Sekapur Sirih dari kesainta.blogspot.com

Selamat Datang di kesainta.blogspot.com, wahana kerinduan berziarah kedalam relung hati untuk merajut kata demi kata dari keheningan.

Kamis, 13 September 2012

MENGGUGAT DEMOKRASI PROSEDURAL ERA REFORMASI


Lengsernya Soeharto sebagai Presiden kedua Republik Indonesia yang kemudian menjadi momentum lahirnya era reformasi dianggap sebagai sebuah lembaran baru kehidupan politik Bangsa Indonesia, yaitu lahirnya era demokrasi, Bangsa Indonesia diberi label sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia ini. Banyak pujian yang datang dari berbagai penjuru dunia yang pada intinya memberi apresiasi  kepada Bangsa Indonesia atas keberhasilannya menerapkan kehidupan demokratisasi.

Selayaknya memang kita sebagai warga negara Indonesia merasa bangga atas penilaian yang diberikan oleh Bangsa lain ini, namun setelah berlangsungnya beberapa kali pelaksanaan pemilihan umum, baik itu pemilihan legislatif, pemilihan presiden dan ratusan kali pelaksanaan pemilihan kepala daerah, apakah memang pelaksanaan pemilihan langsung tersebut sudah cukup dipergunakan sebagai barometer untuk menetapkan bahwa kehidupan demokrasi di Indonesia sudah berlangsung sebagaimana mestinya sesuai dengan  arti dan makna serta tujuan demokrasi itu sendiri ?

Secara prosedural pemilihan umum secara langsung untuk memilih Presiden dan Kepala daerah baik itu pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota  memang sudah merupakan ritual yang dilaksanakan setiap kali berakhirnya masa periode setiap pemimpin tersebut. 

Pertanyaannya adalah bukankah pada saat langgengnya kekuasaan orde baru secara prosedural pemilihan umum juga dilaksanakan setiap lima tahun sekali ? Yang membedakan orde baru dengan era reformasi saat ini terletak pada pemilihan presiden dan kepala daerah yang telah dilaksanakan melalui pemilihan langsung pada era reformasi sedangkan pada saat orde baru  pemilihan langsung hanya dilakukan untuk pemilihan anggota legislatif.

Walaupun demikian era orde baru juga tidak dapat dikatakan begitu saja sebagai sebuah era yang tidak melakukan prosedur demokrasi, secara prosedural orde baru juga melakukan ritual demokrasi yang sesuai dengan apa yang diinginkan  oleh elit penguasa ketika itu, dan bentuk demokrasi yang diterapkan juga sesuai dengan cara pandang yang dimiliki oleh elit penguasa ketika itu karena dengan melalui cara yang demikian itulah kepentingan dan libido kekuasaan para gerombolan penguasa orde baru dapat tersalurkan. Artinya pada pemerintahan orde baru demokrasi hanya dilakukan secara prosedural melalui berbagai cara yang penuh dengan intrik dan rekayasa yang tujuannya hanya untuk melegitimasi kesinambungan kepemimpinan orde baru dan untuk menjaga kepentingan segelintir orang-orang tertentu dengan tujuan utama untuk mengamankan kepentingan pribadi dan kelompok orang yang berada dilingkaran kekuasaan.

Sebagai salah satu bentuk perlawanan dan keinginan untuk meruntuhkan oligarki kekuasaan yang sarat dengan tindakan persekongkolan antara penguasa, pengusaha dan partai politik maka Soeharto sebagai presiden, Golkar sebagai partai pendukung penguasa dan konglomerat sebagai perampok uang negara dijadikan sebagai musuh bersama. Gerakan reformasi yang muncul ketika itu memiliki tujuan yang jelas untuk meruntuhkan oligarki kekuasaan yang telah lama dibangun oleh Soeharto bersama-sama dengan kelompoknya.

Salah satu tujuan utama lahirnya gerakan reformasi adalah menghancurkan perselingkuhan elit penguasa dengan pengusaha yang dianggap hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok untuk menguras sumber daya ekonomi bangsa Indonesia. Persekongkolan tersebut dinilai memiliki hubungan simbiosismutualisma hanya mementingkan diri sendiri dan kelompok serta tidak memperdulikan kepentingan rakyat Indonesia umumnya, bahkan persekongkolan tersebut telah mampu mencengkeramkan kuku tajamnya untuk mengeksploitasi rakyat, sumber daya alam dan uang negara. 

Sekarang kita tengah berada ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara yang dianggap identik dengan kehidupan demokratis, dan dapat dilihat dengan mata yang jernih bahwa telah banyak terjadi proses perubahan dalam kehidupan berdemokrasi, beberapa diantaranya pelaksanaan pemilihan umum yang telah dilakukan dengan prosedur baru, Presiden dan Kepala daerah juga telah dipilih secara langsung, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah kehidupan demokrasi yang telah diterapkan tersebut telah mampu mewujudkan cita-cita mendasar yang muncul dari rahim semangat gerakan reformasi ? Yaitu mengeliminir persekongkolan para elit penguasa dengan pengusaha dengan tujuan meningkatkan efesiensi dan efektifitas kepemimpinan nasional yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan rakyat ?

Era reformasi tengah berlangsung dan tahun demi tahun telah dilaluinya namun sampai hari ini bentuk sesungguhnya kesejahteraan masyarakat itu masih jauh dari yang diharapkan, bahkan pemilu demi pemilu yang telah dilakukan ditenggarai tidak mampu memunculkan pemimpin yang memiliki orientasi dan kepedulian jelas terhadapa peningkatan kesejahteraan rakyat, bahkan yang semakin mengemuka dipermukaan adalah bentuk oligarki yang memiliki baju baru yang pada intinya masih tetap mengandung  sifat eksploitatif terhadap rakyat dan persekongkolan diantara penguasa dan pengusaha masih saja langgeng serta berlangsung dengan baik.

Beberapa mingu terakhir ini kepada publik Indonesia disuguhkan sebuah drama kasus Hartati Murdaya yang dianggap melakukan penyogokan terhadap Bupati Buol. Kasus ini sebenarnya hanya merupakan secuil gambaran tentang masih langgengnya persekongkolan antara penguasa dengan pengusaha, dan apa yang diduga dilakukan oleh Hartati Murdaya terhadap kepala daerah Buol tersebut tidak ubahnya hanya bagaikan gunung es ditengah lautan, kasus ini hanya bagaikan secuil puncak gunung es yang saat ini dapat dilihat secara kasat mata, apabila diselusuri lebih mendalam maka masih banyak lagi jenis-jenis persekongkolan antara penguasa dan pengusaha yang lebih besar dan memiliki nilai yang lebih dahsyat lagi.

Apa yang dialami oleh Hartati Murdaya kali ini hanya merupakan kecelakaan sejarah yang memiliki bobot lebih kecil jika dibandingkan dengan kasus-kasus lain yang masih tersimpan dibawah kaki gunung es yang berada dibawah permukaan laut kasus-kasus besar lainnya. 

Melihat kecenderungan masih terjadinya proses persekongkolan berbentuk simbiosismutualisma antara elit penguasa dan pengusaha yang berbentuk oligarki pemburu rente maka wajar jika muncul gugatan terhadap efektifitas demokrasi di era reformasi ini dalam mewujudkan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia, jangan-jangan bentuk demokrasi yang dilakukan selama ini juga hanya berbentuk prosedural belaka yang masih dilangsungkan hanya sebagai kuda tunggangan bagi kepentingan oligarki kekuasaan yang sarat dengan kepentingan terselubung perselingkuhan antara penguasa dengan pengusaha yang hanya merupakan kelompok kecil yang menikmati akses ekonomi dan politik     








Tidak ada komentar:

Posting Komentar