Menurut Wikipedia Ulos dalam bahasa batak berarti kain yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak yang warnya dominan merah, hitam dan putih. Ulos merupakan busana khas masayarakat Batak yang pembuatannya mempergunakan alat tenun bukan mesin dan pada umumnya ulos ini berbentuk selendang.
Beberapa ahli memperkirakan bahwa kerajinan ulos sudah masuk ke tanah batak sejak abad ke-14. Ulos ini pada awalnya adalah pakaian yang dipergunakan masyarakat batak zaman dahulu dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk melindungi diri dari cuaca dingin karena pada umumnya suku Batak bertempat tinggal diwilayah pegunungan yang cuacanya sangat dingin terutama ketika malam hari. Berdasarkan fungsi ulos sebagai sarana melindungi tubuh dari rasa dingin maka sampai hari ini Ulos memiliki arti Philosopis bagi masyarakat suku batak yaitu Ulos adalah sarana untuk menghangatkan sehingga pemberian ulos kepada orang lain merupakan sarana untuk membina tali silaturahmi dan menghangatkan perasaan atau hati.
Hangat dalam bahasa Batak adalah “ Las “ dan sedangkan “Hati atau Perasaan” dalam bahasa Batak adalah “Roha” , jadi keadaan suatu hati yang hangat dalam bahasa Batak disebut dengan “Las Roha “. Sehingga pemberian Ulos kepada seseorang juga sebagai acara untuk menghangatkan perasaan orang lain dengan harapan seseorang itu akan memperoleh rasa sukacita atau hangat hatinya, dan pemberian ulos kepada seseorang menjadi salah satu bentuk ikatan kasih sayang antara yang memberi dan yang menerima, hal ini digambarkan dalam kata pepatah atau umpasa masyarakat Batak yang berbunyi : “IJUK PENGIHOT NI HODONG, ULOS PENGIHOT NI HOLONG” , artinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang diantara sesama. Mangulosi atau member ulos kepada seseorang pada masyarakat Batak merupakan suatu hal penting dan sakral.
Seiring perkembangan zaman peran dan fungsi ulos ini juga mengalami perubahan misalnya kemudian ulos dipergunakan oleh masyarakat batak sebagai pakaian sehari-sehari, dimana ketika itu perempuan masyarakat suku batak yang belum menikah biasanya melilitkannya diatas dada, sedangkan perempuan yang belum menikah melilitkannya dibawah dada. Selain menjadi pakaian ulos juga berfungsi sebagai sarana menggendong anak (parompa) dan selendang (sampe-sampe).
Fungsi lain ulos yang sangat penting bagi masyarakat Batak adalah sebagai alat atau medium pemberian berkat (pasu-pasu) kepada seseorang, ketika memberikan ulos kepada seseorang biasanya menyampaikan kata-kata penuh isi bermakna (tona) melalu tutur kata – kata mutira yang indah (umpasa) sebagai bentuk pemberian berkat.
Seiring perkembangan zaman akhirnya ulos memiliki peranan penting dalam pelaksanaann adat istiadat masyarakat batak yaitu sebagai sarana mengungkap isi hati dan pesan terhadap orang yang menerima ulos dari yang memberi ulos. Namun pemberian ulos ini dalam acara adat ada aturan mainnya yaitu : Ulos hanya diberikan kepada pihak kerabat yang tingkat partuturannya lebih rendah. Misal: dari hulahula untuk parboruan; dari orangtua untuk anak-anaknya; dari haha untuk angginya.
Pemberian jenis ulos juga memiliki aturan tersendiri, misalnya :
1. Ragidup sebagai ulos panggomgom untuk ina ni hela,
2. Sibolang atau Ragihotang sebagai ulos pansamot untuk ama ni hela.
Cara pemakaian ulos ada 3 :
1. Siabithononton ( dipakai ) : Ragidup, Sibolang, Runjat, Djobit, Simarindjamisi, Ragi Pangko.
2. Sihadanghononton ( dililit di kepala atau bisa juga ditengteng ) : Sirara, Sumbat, Bolean, Mangiring, Surisuri, Sadum.
3. Sitalitalihononton ( dililit di pinggang ) : Tumtuman, Mangiring, Padangrusa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar