang baru lahir tahun
yang lalu ……..azimat kelima adalah azimat Berdikari, yang terutama tahun ini
kucanangkan.(1965)”
Panca Azimat Revolusi
Panca Azimat Revolusi
- NASAKOM JIWAKU
- PANCASILA
- MANIPOL-USDEK
- TRISAKTI
- BERDIKARI
Panca Azimat Revolusi merupakan intisari ajaran Bung
Karno yang dijadikan sebagai pedoman dalam mendukung revolusi Indonesia.
MEMBEDAH KONSEP TRISAKTI BUNG KARNO
Dalam pidatonya menyambut Hari Ulang
Tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1964, Bung Karno
mengambil judul “Tahun Vivere Pericoloso” sebuah
istilah berasal dari Bahasa Italia, yang artinya kira-kira “Hidup dalam suasana penuh bahaya”, pidato ini mengungkapkan tiga paradigma besar
yang bisa membangkitkan Indonesia menjadi bangsa yang besar baik secara politik
maupun ekonomi.
TRISAKTI KONSEPSI BUNG KARNO
Tri sakti yang di maksudkan Bung Karno adalah, Pertama, “Berdaulat dalam politik”. Pemikiran Bung Karno ini bukan lahir dari ruang hampa, Bung Karno telah lama melakukan analisa terhadap kondisi masyarakat Indonesia. Melalui kontemplasi disimpulkan bahwa penderitaan rakyat Indonesia disebabkan sistem menindas dan memeras kolonialisme dan imperialisme yang lahir dari rahim kapitalisme dan feodalisme bangsa sendiri.
Tri sakti yang di maksudkan Bung Karno adalah, Pertama, “Berdaulat dalam politik”. Pemikiran Bung Karno ini bukan lahir dari ruang hampa, Bung Karno telah lama melakukan analisa terhadap kondisi masyarakat Indonesia. Melalui kontemplasi disimpulkan bahwa penderitaan rakyat Indonesia disebabkan sistem menindas dan memeras kolonialisme dan imperialisme yang lahir dari rahim kapitalisme dan feodalisme bangsa sendiri.
Sebagai antithesis kolonialisme dan imperialisme
Bung Karno menekankan “Nasionalisme”, nasionalisme yang
hidup di taman sarinya internasionalisme, nasionalisme yang ingin mengangkat
harkat dan derajat hidup manusia, nasionalisme yang berperikemanusiaan, tidak
menginginkan terjadinya I’exploitation de nation par nation
(penindasan suatu bangsa terhadap bangsa lain), maupun I’exploitation de
l’homme par I’homme (penindasan manusia terhadap manusia lain). Dengan
demikian maka dapatlah dipahami bahwa watak dari Nasionalisme Indonesia
bukanlah nasionalisme yang chauvinistik, melainkan nasionalisme yang
berperikemanusiaan, nasionalisme yang menginginkan terwujudnya kesejahteraan
bersama, atau Sosio-Nasionalisme.
Diatas negara bangsa merdeka itu dibangun demokrasi
yang mengabdi kepada kepentingan Rakyat, bukan mengabdi kepada klas borjuasi dan
kapitalis. Demokrasi bukanlah sekedar kebebasan, melainkan “tegaknya keberdayaan dan
kedaulatan Rakyat”. Rakyatlah yang harus berdaulat, dan kedaulatan itu
dipergunakan untuk melahirkan kesejahteraan rakyat, mendatangkan keadilan
sosial. Demokrasi yang ingin ditegakkan adalah Demokrasi Politik dan Demokrasi
Ekonomi.
Berdikari di Bidang Ekonomi, sebagai konsep kedua Tri Sakti (demokrasi ekonomi),
tidak dapat dipisahkan dengan konsep pertama “Berdaulat di bidang Politik” (Demokrasi Politik). Melalui demokrasi
ekonomi Bangsa Indonesia anti terhadap kolonialisme dan imperialism, berarti
secara inplisit anti terhadap kapitalisme yang melahirkan eksploitasi terhadap
manusia (imperialism).
Kapitalisme dalam pandangan Bung Karno adalah : sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara
produksi yang memisahkan kaum buruh dengan alat produksi. Kapitalisme timbul
dari cara produksi, yang menjadi sebab nilai lebih tidak jatuh ketangan kaum
buruh, melainkan ketangan pengusaha. Kapitalisme meyebabkan akumulasi kapital,
konsentrasi kapital, sentralisai kapital, dan indutrieel reserve-armee (barisan
penganggur). Kapitalisme mempunyai arah kepada verelendung (memelaratkan kaum
buruh).
Bung Karno dalam Pledoinya “Indonesia Menggugat”dihadapan
pemerintah Belanda 18 Agustus 1930 mengatakan, terjadi sekarang ini, fase
imperialisme moderen lewat Kapitalisme sudah kita hadapi. Cengkraman kuku-kuku
imperialisme dan bujuk rayu kaum imperialis sudah mulai kita rasakan. Sebagian besar dari bangsa ini menikmatinya sebagai upaya untuk menumpuk
kekayaan dengan cara menjadi boneka kaum imperialis, dan sebagiannya lagi
merasakan ketertindasan. Oleh
karena itu, Bung Karno menekankan bahwa bangsa Indonesia harus berdiri di atas
kaki sendiri dalam mengatur perekonomian demi kesejahteraan rakyat.
Ketiga, berkepribadian dalam kebudayaan. Aspek budaya bagi Bung Karno sama pentingnya dengan aspek lainnya. Bangsa Indonesia harus menghormati budaya warisan nenek moyang dan menghargai nilai – nilai luhur kebudayaan di masyaraskat. Karakter dan kepribadiaan budaya Nusantara haruslah di jaga dan dilestarikan. Misalnya budaya gotong royong yang melambangkan kolektifitas sebuah komunitas yang guyub dan berbagai karya budaya yang mewarnai dunia seni. Indonesia memiliki kekayaan budaya., seperti budaya Jawa yang kaya akan nilai luhur. Misalnya di katakan bahwa masyarakat Jawa sangat menghargai aturan yang formal. Etika dan aturan yang lahir dari keputusan formal pasti akan dilegitimasi secara kolektif oleh masyarakat. Kandungan budaya seperti ini sangat bagus dalam memperkuat demokrasi karena proses demokratisasi pada beberapa sisi mengandung etika dan nilai – nilai yang formal. Ini membuktikan keyakinan Bung Karno bahwa budaya kita adalah budaya yang luhur dan mendukung kepribadian bangsa Indonesia. Menurut Bung Karno “Nation Building dan Character Building” harus diteruskan sehebat-hebatnya demi menunjang kedaulatan politik kita.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar