Manusia
adalah salah satu makhluk hidup paling sempurna diantara semua ciftaan Allah
jika dibandingkan dengan primata lain, karena manusia diciftakan memiliki
kemampuan berpikir. Sebagai manusia yang memiliki kemampuan berpikir, kita pada
umumnya ingin meraih puncak kesuksesan
didalam perjalanan hidup kita, terutama keinginan sukses dalam kehidupan yang
kita lakoni sehari-sehari sesuai dengan pekerjaan dan karir masing-masing.
Hanya
orang yang apatis atau tidak memiliki memiliki motivasi dan tujuan hidup yang
tidak jelas memiliki keinginan untuk tidak sukses, secara kuantitatif dan
persentase orang yang ingin mencapai hidup sukses jumlahnya sangat besar, tetapi
pada kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya, orang yang berhasil atau
sukses dalam hidup dan karirnya hanya sebagian kecil jika dibandingkan dengan
jumlah umat manusia yang sama-sama ingin meraih sukses. Jika digambarkan bagaimana
perbandingan antara orang yang sukses dengan jumlah orang yang ingin sukses
maka bentuknya sama seperti sebuah piramida atau gambar sebuah gunung yang
bentuknya runcing dimana dibagian bawah
gunung sangat lebar dan semakin keatas puncak gunung semakin mengerucut .
Yang
berada dipuncak gunung itu adalah kumpulan sebagian kecil orang-orang yang
menikmati kesempatan untuk sukses dalam hidup, usaha, pekerjaan atau karir,
yang berada ditengah-tengah antara puncak dan dasar gunung jumlahnya
sedang-sedang sesuai dengan keadaan hidupnya juga yang sedang-sedang, atau
tidak susah-susah amat dan tidak juga sukses-sukses amat. Ironisnya yang berada
didasar gunung justru jumlahnya sangat besar jika dibandingkan dengan kelompok
lainnya, kelompok yang berada di dasar gunung inilah yang dikategorikan tidak
merasakan kesempatan untuk sukses.
Yang
menjadi pertanyaan menarik untuk direnungkan adalah “Faktor apa yang
menyebabkan seseorang mengalami kegagalan atau kesuksesan dalam hidupnya ?” Para praktisi sumber daya manusia (human resources development) pada
umumnya sepakat bahwa factor utama yang menyebabkan seseorang gagal atau
berhasil dalam kehidupannya adalah “Mind Set” atau “ Cara Berpikir”, sehingga
ada ungkapan yang mengatakan : “ Hati-hatilah dengan pikiranmu (mind set) karena pikiranmu akan mempengaruhi
ucapan dan tindakanmu, karena tindakanmu
akan menjadi kebiasaanmu, perbaikilah
tindakan dan kebiasanmu karena tindakanmu akan mempengaruhi nasibmu”.
Uraian
ini menggambarkan bahwa cara berpikir atau mind set seseorang sangat
mempengaruhi tindakan dan nasib seseorang, artinya berhasil atau gagal seseorang
dalam perjalanan hidupnya dominan dipengaruhi dan ditentukan oleh cara berpikir
seseorang, sehingga jika ingin sukses dalam kehidupan ini manusia sebagai
makhluk yang memiliki kemampuan berpikir dituntut untuk mampu mempergunakan dan
mengaktualisasikan cara berpikirnya secara maksimal, dan yang paling penting
dituntut untuk mampu melakukan perubahan cara berpikir (mindset change) sesuai dengan tuntutan ruang dan waktu yang sedang
dihadapi.
Persoalan
umumnya yang dapat kita lihat secara kasat mata adalah justru kemampuan untuk
melakukan perubahan cara berpikir inilah yang paling sullit dilakukan oleh
seseorang karena dia sudah merasa terbiasa, nyaman dan aman pada cara berpikir
yang telah dianutnya, itulah yang didalam ilmu psikologi disebut dengan Zona Nyaman
(Comfort Zone).
Pekerjaan
yang bertujuan untuk pindah dari zona nyaman adalah merupakan suatu kegiatan
tersulit untuk dilakukan manusia. Namanya juga sudah merasa nyaman, siapa sih
yang ingin tidak merasa nyaman dalam hidupnya ? Tetapi jangan salah, ternyata
jika ingin berhasil dalam hidup terutama untuk menghadapi perobahan zaman maka
manusia dituntut untuk melakukan perubahan terhadap cara berpikirnya, sebagai
bahan ilustrasi dibawah ini saya utarakan sebuah cerita tentang analogi
bagaimana cara melakukan perubahan itu :
Suatu
ketika ada lima professor dari lima
benua mengunjungi seorang guru yang bijak, mereka ingin belajar tentang
kebajikan dan rahasia hikmat hidup. Ketika bertemu dengan sang guru, kelima
Profesor tersebut duduk berhadapan dengan sang guru di sebuah ruang tamu dan
para Profesor menyampaikan maksud hati mereka kepada sang guru, dan sang guru
mendengarkannya sambil manggut-manggut seiring menjamu mereka minum teh.
Tanpa
sepatah katapun yang terucap dari mulutnya sang guru terus saja menuangkan teh
itu ke cangkir para professor yang telah penuh, tentu saja air teh itu tumpah
dan mengalir kemana-mana.
Akhirnya
ke lima profesor itu terheran-heran dan berupaya mengingatkan serta mencegah
sang guru untuk tidak melakukan pekerjaan yang sia-sia, mubajir dan dianggap
bodoh itu.
Untuk
menanggapi sikap dan tindakan para Profesor itu, akhirnya sang guru berkata : “ Sama seperti Cangkir yang telah penuh
dengan air tadi, demikian juga kita tidak dapat menerima sesuatu yang baru jika
telah dipenuhi dengan semua yang lama “
Pada
intinya, cerita diatas menggambarkan bahwa jika ingin melakukan perubahan
terhadap cara berpikir kita maka kita harus membuang terlebih dahulu
metode-metode atau cara-cara berpikir masa lampau kita, dan menggantinya dengan
cara berpikir yang baru sesuai dengan tuntutan zaman atau situasi dan kondisi tanpa
ada kemauan mengganti pola atau cara berpikir kita sesuai dengan tuntutan zaman
maka kita akan tetap berada pada zona nyaman kita yang telah ketinggalan zaman
dan tidak sesuai dengan tuntutan zaman, hal inilah yang menyebabkan kita
terbelenggu dengan pola pikir kita sendiri dan merasa paling benar dengan cara
berpikir kita sendiri padahal hal itu tidak relevan dan actual lagi. Secara
psikologi type manusia yang memilih cara seperti ini adalah orang yang terkena
penyakit Paradigmparalis, yaitu terjadinya penyakit penyimpangan cara berpikir
bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kondisi merasa terasing.
Pengasingan 22
Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar