Oleh Hengky Irawan
Facebook 16 Juni 2012 pukul 16:15 ·
Semoga bermanfaat!
Perkenalkan namaku adalah Bambang, seorang pengusaha mapan dan politikus yang dekat dengan penguasa negara ini.
Saat ini aku berdiri diujung tower sebuah operator telepon selular, tempat yang sangat tinggi untuk mengakhiri hidupnya yang hancur. Bagaimana tidak, proyek fiktif dan penyalahgunaan anggaran negara yang selama ini aku jalani bersama rekan politikus dan atasanku terbongkar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hatiku hancur saat mendengar kabar seperti itu dan memutuskan untuk mengakhiri hidup, untuk meninggalkan rasa malu terhadap keluarga, rekan politikusku di gedung rakyat dan pastinya terhadap rakyat yang uangnya aku, rekan dan atasanku gunakan untuk foya-foya dan memperkaya diri dan kendaraan politik/partaiku.
Aku melihat ke bawah, orang-orang berteriak memanggil dan membujukku agar turun dan mengurungkan niatku untuk melompat. Tapi aku sudah tidak peduli lagi. Aku pejamkan mata, merasakan hembusan angin, sengatan matahari yang panas dan teriakan orang-orang yang tidak mengetahui tentang penyebab kenekatku tersebut. Dan pada saat aku hendak melangkahkan kaki untuk terjun kebawah, tiba-tiba terdengar seseorang berkata.
“Aaaahhh…, lagi-lagi mengambil nyawa yang tak berharga seperti ini”.
Mataku langsung terbuka mendengar suara tersebut. Aku mengamati sekeliling, akhirnya aku dapati seorang pria berpakaian serba hitam sedang duduk santai dibesi tower +/- 2 meter dari tempatku berdiri sambil melihat sebuah buku catatan.
“Siapa kau, dan sedang apa kau disini?” tanyaku pada pria tersebut.
Pria itu menoleh, lalu menjawab “Aku yang akan mengambil nyawamu yang sangat tidak berharga itu”.
Tubuhku bergetar hebat, keringat dingin mengucur dari sekujur tubuhku dan bulu kudukku berdiri, karena baru kali ini aku melihat orang dengan tatapan tajam dan berbicara seperti ini.
“Kenapa kau diam? Ayo melompat, agar tugasku cepat selesai dan tidak perlu berlama-lama di dunia yang fana ini”, pria tersebut kembali berkata.
Perkataan pria tersebut membuat diriku sangat terkejut saat mendengarnya.
“Tugasnya, mengambil nyawaku”, gunam diriku dalam hati.
“Ya, kenapa? Kau takut?” tanya pria tersebut, seolah mengetahui apa yang dikatakan aku di dalam hati.
Aku tidak menjawab pertanyaan pria tersebut, seolah mulutku terkunci. Yang ada hanya ketakutan saat pria tersebut dengan santainya berjalan seolah melayang mendekatiku. Ingin rasanya aku menjauhi pria tersebut, tapi kakiku kaku tidak dapat digerakkan, seperti ada perekat yang menempel kuat ditelapak kakiku.
“Aaahhh… payah sekali manusia ini, baru melihat wujudku seperti ini saja sudah ketakutan setengah mati. Apalagi dalam wujud aku yang sebenarnya, ck…ck…ck…ck”, pria itu berdecak sambil bertolak pinggang dengan sorot mata yang tajam kearahku.
"Baiklah, karena kau belum melompat, aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, pria tersebut berkata sambil terus mendekati diriku yang ketakutan.
Kemudian pria tersebut menyentuh bahu kiriku dengan tangan kirinya, dan keluarlah sebuah buku tebal yang cukup besar.
Aku hanya terdiam sambil bertanya dalam hati, “bagaimana mungkin buku sebesar itu ada di bahuku?”. Aku memperhatikan wajah pria tersebut yang kadang-kadang mengerenyitkan kening setiap kali membuka lembar demi lembar buku tersebut.
“Ck…ck…ck…ck…”, ucap pria tersebut berdecak sambil menutup buku tebal yang dipegangnya.
Pria tersebut kembali memegang bahu kananku dengan tangan kanannya, dan keluarlah sebuah buku yang tipis yang ukurannya hanya sebesar buku tulis anak sekolahan. Kembali pria tersebut membuka lembar demi lembar dari buku itu.
“Kau tahu, buku apa yang aku pegang ini?” Pria tersebut bertanya kepadaku.
Aku hanya menggelengkan kepala, menandakan ketidak-tahuanku.
“Ini adalah buku catatan kehidupan. Yang tebal ini adalah buku catatan keburukanmu, sedang yang tipis ini adalah buku catatan kebaikanmu. Sungguh tidak seimbang dan buruk sekali”, ucap pria tersebut menjelaskan.
Aku berfikir dan berkata dalam hati, “apabila benar itu adalah buku yang mencatat segala kegiatanku selama aku hidup, sungguh banyak sekali keburukan yang aku lakukan dibandingkan dengan amal kebaikanku”. Tanpa ku sadari, tiba-tiba saja air mataku menetes.
“Matamu bersedih karena dia hanya kau gunakan untuk keburukan, lihatlah sekujur tubuhmu? Mereka semua menangis karena perbuatanmu. Kau tahu, ragamu ini hanya sebuah titipan, dan kau akan menghancurkannya hanya karena keegoisanmu sendiri”, ucap pria tersebut.
“Apa kau tahu apa yang saat ini aku rasakan?” tiba-tiba saja aku bertanya seperti tu.
“Aku tak mengerti perasaan manusia, tapi aku bisa melihat, memperhatikan dan menyaksikan semua yang kau perbuat dan yang kau alami”, jawab pria tersebut.
“Sekarang aku bertanya kepadamu, apa dengan meninggalkan dunia ini masalahmu akan hilang begitu saja dan kau akan hidup bahagia?” sambung pria tersebut.
“Mungkin”, jawabku singkat.
“Hahahahaha….”, pria tersebut tiba-tiba tertawa, dan membuatku bingung.
“Kau sendiri ragu akan jawabanmu, dan aku pastikan tidak Karena setelah kau mati, kau akan bangkit kembali untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatanmu yang telah tertulis didalam buku catatan perbuatanmu ini”, ucap pria tersebut.
Aku hanya terdiam.
“Lihatlah sekelilingmu, banyak manusia berjuang untuk hidup. Tapi kau malah menyia-nyiakannya. Kau membuang sisa kehidupanmu. Dan kau tahu, buku tebal ini akan membakarmu kelak di akhirat”, ucap pria tersebut sambil membakar tempat disekelilingku, Hal ini membuat aku semakin takut dengan pria tersebut.
“Aku tak ingin menakuti dan mendatangimu dengan wujudku yang menyeramkan. Lebih baik kau pikirkan kembali tindakanmu”, ucap pria tersebut sambil menghilangkan api yang tadi membakar disekelilingku.
Aku hanya diam terpaku, mendengar apa yang baru saja diucapkan pria tersebut.
“Waktuku telah habis, aku harus segera kembali. Aku hanya beritahu satu hal, jangan kau memutuskan tali takdir yang telah tercipta, karena kau akan menyesal setelahnya”, ucap pria tersebut sambil perlahan-lahan menghilang dari hadapanku.
Semua kembali menjadi gelap, perlahan-lahan aku buka mataku yang tadi tertutup. Aku mendengar kembali teriakan orang-orang yag sempat menghilang. Aku mengamati sekitar, tapi tak ku temukan pria tersebut. Aku melihat kebawah, kulihat istri dan anakku sedang menangis melihatku. Aku tersenyum, lalu turun menuruni tower tersebut. Sesampainya dibawah, sambil menagis, aku dekati dan kupeluk erat istri dan anakku.
Di perjalanan menuju Gedung KPK, aku termenung. Banyak hal yang harus aku lakukan untuk menipiskan buku catatan keburukanku, salah satunya dengan membongkar semua perbuatan yang telah aku, rekan politikus dan atasanku perbuat dipersidangan nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar