Saat krisis moneter di akhir tahun 1990-an, IMF memberikan utang sangat besar kepada Indonesia. Sampai-sampai negeri ini menjadi pelanggan terbesar. Di akhir periode pertama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, utang kepada IMF dilunasi.
Kini giliran Indonesia yang berencana meminjamkan utang ke IMF. Utang itu direncanakan akan disalurkan ke negara-negara yang tengah dilanda krisis. Tujuannya, supaya negara tidak beruntung secara ekonomi itu tidak memperburuk perekonomian dunia.
“Indonesia juga pernah pinjam IMF di 2006 dan kita sudah kembalikan. Kalau sekarang bisa berikan pinjaman ke IMF, berarti sedang di posisi yang lebih baik. Kita juga harus memperhatikan negara-negara dunia yang tidak beruntung yang perlu disiapkan,” ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardojo di DPR, Jakarta, Kamis lalu.
Agus mengatakan, saat ini pemerintah masih melakukan kajian berapa besar dana iuran yang akan diberikan ke IMF terkait peningkatan modal yang akan digunakan terutama untuk menghadapi krisis.
Peningkatan modal tersebut nantinya bukan hanya digunakan untuk menyehatkan negara-negara Eropa yang tengah dilanda krisis, melainkan juga bisa untuk negara-negara berkembang.
“Kita selesaikan proses pinjaman intern ke IMF sebagai kekuatan ekonomi dunia, supaya jangan memburuk dan malah membahayakan semua,” tegasnya.
Dikatakan, pemerintah Indonesia memberi sinyal akan memberikan pinjaman maksimal sebesar 1 miliar dolar AS kepada IMF. Belum bisa disebutkan tetapi saya rasa maksimal 1 miliar dolar AS,” ucapnya.
Menurutnya, pinjaman yang diberikan pemerintah Indonesia tidak akan diambil dari APBN melainkan dari cadangan devisa yang saat ini berjumlah 111,52 miliar dolar AS.
“Itu nanti bukan dalam bentuk APBN, tetapi semacam satu pengelolaan dana yang merupakan bagian dari cadangan devisa. Jadi cadangan devisa tidak dipindahkan, karena akan tetap tercatat sebagai cadangan devisa Indonesia,” jelasnya.
Sebagai informasi, dalam pertemuan Kelompok Ekonomi G20 di Los Cabos, Mexico, beberapa negara telah memberikan sumbangsih pada IMF dalam bentuk pinjaman dana. Seperti halnya China, dilaporkan meminjamkan dana sebesar 43 miliar dolar AS, berikut juga negara-negara dengan tingkat pendapatan yang bahkan lebih rendah dari Indonesia, dengan tujuan agar dapat memulihkan perekonomian negara-negara yang dilanda krisis.
Presiden Yudhoyono mengatakan, pemerintah akan membicarakan terlebih dulu rencana itu di Tanah Air dengan pihak-pihak terkait, agar tidak terjadi kesalahan persepsi. “IMF memerlukan tambahan dana 430 miliar dolar AS-nggak kebayang besarnya, untuk membantu negara-negara yang repot, bukan hanya eropa tapi negara lain, kemudian minta anggotanya menambah lagi. Indonesia punya kemampuan untuk berkontribusi, jelas tinggal kami tata dulu sekarang ini supaya tidak menjadikan salah pengertian saudara-saudara kita,” kata Yudhoyono .
Presiden mengatakan, terdapat sisi politis dalam hal keputusan memberikan pinjaman pada IMF. Khawatir akan mejadi salah pengertian bagi rakyat Indonesia, persoalan ini akan dibahas secara serius di Tanah Air dengan melibatkan pihak-pihak terkait.
“Ini ada unsur politiknya. Saya tidak ingin saudara-saudara kita salah terima, tetapi betul negara dengan pendapatannya lebih rendah dari Indonesia saja ikut meminjamkan, mengapa Indonesia tidak mau ada pesoalan ini? Nanti kita olah-olah dengan baik di Tanah Air, dengan dengan demikian lebih bagus,” imbuhnya.
Di sisi lain, Yudhoyono mengungkapkan, terdapat persoalan psikologi bagi Indonesia dalam hal hubungan dengan IMF. Meskipun IMF telah melaksanakan reformasi, namun di mata Indonesia masih sensitif.
“Pada saat setahun menjabat, Presiden mengambil keputusan yang beresiko tinggi karena hitung-hitungan ekonominya bisa tidak pas. Tetapi saya harus ambil keputusan melunasi utang kepada IMF dan membubarkan Consultative Group on Indonesia (CGI). Makanya begitu keputusan diambil, SMS mengalir mengucapkan terimakasih. Mereka itu rakyat jelata, nggak ngerti betul IMF itu apa, kebijakannya apa. Tapi begitu kita mengatakan selesai dengan IMF, kita lunasi utangnya, kita bubarkan grup yang mendikte kita, itu mereka senang. Jadi, persoalan ini lebih pada psikologis,” tuntas SBY.
Indonesia Bukan Negara Kebanyakan Duit
Achsanul Qosasih,Wakil Ketua Komisi XI DPR
Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan lagi rencana terkait
pemberian bantuan pinjaman likuiditas kepada Dana Moneter Internasional
(IMF) yang kini sedang berada diambang krisis. Sebab, Indonesia bukan
negara yang kebanyakan duit.Sampai saat ini DPR belum menyetujui rencana tersebut. Menkeu tidak memiliki alasan yang jelas dan masuk akal mendukung ketersediaan sumber keuangan yang cukup bagi IMF. DPR secara keras akan menolak bila aksi tersebut hanya mengandung unsur politik, misalnya sekadar pencitraan semata.
Kami mempertanyakan apa keuntungan yang diperoleh bagi Indonesia bila memberi pinjaman pada lembaga yang sedang mengalami krisis keuangan tersebut.
Perlakuan IMF di masa lalu, masih meninggalkan luka mendalam bagi bangsa Indonesia. Saat krisis beberapa tahun silam, IMF mengajukan segudang syarat yang mencekik leher.
Salah satu contohnya seperti penghapusan bulog.
Pemerintah seharusnya jangan terlalu naif menganggap tindakan memberi bantuan pinjaman tersebut dapat memperkuat kedudukan Indonesia di mata dunia. Sebab, tindakan tersebut tidak akan memberikan dampak yang signifikan dalam menyehatkan ekonomi negeri.
Sebaiknya Menkeu jangan mempolitisasi bantuan yang digunakan untuk menyokong ekonomi dunia, apalagi berharap negara maju dan negara berkembang akan menggunakan produk buatan anak bangsa di masa mendatang.
Ikut Menggencet Rakyat Eropa
Dani Setiawan, Koalisi Anti Utang
Sesungguhnya IMF tidak mengenal istilah negara-negara kreditur,
tapi negara penanam modal. Jadi, harus dijelaskan dulu, bahwa
pemerintah tidak sedang meminjamkan uang, tapi menambah modalnya di
IMF.Kemudian, pasca pertemuan G20 lalu disepakati salah satu cara memulihkan krisis adalah dengan memperkuat peran IMF. Dan IMF membutuhkan modal tambahan untuk memberikan pinjaman ke negara-negara yang didera krisis untuk memulihan sektor keuangannya.
Nah, Indonesia menyepakati itu. Jadi saat ini IMF sedang menagih dari perjanjian yang telah disepakati Indonesia. China dan sejumlah negara berkembang lainnya telah menambah modalnya terlebih dulu. Tinggal giliran Indonesia yang ditunggu.
Cara memulihkan krisis dengan IMF adalah salah. Lembaga ini berdasarkan track record-nya sangat buruk. Indonesia pernah mengalaminya. Mestinya lembaga ini dibubarkan saja, karena, IMF tidak menolong negara, melainkan menjalankan misi kekuatan modal internasional untuk menguasai negara-negara yang jadi pasiennya.
Sikap Indonesia yang ikut-ikutan menambah modal adalah tindakan keliru. Itu sama saja ikut menggencet rakyat Eropa. IMF dalam memberikan pinjaman, selalu diiringi dengan syarat-syarat seperti mencabut subsidi dan mengurangi anggaran sosial. Itu semua mendapat perlawanan keras dari rakyat Eropa.
Apakah Indonesia akan dapat untung dari penambahan modal itu? IMF itu kan institusi yang mendapatkan untungnya dari bunga pinjaman. Dulu saat sejumlah negara memutuskan menutup pinjaman, IMF hampir bangkrut sampai-sampai harus menjual cadangan emasnya untuk biaya operasional.
Namun, kebijakan pemberian deviden itu ditentukan pemilik modal terbesar yakni, AS, Jepang, dan beberapa negara Eropa. Lihat saja nanti apakah Indonesia akan ikut kebagian untung.
Di sisi lain, IMF adalah alat negara maju dan korporasi untuk menguasai negara pasien. Seperti mempengaruhi pemerintah agar melakukan liberalisasi ekonomi, membuka pasar bebas sehingga kekayaan negara bisa dikeruk perusahaan multinasional.
Inilah Fakta Utang-utang RI
Pemerintah berencana memberi pinjaman kepada IMF sebesar 1 miliar
dolar AS untuk membantu negara-negara Eropa dan berkembang keluar dari
krisis. Layakkah, Indonesia memberi pinjaman ditengah menumpuknya
utang negara. Berikut gambaran kondisi keuangan pemerintahBerdasarkan data Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu per Mei 2012, total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 1.944,14 triliun, naik Rp 140,65 triliun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya Rp 1.803,49 triliun.
Jika dihitung dengan denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah pada Mei 2012 mencapai 203,26 miliar dolar AS. Jumlah ini naik dari posisi pada akhir 2011 yang mencapai 198,89 miliar dolar AS. Utang pemerintah tersebut terdiri dari pinjaman Rp 639,88 triliun dan surat berharga Rp 1.304,26 triliun.
Sementara rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pusat hingga akhir Mei 2012 adalah bilateral Rp 392,37 triliun, multilateral Rp 24,55 triliun, komersial Rp221,33 triliun, dan supplier Rp 480 miliar, dan pinjaman dalam negeri Rp 1,15 triliun.
Sedangkan total surat utang yang telah diterbitkan oleh pemerintah sampai Mei 2012 mencapai Rp 1.304,26 triliun, atau naik dibandingkan posisi pada akhir 2011 yang sebesar Rp 1.859,43 triliun.
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Kementerian Keuangan Scenaider CH Siahaan, mengatakan rasio utang terhadap PDB Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju. Contohnya, Jepang yang mencapai 200 persen terhadap PDB. Indonesia sendiri kurang dari 25 persen PDB, sekarang 24 persen.
[Harian Rakyat Merdeka. Sabtu, 30 Juni 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar