Selain “Monalisa”, satu lagi karya legendaris Leonardo da Vinci adalah “Perjamuan Terakhir", merupakan karya seni besar Italia abad ke-15, abad
ini merupakan momen penting sejarah peradaban manusia, muculnya era renaissance (kelahiran kembali).
Berbicara tentang
sejarah perkembangan aliran pemikiran barat, tidak dapat dilepaskan dari Renaissance yang merupakan salah satu
babakan sejarah yang mengantarkan umat manusia kembali menemukan identitas dan harkatnya, yaitu dengan menjadikan manusia sebagai pusat (sentral) alam semesta dan dirinya
sendiri, atau Antroposentris.
Pengulangan
sejarah, yang pernah juga terjadi pada peradaban Yunani klasik, ini merupakan
suatu perkembangan sejarah aliran pemikiran umat manusia yang ingin menggugat
dan meretas aliran pemikiran Theosentris –Tuhan menjadi pusat dari segalanya-, dan serba dogmatis, theologies yang tengah
mapan sejak abad pertengahan.
Leonardo da Vinci adalah anak dan putra kandung zaman renaissance, dan merupakan sosok yang
menggambarkan seorang manusia yang hidup dalam zaman perubahan, intelek dan
moderat sebagaimana ciri zaman renaissance.
Karya lukis “Perjamuan Terakhir” menjadi salah satu contoh produk pemikiran
kaum renaissance yang identik menjadikan manusia sebagai pusat segalanya, mengandalkan
rasionalitas dalam berpikir dan bertindak. Leonardo da Vinci bukan merupakan seorang
pelukis biasa-biasa, tetapi seorang pelukis yang mengandalkan kemampuan rasio
mengeksekusi objek lukisannya. Lukisan Perjamuan Terakhir dengan ukuran
kira-kira lima kali sembilan meter ini adalah pesanan seorang bangsawan Milan, Lodovico Sforza, untuk menghiasi dinding
ruang makan Kuil St Maria delle Grazie,
Milan.
Sebelum memulai pekerjaannya tahun 1495, dan diselesaikan 1498, Leonardo da Vinci terlebih dahulu melakukan riset mendalami psikologi dan watak manusia. Leonardo da Vinci akhirnya mengambil kesimpulan bahwa watak dan jiwa manusia tercermin dalam reaksi dan gerak tangan. Leonardo mempelajari konteks Kitab Suci Perjamuan Terakhir, dan kemudian memutuskan momen yang dilukis adalah detik-detik ketika Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Yoh 13: 21b).
Yudas dalam gambar tersebut tampak mengambil sikap bersembunyi, dia satu-satunya murid yang siku tangannya menumpang di atas meja. Dia dilukiskan sebagai orang yang berkepribadian culas, sedangkan Petrus dilukis dengan wajah marah.
Sebelum memulai pekerjaannya tahun 1495, dan diselesaikan 1498, Leonardo da Vinci terlebih dahulu melakukan riset mendalami psikologi dan watak manusia. Leonardo da Vinci akhirnya mengambil kesimpulan bahwa watak dan jiwa manusia tercermin dalam reaksi dan gerak tangan. Leonardo mempelajari konteks Kitab Suci Perjamuan Terakhir, dan kemudian memutuskan momen yang dilukis adalah detik-detik ketika Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Yoh 13: 21b).
Yudas dalam gambar tersebut tampak mengambil sikap bersembunyi, dia satu-satunya murid yang siku tangannya menumpang di atas meja. Dia dilukiskan sebagai orang yang berkepribadian culas, sedangkan Petrus dilukis dengan wajah marah.
Gambar
yang memperlihatkan keduabelas rasul bersama
Yesus sedang melakukan perjamuan makan dilukis dari model manusia yang hidup. Ketika hendak memulai karya lukisnya, Leonardo da
Vinci terlebih dahulu melakukan penelitian dan mencari model ratusan pemuda untuk menemukan raut wajah dan kepribadian yang
bisa mewakili karakter kedua belas rasul dan Yesus.
Model
hidup lukisan untuk tokoh Yesus dipilih terlebih dahulu. Ketika diputuskan
bahwa Loenardo Da Vinci akan melukis karya besar ini, ratusan pemuda dicari untuk mendapatkan seraut wajah dan kepribadian yang
mencerminkan tanpa dosa,elok, bebas dari carut-marut dan
guratan-guratan akibat dosa yang dianggap mewakili gambaran dan pigur Yesus.
Setelah berminggu-minggu mencari model, akhirnya seorang
pemuda berusia sembilan belas tahun terpilih sebagai model untuk melukis Yesus, butuh waktu enam bulan bagi
Leonardo
Da Vinci untuk mengerjakan lukisan tokoh utama dari karyanya ini.
Kemudian dilanjutkan dengan mencari model yang cocok untuk mewakili raut wajah sebelas
rasul, sedangkan untuk sosok Yudas Iskariot sebagai
bagian terakhir yang dikerjakan menyita perhatian khusus dan waktu lebih
panjang bagi Leonardo da Vinci untuk mendapatkan model seseorang
dengan raut wajah keras tanpa perasaan,
memiliki gurat-gurat
ketamakan, tipu daya, kemunafikan dan kekejian.
Setelah kesulitan menemukan karakter yang dianggap
sesuai dengan Yudas, kemudian ada berita yang disampaikan
kepada Leonardo Da Vinci bahwa orang yang penampilannya sesuai
dengan permintaannya telah didapatkan di sebuah penjara bawah tanah di Roma,
hukuman mati telah dijatuhkan kepadanya atas tindak kejahatan dan pembunuhan
yang dilakukannya. Orang ini dibawa keluar dari sel
penjara, dan
dibimbing keluar dalam terang sinar matahari. Di sanalah Da Vinci menyaksikan
di hadapannya seorang pemuda berkulit gelap, rambutnya
gondrong,
kusut acak-acakkan menutupi sebagian wajahnya, raut
wajahnya mencerminkan watak yang bengis dan kejam.
Orang
itu duduk di hadapan Da Vinci pada jam-jam yang ditentukan setiap hari
sementara sang pelukis melanjutkan karyanya menuangkan ke dalam lukisannya
karakter dasar yang ada di hadapannya. Sementara ia menggoreskan sapuan-sapuan
kuasnya yang terakhir, para pengawal membimbing tahanan mereka pergi. Tiba-tiba
orang itu meronta dan melepaskan diri dari para pengawal, lalu berlari
menemui Leonardo Da Vinci sambil berseru,
“Da Vinci, pandanglah aku!
Tidakkah engkau mengenali siapa aku?”.
Da
Vinci menjawab, “Tidak, tak pernah aku berjumpa denganmu sepanjang hidupku.”
Tahanan
itu berseru, “Ya Tuhan, apakah aku telah jatuh demikian dalam?”, Kemudian
sambil mendekatkan wajahnya kepada sang pelukis, ia menangis, dan berujar, “Pandanglah aku sekali lagi. Aku adalah
orang yang sama yang engkau lukis tujuh tahun lalu sebagai gambar mewakili
Yesus Kristus!”
Lukisan “Perjamuan Terakhir” dan “Monalisa” karya Leonardo
da vinci diklasifikasikan sebagai karya seni menganut aliran realisme. Yaitu sebuah
aliran pemikiran, atau aliran seni lukis
yang menggambarkan sebuah lukisan yang
memiliki kemiripan dengan objek yang dilukis, gaya ini juga sering disebut
dengan naturalis. Penganut faham ini melukis
suatu objek atau “alam kongkret yang dilukis”
sama persis dengan hasil lukisannya.
Aliran pemikiran realisme dan naturalis ini meninggalkan tradisi seni lukis berbentuk sktesa yang berkembang sebelumnya. Para seniman abad ke-14 menggambarkan orang-orang nampak seperti sungguh-sungguh hidup, lukisan mereka tentang benda-benda dan alam yang sebenarnya, sehingga orang yang melihatnya seakan berhadapan dengan benda atau orang yang sesungguhnya. Pada seniman dan sastrawan pada jaman tersebut bebas mengekspresikan apa saja yang mereka pikirkan dan kehendaki tanpa pertimbangan norma moral, sosial dan hukum. Manusia menjadi pusat segalanya (antroposentris) dalam hubungannya dengan alam.
Manusia sebagai sentral (sentries) alam semesta dan manusia
menegaskan kembali eksistensi dan jati dirinya sebagai subjek,kritis,mempergunakan
akal sehat dan reflektif. Faham ini menjadi salah satu proyeksi sikap liberalisme
dan modernitas
Munculnya aliran pemikiran ini merupakan sebuah reaksi dan perubahan cara berpikir baru untuk menggantikan cara berpikir yang sempat mapan pada abad pertengahan yang bercirikan budaya klasik dan bernafaskan religiusitas yang dianggap menjadikan manusia terbelenggu oleh kaidah moral, dogmatis dan theosentris. Renaissance menjadikan manusia menegakkan harkat dan martabatnya, serta menilai bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama, memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.
Munculnya aliran pemikiran ini merupakan sebuah reaksi dan perubahan cara berpikir baru untuk menggantikan cara berpikir yang sempat mapan pada abad pertengahan yang bercirikan budaya klasik dan bernafaskan religiusitas yang dianggap menjadikan manusia terbelenggu oleh kaidah moral, dogmatis dan theosentris. Renaissance menjadikan manusia menegakkan harkat dan martabatnya, serta menilai bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama, memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.
Manusia bebas, rasional, mandiri dan individual menjadi prototype manusia modern.
Leonardo da Vinci merupakan pigur yang mewakili aliran pemikiran liberalisme
yang lahir dari rahim renaissance. Leonardo da Vinci suatu ketika mengatakan,mekanika
adalah firdaus dari matematika, dan matematika adalah dasar pemikiran serta
eksprimen dalam menerjemahkan alam bagi manusia.
Jika alam pemikiran abad tengah berdasarkan otoritas Allah –Allah Maha
Kuasa- ( Deus Omnipotensi) maka pada zaman renaissance manusia berkeyakinan
bahwa pengalaman, eksprimen dan rasionalitas manusia merupakan dasar dalam
kehidupan duniawi, pemikiran ini mengandung faham Sekularisme, peranan Agama tersisihkan.
Renaissance menjadi lahan subur kelahiran kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, Leonardo da Vinci menjadi simbol manusia modern dan terpelajar. Ia mempelajari geologi, geofisika, dan botani. Untuk mempelajari tubuh manusia, ia praktek sendiri membedah mayat. Gambar-gambarnya mengenai anatomi tubuh adalah warisanberharga untuk ilmu kedokteran.
Renaissance menjadi lahan subur kelahiran kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, Leonardo da Vinci menjadi simbol manusia modern dan terpelajar. Ia mempelajari geologi, geofisika, dan botani. Untuk mempelajari tubuh manusia, ia praktek sendiri membedah mayat. Gambar-gambarnya mengenai anatomi tubuh adalah warisanberharga untuk ilmu kedokteran.
Renaissance
menganut pandangan bahwa manusia dilahirkan bukan hanya memikirkan nasib di
akhirat, tetapi mausia harus memikirkan hidupnya di dunia, jika faham yang
dianut pada abad pertengahan sebelumnya mengatakan manusia lahir ke dunian dengan
turun dari surga, dan begitu lahir langsung mengangkat kepalanya untuk
menengadah ke surge, maka masa renaissance mengatakan manusia lahir kedunia
untuk mengolah, menyempurnakan dan menikmati dunia ini, baru setelah itu
menengadah ke surge. Nasib manusia ditangan
manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan di dunia bukanlah
takdir Allah melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diatasi oleh
kekuatan manusia dengan akal budi, otonomi dan bakat-bakatnya.
Pemikiran
ini muncul sebagai gugatan terhadap pemikiran yang berkembang pada abad
pertengahan yang berciri Theosentris – Allah Sebagai Sentral/Pusat-, manusia
dianggap terbelenggu oleh dogma dan moral dan kaku, renaissance merombaknya
menjadi manusia sebagai objek yang mengandalkan nalar, individual dan humanis.
Manusia
renaissance menempatkan dirinya sebagai orang terpuji, mengutamakan kemampuan
dalam berpikir dan bertindak, serta memiliki semboyan hidup “Carpe
Diem” –Nikmatilah Kesenangan
Hidup-.
Walaupun
manusia zaman renaissance mengalami perubahan atau pembenahan cara berpikir,
namun zaman renaissance masih memiliki beberapa sisi persamaan dengan manusia
abad pertengahan, yaitu sama-sama berorientasi kepada budaya klasik Yunani dan
Romawai.
Jika
pada abad tengah budaya klasik dibingkai dan bernafaskan religiositas
gereja serta dimanfaatkan bagi
kepentingan Gereja, zaman renaissance budaya klasik tersebut berada dibawah
kekuasaan manusia dan bernafaskan keduniawiaan dan dimanfaatkan demi
kepentingan manusia itu sendiri. Karya-karya zaman renaissance mengabaikan
nilai-nilai spiritual dan lebih mengandalkan sisi badaniah sehingga keindahan fisik sangat ditonjolkan.
Inilah
sekilas uraian tentang alam pemikiran kaum Renaissance yang merupakan
benih-benih pemikiran yang kemudian memiliki andil dan sumbangan terhadap lahirnya
faham liberalisme, demokrasi, kapitalisme yang merupakan gagasan berupa symbol kemajuan
peradaban umat manusia atau modernisasi.
Kita
sekarang tengah hidup, berdiri dan menghirup nafas atmosfir zaman modern, masih
layak-kah kita merenungkan makna apa sebenarnya yang kita peroleh dari
modernitas tersebut ? dan apa keuntungannya bagi kehidupan kita ? Atau justru
kita merasa terasing (ter-alienasi), atau justru menjadi korban yang
tersisihkan ke tepian modernisasi ?
(BERSAMBUNG.....!!!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar