http://media.comicvine.com |
Pekerjaan
sehari-sehari keluarga Ginting Mergana bertani namun kondisi kehidupan mereka
sangat miskin, karena ingin memperbaiki kondisi kehidupan rumah tangganya
Ginting Merganya membuka usaha perjudian yaitu “judi rampah” dan dia mengutip
cukai dari para penjudi untuk mendapatkan uang, tidak lama kemudian usahanya
ini berhasil dan mendapatkan banyak uang serta harta sehingga keberhasilan Ginting Mergana ini membuat cemburu
adik kandungnya, kemudian adiknya meracuni
Ginting Mergana dan menyebabkan Ginting
Mergana meninggal dunia.
Empat
hari setelah kematian Ginting Mergana beru Sembiring meninggal dunia, sehingga
Beru Ginting Sope Mbelin menjadi anak yatim piatu. Beru Ginting Sope Mbelin pun
tinggal dan hidup bersama Pakcik dan Makciknya tetapi anak ini mendapat perlakuan kasar dan kejam,
selalu dicaci-maki walau Beru Ginting Sope Mbelin melakukan pekerjaannya dengan
benar dan beres.
Kekejaman
Pakciknya berulang kali terjadi karena
memang ada niat buruknya untuk mendapatkan semua harta pusaka peninggalan ayah
Beru Ginting Sope Mbelin, ada-ada saja upaya yang dilakukan Pakcik dan Makcik
Beru Ginting Sope Mbelin untuk memperoleh harta warisan orang tua Beru Ginting
Sope Mbelin, tetapi tidak berhasil
karena segala siasat dan tipu muslihat Pakciknya bersama konco-konconya dapat
ditangkis oleh Beru Ginting Sope Mbelin.
Makcik
dan Pakciknya selalu mencari-cari kesalahan
Beru Ginting Sope Mbelin, misalnya menyuruh menumbuk padi berbakul-bakul
banyaknya , mencari kayu api berikat-ikat dengan parang yang majal namun Beru Ginting Sope Mbelin dapat mengerjakan semua
pekerjaan itu dengan baik dan cepat karena
selalu dibantu oleh temannya Beru Sembiring Pandan, tetapi dia tetap dimarahi
dan di caci-maki Makcik dan Pakciknya.
Untuk
mengambil hati Makcik dan Pakciknya, Beru Ginting Sope Mbelin membentuk “Aron”
atau “kerabat kerja tani gotong royong” yang beranggotakan empat orang, yaitu
Beru Ginting Sope Mbelin, Beru Sembiring Pandan, Tarigan Mergana dan Karo
Mergana, Tetapi niat jahat Makcik dan Pakciknya tetap tidak padam.
Pakciknya
menyuruh pamannya untuk menjual Beru Ginting Sope Mbelin ke tempat lain di luar
tanah Urung Galuh Simale. Pamannya membawanya berjalan jauh untuk dijual kepada
orang yang mau membelinya. Di tengah jalan Beru Ginting Sope Mbelin bertemu dengan
Sibayak Kuala dan Sibayak Perbesi. Kedua Sibayak ini memberi kain kepada Beru
Ginting Sope Mbelin sebagai tanda mata dan berdoa agar selamat di perjalanan
dan dapat bertemu kembali di lain waktu.
Kemudian
sampailah Beru Ginting Sope Mbelin bersama pamannya di Tanah Alas di kampung
Kejurun Batu Mbulan dan diterima serta diperlakukan dengan baik oleh Tengku
Kejurun Batu Mbulan. Selanjutnya Beru Ginting Sope Mbelin bersama pamannya pergi
ke tepi pantai, di pelabuhan itu sedang berlabuh sebuah kapal dari negeri jauh.
Nakhoda kapal itu sudah setuju membeli Beru Ginting Sope Mbelin dengan harga
250 uang logam perak. Beru Ginting Sope Mbelin disuruh naik ke kapal untuk
dibawa berlayar. Mesin kapal dihidupkan tetapi tidak jalan, berulang kali hal
yang sama terjadi. Kalau Beru Ginting Sope Mbelin turun dari kapal maka kapal
itu dapat berjalan, tetapi kalau dia naik kapal tidak dapat berjalan. Nakhoda
akhirnya tidak jadi membeli Beru Ginting Sope Mbelin dan uang yang 250 perak
itu tidak dimintanya kembali.
Perjalanan
pun dilanjutkan, ditengah jalan paman
Beru Ginting Sope Mbelin melarikan diri pulang kembali ke kampung. Dia
mengatakan bahwa Beru Ginting Sope Mbelin telah dijual dengan harga 250 perak
serta menyerahkan uang itu kepada Pakciknya Beru Ginting dan Pakciknya percaya
bahwa Beru Ginting telah terjual.
Beru
Ginting Sope Mbelin meneruskan perjalanan seorang diri tidak tahu arah dan
tujuan naik gunung turun lembah. Pada suatu ketika dia bertemu dengan seekor
induk harimau yang sedang mengajar anaknya,
anehnya harimau itu tidak mencelakai Beru Ginting Sope Mbelin, bahkan menolongnya
menunjukkan jalan yang harus ditempuh.
Beru
Ginting Sope Mbelin dalam petualangannya akhirnya sampai pada sebuah gua.
Penghuni gua bernama Nenek Uban keluar
menemuinya, dan membantunya karena Nenek tua ini mengetahui riwayat hidup
keluarga dan pribadi Beru Ginting Sope Mbelin. Atas petunjuk Nenek Uban Beru Ginting Sope Mbelin sampai di tempat
nenek Datuk Rubia Gande, yaitu seorang dukun besar atau “guru mbelin”, ketika sampai di sana keluarlah nenek Datuk
Rubia Gande seiring berkata: “Mari cucuku,
jangan menangis, jangan takut”, dan Beru Ginting Sope Mbelin pun menceritakan
segala riwayat hidupnya.
Beru
Ginting Sope Mbelin kemudian menjadi anak asuh nenek Datuk Rubia Gande, selanjutnya
Beru Ginting beranjak remaja dan cantik sehingga ada jejaka yang ingin
mempersuntingnya, tetapi Beru Ginting Sope Mbelin tidak berani mengabulkannya,
karena yang mengasuhnya nenek Datuk
Rubia Gande maka kepada setiap jejaka yang ingin melamarnya dia berkata :
“Tanya saja pada nenek saya”. Dan neneknya juga berkata yang sama kepada setiap
orang yang ingin memepersunting Beru Ginting Sope Mbelin : “tanya saja pada
cucu saya !”. Karena jawaban yang diterima seperti itu akhirnya orang yang ingin melamar bingung dan tidak mau
lagi datang melamar.
Karena
antara Beru Ginting Sope Mbelin dan nenek Datuk Gande ada rasa saling
menghargai membuat mereka memberi jawaban yang sama pada setiap orang yang ingin
melamarnya, kemudian ada kesepakatan
diantara mereka bahwa Beru Ginting mau dikawinkan asal dengan pria yang
sependeritaan dengan dia. Neneknya pun setuju dengan hal itu.
Akhirnya
nenek Datuk Rubia Gande memenuhi permintaan cucunya dengan mempertemukan Beru
Ginting Sope Mbelin dengan Karo Mergana Penghulu Kacaribu berkat bantuan burung
Danggur Dawa-Dawa, dan akhirnya Beru Ginting Sope Mbelin dengan Karo Mergana
Penghulu Kacaribu dikawinkan oleh nenek Datuk Rubia Gande.
Setelah
beberapa hari, bermohonlah Karo Mergana kepada nenek Datuk Rubia Gande agar mereka
diizinkan pulang ke kampong tanah kelahiran Beru Ginting Sope Mbelin, karena begitulah
keinginan Beru Ginting, Nenek Datuk
Rubia Gande menyetujuinya dan merestui keberangkatan mereka. Kemudian berangkatlah
Beru Ginting Sope Mbelin dengan suaminya Karo Mergana, mereka berjalan beberapa
lama mengikuti rute perjalanan Beru Ginting Sope Mbelin dulu waktu meninggalkan
tanah urung Galuh Simale. Mereka singgah di kampung Kejurun Batu Mbulan, di
pelabuhan di tepi pantai tempat berlabuh kapal nakhoda dulu.
Sampailah
mereka di antara Perbesi dan Kuala, di sana mereka berjumpa dengan Sibayak
Kuala dan Sibayak Perbesi. Kedua Sibayak ini sangat bergembira karena dulu
mereka pernah memberi kain masing-masing sehelai kepada Beru Ginting Sope
Mbelin yang sangat menderita dan berhati sedih, kini mereka bertemu dengan Beru
Ginting Sope Mbelin bersama suaminya Karo Mergana.
Beru
Ginting Sope Mbelin bersama suaminya Karo Mergana bermalam di Kuala dan Perbesi
atas undangan kedua Sibayak, kepada
mereka disediakan pengiring yang mengantarkan Beru Ginting Sope Mbelin bersama
Karo Mergana ke tanah Urung Galuh Simale. Semuanya diatur dengan baik, perangkat gendang yang lengkap dan makanan
cukup banyak. Beru Ginting Sope Mbelin bersama suaminya diantar dengan upacara
yang meriah menuju kampungnya karena niat tulus dan niat baik Sibayak Kuala dan
Sibayak Perbesi.
Pakcik
Beru Ginting Sope Mbelin, juga seorang dukun, mempunyai firasat kurang baik,
maka ketika Beru Ginting Sope Mbelin tiba di kampungnya, Pakciknya bersama keluarganya bersembunyi di atas
para-para rumah, tetapi akhrinya diketahui Beru Ginting Sope Mbelin.
Pakcik
dan makcik Beru Ginting Sope Mbelin dibawa turun ke halaman untuk dijamu makan
dan diberi pakaian baru oleh Beru Ginting Sope Mbelin. Pakcik dan makciknya merasa
malu dan tidak mengira Beru Ginting Sope Mbelin akan pulang kembali ke kampung
apalagi bersama suaminya Karo Mergana.
Sebagai
hukuman atas kekejaman dan kebusukan hati Pakcik dan Makciknya maka tubuh mereka ditanam sampai bahu, masing-masing di beranda barat dan beranda
timur, hanya kepalanya yang nampak. Kepala mereka itulah yang merupakan anak
tangga yang harus diinjak kalau orang mau masuk dan keluar rumah adat “Siwaluh
Jabu” di Taneh Karo. Itulahbentuk hukuman bagi orang yang berhati jahat terhadap
saudaranya.
Sumber:
Alm. DR. Henry Guntur Tarigan
MEJUAH-JUAH MAN BANTA KERINA... "Mbuah Page Nisuan-Merih Manuk Niasuh"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar