Tinggal lima bulan lagi menjelang Pemilu 2014, kini kembali muncul penyakit lama: daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah. Banyak data yang salah dalam DPT, seperti ada pemilih ganda, dimasukkannya warga yang belum punya hak pilih, serta masih dicatatkannya warga yang sudah meninggal.
Sungguh, ini sebuah kenyataan yang tidak masuk akal. Dengan bekerja kerja, fokus, tidak neko-neko, DPT yang lengkap dan akurat mestinya bisa dengan mudah diwujudkan. Selain sudah tersedianya data dari Badan Pusat Statistik, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di seluruh Indonesia pun sudah memiliki data tentang DPT di daerahnya masing-masing sehubungan dengan pemilukada. Dengan sedikit pemutakhiran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bekerja serius sesungguhnya sudah bisa memiliki DPT yang lengkap dan akurat.
Apalagi proses penyusunannya pun dilalui KPU secara bertahap, diawali dengan data pemilih yang dimutakhirkan dari daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), menjadi daftar pemilih sementara (DPS), lalu daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP), dan terakhir baru DPT. Lalu, mengapa permasalahan DPT baru muncul di ujung tahapan? Lebih dari itu, pertanyaannya, mengapa DPT masih selalu menjadi masalah? Mengapa DPT yang lengkap dan akurat seolah-olah sesuatu yang mustahil dicapai?
Jawabannya, hal ini menyangkut mentalitas. Amburadulnya DPT sesungguhnya bukan disebabkan oleh ketidakmampuan KPU melainkan lebih karena masalah integritas. Dengan DPT yang tidak lengkap, KPU bisa “bermain” untuk memenangkan partai atau kader tertentu.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa cara untuk memenangkan kader tertentu adalah dengan mengurangi pemilih di basis-basis kader tertentu itu tadi. Juga sudah menjadi rahasia umum bahwa dari DPT bermasalah terhadap lebih dari 20% pemilih yang golput, tidak mau memilih. Juga setidaknya dari 80% yang masuk kategori pemilih belum menentukan pilihan mereka. Dengan DPT yang tak lengkap inilah kelompok golput bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pemenangan kader.
Karena itu, dengan realitas yang ada sekarang di mana ditemukan disparitas ketidakakuratan data yang demikian besar, tidak ada pilihan lain kecuali sejenak menunda dulu penetapan DPT. Sangatlah penting bahwa DPT harus akurat. DPT tak boleh salah. Bagaimanapun DPT merupakan kunci untuk penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. Dengan data DPT yang akurat, maka kualitas pemilu akan terjamin lebih baik. Kalau sampai ada pemilik hak suara yang tidak masuk dalam DPT, itu merupakan bentuk korupsi terhadap suara rakyat. Hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak sipil politik warga negara.
Karena itu, sebelum DPT disahkan, kita desak KPU bekerja lebih keras, lebih fokus, dan lebih serius. KPU harus segera membenahi masalah DPT untuk menghindari kecurangan dan perdebatan dalam pemilu mendatang. KPU sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pemilu harus menuntaskan kekacauaan DPT. DPT yang kacau sangat rawan terhadap kecurangan, dan ini bisa dimanfaatkan oleh pihak–pihak tertentu. Tidak hanya itu, DPT yang bermasalah juga akan mengurangi hak konstitusi rakyat.
Jangan kita berbicara soal ukuran DPT bermasalah dari sisi jumlah, soal sedikit atau banyaknya. Ini sangat berbahaya. DPT menyangkut hak politik rakyat yang dijamin oleh konstitusi. Satu suara sangat berharga bagi hak politik dan hak demokrasi warga negara Indonesia. Makanya KPU harus menghormatinya.
KPU tidak boleh memandang remeh dengan menyatakan DPT bermasalah “cuma 1%”. Kalau pernyataan tersebut diteruskan maka itu sama saja mengecilkan hak konstitusi dan hak demokrasi.
Kita semua harus bertekad, Pemilu 2014 harus lebih baik dan lebih berkualitas dari pemilu sebelumnya. Syaratnya, KPU sebagai penyelenggara harus menjalankan tugasnya secara profesional, bersikap independen, serta menjunjung tinggi keakuratan data pemilih (DPT).
Kita harus belajar dari kisruh DPT sebelumnya. Pada Pemilu 2009, misalnya, ada lebih dari tujuh juta pemilih fiktif di dalam DPT. Kita inginkan hal tersebut tak boleh terulang lagi pada Pemilu 2014. Baik untuk pemilu legislatif (pileg) maupun untuk pemilu presiden (pilpres), Pemilu 2014 harus dijadikan ajang untuk berkompetisi secara sehat, jujur, adil, agar terpilihnya penyelenggara negara yang terbaik, punya integritas, dan kapabel.
Pada 2014, kita harapkan tak boleh ada lagi anggota legislatif siluman, yang dihasilkan melalui “permainan” DPT bermasalah. Kita juga sangat mengharapkan agar Pilpres 2014 benar-benar dapat menghasilkan pemimpin nasional terbaik, yang mencintai dan dicintai rakyat. Syaratnya, itu tadi: penyelenggaranya harus profesional dan independen, dan itu hanya mungkin jika ada dukungan DPT yang akurat dan lengkap. (*)
Courtesy : http://www.investor.co.id/home
Sungguh, ini sebuah kenyataan yang tidak masuk akal. Dengan bekerja kerja, fokus, tidak neko-neko, DPT yang lengkap dan akurat mestinya bisa dengan mudah diwujudkan. Selain sudah tersedianya data dari Badan Pusat Statistik, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di seluruh Indonesia pun sudah memiliki data tentang DPT di daerahnya masing-masing sehubungan dengan pemilukada. Dengan sedikit pemutakhiran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bekerja serius sesungguhnya sudah bisa memiliki DPT yang lengkap dan akurat.
Apalagi proses penyusunannya pun dilalui KPU secara bertahap, diawali dengan data pemilih yang dimutakhirkan dari daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), menjadi daftar pemilih sementara (DPS), lalu daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP), dan terakhir baru DPT. Lalu, mengapa permasalahan DPT baru muncul di ujung tahapan? Lebih dari itu, pertanyaannya, mengapa DPT masih selalu menjadi masalah? Mengapa DPT yang lengkap dan akurat seolah-olah sesuatu yang mustahil dicapai?
Jawabannya, hal ini menyangkut mentalitas. Amburadulnya DPT sesungguhnya bukan disebabkan oleh ketidakmampuan KPU melainkan lebih karena masalah integritas. Dengan DPT yang tidak lengkap, KPU bisa “bermain” untuk memenangkan partai atau kader tertentu.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa cara untuk memenangkan kader tertentu adalah dengan mengurangi pemilih di basis-basis kader tertentu itu tadi. Juga sudah menjadi rahasia umum bahwa dari DPT bermasalah terhadap lebih dari 20% pemilih yang golput, tidak mau memilih. Juga setidaknya dari 80% yang masuk kategori pemilih belum menentukan pilihan mereka. Dengan DPT yang tak lengkap inilah kelompok golput bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pemenangan kader.
Karena itu, dengan realitas yang ada sekarang di mana ditemukan disparitas ketidakakuratan data yang demikian besar, tidak ada pilihan lain kecuali sejenak menunda dulu penetapan DPT. Sangatlah penting bahwa DPT harus akurat. DPT tak boleh salah. Bagaimanapun DPT merupakan kunci untuk penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. Dengan data DPT yang akurat, maka kualitas pemilu akan terjamin lebih baik. Kalau sampai ada pemilik hak suara yang tidak masuk dalam DPT, itu merupakan bentuk korupsi terhadap suara rakyat. Hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak sipil politik warga negara.
Karena itu, sebelum DPT disahkan, kita desak KPU bekerja lebih keras, lebih fokus, dan lebih serius. KPU harus segera membenahi masalah DPT untuk menghindari kecurangan dan perdebatan dalam pemilu mendatang. KPU sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pemilu harus menuntaskan kekacauaan DPT. DPT yang kacau sangat rawan terhadap kecurangan, dan ini bisa dimanfaatkan oleh pihak–pihak tertentu. Tidak hanya itu, DPT yang bermasalah juga akan mengurangi hak konstitusi rakyat.
Jangan kita berbicara soal ukuran DPT bermasalah dari sisi jumlah, soal sedikit atau banyaknya. Ini sangat berbahaya. DPT menyangkut hak politik rakyat yang dijamin oleh konstitusi. Satu suara sangat berharga bagi hak politik dan hak demokrasi warga negara Indonesia. Makanya KPU harus menghormatinya.
KPU tidak boleh memandang remeh dengan menyatakan DPT bermasalah “cuma 1%”. Kalau pernyataan tersebut diteruskan maka itu sama saja mengecilkan hak konstitusi dan hak demokrasi.
Kita semua harus bertekad, Pemilu 2014 harus lebih baik dan lebih berkualitas dari pemilu sebelumnya. Syaratnya, KPU sebagai penyelenggara harus menjalankan tugasnya secara profesional, bersikap independen, serta menjunjung tinggi keakuratan data pemilih (DPT).
Kita harus belajar dari kisruh DPT sebelumnya. Pada Pemilu 2009, misalnya, ada lebih dari tujuh juta pemilih fiktif di dalam DPT. Kita inginkan hal tersebut tak boleh terulang lagi pada Pemilu 2014. Baik untuk pemilu legislatif (pileg) maupun untuk pemilu presiden (pilpres), Pemilu 2014 harus dijadikan ajang untuk berkompetisi secara sehat, jujur, adil, agar terpilihnya penyelenggara negara yang terbaik, punya integritas, dan kapabel.
Pada 2014, kita harapkan tak boleh ada lagi anggota legislatif siluman, yang dihasilkan melalui “permainan” DPT bermasalah. Kita juga sangat mengharapkan agar Pilpres 2014 benar-benar dapat menghasilkan pemimpin nasional terbaik, yang mencintai dan dicintai rakyat. Syaratnya, itu tadi: penyelenggaranya harus profesional dan independen, dan itu hanya mungkin jika ada dukungan DPT yang akurat dan lengkap. (*)
Courtesy : http://www.investor.co.id/home
Tidak ada komentar:
Posting Komentar